2020.2

13 4 0
                                    

Luka Rudita, Milik Dayita

***

Gemar sekali kau menyusup kekosongan dalam dadaku

Tak bisakah satu hari saja kau tak hadir dan singgah?

Kau tidak akan mengerti tertekannya aku merasakan rindu ini

Pengap, ingin sekali kupatahkan cakrawala 

Tak bisa apa-apa, aku sedikit putus asa

Apa yang bisa kulakukan untuk menggugurkan rindu ini?

Tak ada obat di sampingku, di ujung bukit, ataupun di semak belukar 

Rasaku bertempat di ujung tanduk, kala sadar aku tak cukup mampu menggapai 

Jangankan ragamu, bayangmu pun akan meludahiku sebelum aku sempat menyentuh.

Bagaimana ini, Tuan? 

Aku berada dalam ruang penuh racun, semenit yang lalu sudah bereaksi, dan semakin lama aku semakin tercekik dengan panasnya keinginan.

Demi rasa yang tak biasa, indah namun mampu melingkupinya dengan selimut pengharapan yang menyesakkan, Dayita menghidupkan malam-malamnya bukan lagi dengan tujuan memohon petunjuk untuk menyelesaikan masalah atau meminta dilapangkan dadanya atas rasa sesak akibat ujian yang berdatangan, melainkan meminta hati dari sosok yang menjadi sandaran hatinya, sosok penuh pesona, sosok pemilik mata yang menggugah hatinya, sosok yang ia harapkan hilang dari pikiran, sosok yang membuatnya lupa bagaimana cara untuk melupakan, sehingga rasa dan pikirannya tak mampu lepas dari bayangan indahnya, dan sosok pemilik cinta dan wanita, tapi, itu bukan Dayita.

Malam sunyi, dua jam sebelum subuh ... rintih tangis yang tertahan terdengar dari bibir Dayita. Gadis yang mengenakan mukena putih itu berbisik di hadapan Tuhannya dengan kedua belah tangan yang terbuka.

"Ya Rabbku ... sesungguhnya hamba meyakini kemahabesaran-Mu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Mu Ya Ilahi Rabbi ... perkenankan untuk hamba hati dia yang hamba harapkan. Duhai Tuhan Sang Pembolak-balik hati, lembutkanlah hatinya terhadap hamba, berikan tempat di hatinya untuk hamba, tumbuhkanlah rasa yang sama untuk hamba, seperti rasa hamba untuknya. Dan, hamba mohon ... hapuskan rasa dari hatinya yang saat ini diperuntukkan gadis pujaannya, singkirkan nama itu dari hatinya, selesaikanlah kisah mereka Ya Allah ... dan berikan hamba kesempatan untuk merangkai kisah bersamanya suatu saat nanti. Jagalah ia Ya Allah, kasihi ia, dan cintailah ia. selalu berikan kebaikan padanya, mudahkan ia untuk menggapai impiannya. Ampuni permintaan hamba yang tak memedulikan rasa orang lain. Namun, hamba benar-benar mengharapkan, kabulkanlah Ya Allah ... aamiin."

Dayita mengusap wajahnya sehingga air mata yang begitu deras terjatuh, terhapus dari pipinya. Tak ada sesal atas doa yang telah terucap, sebab hatinya terasa menggila semenjak tak ada lagi sosok yang ia kagumi di sekitarnya, ketidakikhlasan membuat batinnya meruam, ia rindu, sayangnya tak mampu mengungkap. Kebolehannya menahan rasa nyatanya membuat hatinya resah juga di setiap malam. 

Senyum yang membuat ia tersenyum, tawa yang membuatnya tertawa, suara yang membuat hatinya menghangat, pun tatapan yang membuat jantungnya bergetar hebat, begitu mahir menghantui kala matanya mencoba memejam dan terlelap. Sulit, sungguh, memang sulit. Meninggalkan tak ikhlas, menyimpan ia tersiksa. Yang ia mau adalah sesuatu yang gila, Rudita datang padanya, dan memberikan seluruh rasa yang ia mau.

Dayita tak percaya kemustahilan. Pantas atau tidak, bukan ia atau penduduk buana yang menilai, tetapi Sang Pemilik Takdir. Satu hal yang menjadi keyakinan Dayita saat ini adalah ... kesempatan.

***

Sebagian atau keseluruhan dari kalian mungkin merasa bahwa waktu layaknya busur panah yang melesat dari tangan sang pemanah jitu, sangat cepat dan tepat sasaran. Doa pun begitu, seiring berjalannya waktu, ketika hatimu percaya, doa yang dulu pernah mengalir dari hati melalui bibirmu, pasti akan menembus langit dan terkabul pada waktu yang tepat.

Hingga tiba di waktu doa yang dipanjatkannya terkabul, apakah kamu akan senang? Tersenyum dan berubah tenang?

Berada di halte bus dekat toko bunga, Dayita melihat Rudita lagi, memegang Bunga Lily tapi bukan di toko bunga melainkan di sampingnya, tak mungkin menunggu bus sepertinya, motor kesayangannya dapat Dayita  tangkap keberadaannya. Entah apa yang akan dilakukan lelaki itu, tanpa menyapa Dayita hanya memperhatikan.

Raut wajah Rudita terlihat tak bersahabat lagi, biasanya jika ia memegang Bunga maka hatinya pun tengah berbunga dan memancarkan aura positif. Sayangnya, kini tampak sedih dan murung, membuat Dayita ikut dipayungi kabut hitam.

Rudita mulai menempeklan ponselnya pada telinga. Sepertinya ia akan berbicara dengan seseorang.

"Aku udah tau semuanya!"

"Nggak usah bohong, Nik ... semuanya jelas, aku nggak buta sehingga kamu bisa bohongi aku!"

"Ya! Emang harusnya gitu, lebih baik kita masing-masing mulai sekarang!"

Bip!

Rudita memasuki ponselnya ke dalam saku celana loreng pramukanya. Tampak gagah dan berkarisma Rudita saat memakai seragam itu, Dayita selalu suka. Sayangnya, wajah Rudita tak mampu membuatnya lagi terlihat sempurna.

Kini lelaki itu memancarkan tatapan tajam dengan kelopak mata memerah, Dayita bisa melihat dari sisi kanannya meski berjarak cukup jauh. Ingin ia mendekati dan menenangkan, tapi ia sadar di mana posisinya.

Rudita meremas buket bunga Lily dengan penuh amarah hingga remuk tangkai bunga itu dibuatnya. Dayita sampai membulatkan matanya, sesakit itukah? Dayita lebih senang melihat Ruditanya tersenyum, meski senyum itu bukan untuknya, meski senyum itu bukan karena ulahnya, meski senyum itu tak bisa ia miliki, dan meski senyum itu harus membuatnya sakit.

Namun yang lebih menyakitkan adalah melihat Rudita terluka, ia merutuki diri, bukan hanya tidak bisa menjadi alasan Rudita untuk tersenyum, Dayita juga tidak bisa menjadi alasan Rudita untuk menepikan rasa sakit dan membuatnya aman.

Dayita sangat tersiksa, hanya dapat menonton saat orang yang dicintainya tersakiti. Beberapa menit menatapi Rudita menangis sampai bahu lelaki itu bergetar, ia melihat Rudita membuang buket bunga itu ke dalam tong sampah dengan sedikit membanting untuk meluapkan rasa sesaknya.

Dayita terpaku, memandangi punggung Rudita yang membawa kehancuran. Setelah motor Rudita melaju membelah jalan dengan kecepatan yang membuat Dayita khawatir akan keselamatannya, gadis itu memilih mendekati tong sampah.

Perlahan Dayita menyentuh buket itu dan menariknya dengan tatapan bertanya. Bunga Lily itu masih tampak segar sama seperti sebelumnya, Rudita sepertinya suka dengan variasi warna. Terselip satu note di balik bunga-bunga cantik itu, terdapat tulisan Rudita di sana. Dayita meski ragu tetap menarik dan membacanya.

Dear, Jamanika. Tak pernah bosan bunga lily ini aku berikan untukmu, sebab sosokmu begitu selaras dengan makna Lily bagiku. Mari tetap bersama, hingga kamu menua bersamaku suatu saat nanti.

Tulisan berisi ungkapan romantis. Semua tenggelam dalam luka Rudita, pemberian itu tidak akan pernah sampai, Jamanika tidak akan pernah tahu seberapa dalam Rudita mencintainya. Mereka tidak bisa mewujudkan mimpi, karena Jamanika elok begitu mahir menyakiti.

Lima hari berlalu sejak kejadian itu, Dayita memilih merawat bunga Lily yang sudah sempat tinggal di tong sampah, entah mengapa ia merawatnya, mungkin karena bunga itu memiliki hubungan dengan Ruditanya. Ia selalu tertarik. Mengingat nasib bunga mawarnya yang kandas dibuang Rudita di tengah jalan, bukanlah suatu hal pelik. Jika Rudita mau membuang, Dayita dengan senang hati menyimpan.

Malam ini, Dayita menggulir ponselnya, tenggelam dalam dunia maya. Memastikan apa yang ia duga, melihat berada dari akun seseorang.

Status

Lajang.

Senyum di bibir Dayita mengembang, hatinya merasa lega. Meski luka yang Rudita alami juga miliknya, doa yang terkabul merupakan penyembuhnya, Tuhan memberi ia celah untuk memangkas jarak, mengenai luka Rudita, Dayita yakin lambat-laun akan teratasi, Dayita mau membantu. Namun, pertanyaannya ... maukah Rudita menerimanya memangkas jarak? Sudikah Rudita mengenalnya? Menganggap ia bukan sekedar angin yang berbelok, menjadi dekat sehingga sudi menjelaskan makna Lily bagi diri Rudita dan memberikan ia ruang untuk mengobati lukanya.

Oh Tuhan ... Dayita masih membutuhkan kesempatan, malam-malamnya hidup demi sebuah harapan.

RAGA SENDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang