2019.4

3 4 0
                                    

Detak yang Dirindukan

****

hari di mana pentas seni berlangsung tidak terlalu cerah, musim penghujan sudah dimulai dari bulan lalu, semalam pun hujan datang lumayan deras, mentari hanya mengintip sedikit di antara awan kelabu. agaknya, semua itu hanya perilah cuaca, tidak berlaku bagi semangat siswa-siswi SMA ARNAWAMA sebab hampir semua dari mereka akan ikut memeriahkan dengan menunjukkan beberapa seni.

dayita bersama teman-teman kelas XI MIPA 1, nampak ceria dengan kaos couple sekelas berwarna kuning kunyit bergambarkan beaker glass yang juga mereka gunakan ketika study campus beberapa bulan lalu. ah, study campus. ah, kesulitan itu lagi. sudahlah, semua itu telah berlalu dan hari baru telah dimulai, dengan harapan akan bersinar seperti musim kemarau.

suara sepatu bu eva terdengar memasuki ruang kelas anak-anaknya, ruang kelas yang selalu mendapat penghargaan di setiap perlombaan, ruang kelas yang mendapat julukan kelas mewah oleh kelas lain karena harga gorden yang tak main-main, ruang kelas dengan isi paling riuh, ruang kelas dengan isi paling terkait.

"assalamualaikum!"

"waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab serentak anak-anak didiknya yang tengah berkumpul dan bersiap-siap di tengah ruangan yang seluruh meja dan bangkunya telah disingkirkan di setiap pojok.

"gimana? sudah siap?" tanya bu eva kemudian duduk di salah satu meja siswa.

"belum, bu ... tuh ciwi-ciwi pada rempong pake gincu menor-menor!" sindir raja, salah satu murid laki-laki paling usil dan jahil, tapi dia bisa dikatakan murid genius karena dapat mengerti materi yang dijelaskan tanpa memperhatikan dengan baik, berbeda dengan dayita yang seringkali merutuki diri karena semakin lambat memahami meski sangat berniat memperhatikan.

"yeh! sirik, lo?" kesal seli teman sekelas dayita yang riasannya paling mencolok, merasa tersindir dan tak terima.

"idih najis! ilok gue pake gincu."

"bilang aja pengen. nih! gue kasih!" seli menyodorkan liptintnya, tapi tiba-tiba tangannya ada yang menahan.

"udah, sel. berantem terus." itu desti, dengar-dengar mantan raja, tapi sepertinya buih-buih cinta mulai timbul kembali setelah mereka disatukan dalam kelas yang sama, dari sini cinta ada kemungkinan cinta lama mampu bersemi kembali.

"cie! ngebelain." luna usil meledek.

"cie! cie!" seluruhnya kompak menjadi pengikut luna. terkecuali dayita dan bu eva, cuma tersenyum tenang melihat kelakuan mereka.

"sudah ... kita tampil jam 9, loh, sekarang udah jam 8:30, berarti kalian tinggal punya waktu 20 menit lagi buat bersiap. yok! segerakan anak-anak!" interupsi bu eva sekaligus memberikan mandat.

"siap, bu eva!" patuh mereka, kompak. "cuuuaaaah!" seruan khas  kemudia terdengar nyaring disusul tawa.

***

berkumpul di lapangan lagi, kali ini panggung tergelar, bangku-bangku berjejer rapi dengan tenda menutupi. akan ada bintang tamu yang hadir, namun dayita tak mengenalnya. tepat pukul 9:30 kelas dayita tampil. tak ada sungkan, tak ada takut, tak ada malu, mereka berbaris sesuai geladi resik dan menunjukkan kebolehan yang dari jauh-jauh hari telah disiapkan dengan matang. dayita tak menundukkan pandangannya lagi, pelik yang memeluknya mendidik ia menjadi lebih baik sehingga kebiasaan dulunya yang selalu meninjau penilaian orang lain atas setiap gerak, terkikis tanpa sisa. lakunya percaya diri, hatinya tak terisi keraguan.

lagu Janger asal bali dan tariannya dipadu oleh mereka, selaras dan indah. suara dayita tak merdu, bersyukurnya di antara teman perempuan satu kelasnya banyak yang bergabung dalam komunitas paduan suara, jadi ia terselamatkan.

RAGA SENDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang