💕15💕

7.3K 507 21
                                    

Tiga hari berlalu, kini kondisi Zhirco setelah khitan telah benar-benar pulih, pemandangan pagi ini tampak begitu hangat, terlihat Meira masih tertidur nyenyak di kamar andalannya, dimana lagi kalau bukan kamar Zhirco di studio cafe.

Setelah keluar dari rumah sakit, Zhirco tak mengizinkan Meira kembali ke Yogya dengan alasan ia banyak membutuhkan Meira disini, tak hanya itu, ia juga hendak mengajak Meira mempersiapkan pernikahan mereka mesti belum tau kapan akan dilaksanakannya. Lagi pula kuliah Meira pun telah usai hanya tinggal menunggu wisuda jadi tak ada masalah jika Meira kembali tinggal di Jakarta bersama Zhirco.

Zhirco tampak memandang hangat calon istrinya itu, suara deru nafas tenang Meira membuat hati Zhirco begitu tenang, tak pernah Zhirco bayangkan ia akan dipertemukan Tuhan dengan perempuan baik macam Meira jika mengingat semua perilaku buruknya di masa lalu.

"Sayang...bangun yuk, udah pagi nih." Ucap Zhirco berusaha membangunkan Meira dengan selembut mungkin dengan mengusap pipi lembut Meira.

Iya hari ini Meira dan Zhirco memiliki agenda akan berkunjung ke rumah orang tua Zhirco sesuai dengan janjinya yang menuruti keinginan Meira meminta restu pada kedua orang tuanya.

Meira menggeliat saat suara lembut Zhirco yang berusaha membangunkannya.

"Siapa suruh kamu masuk ke kamar Kak." Tegur Meira.

Ya Meira melarang keras Zhirco masuk ke dalam kamarnya begitu saja, Meira takut Zhirco melihatnya tanpa hijab mengingat rambut adalah bagian dari aurat dan Zhirco pun memahami hal itu.

"Tadi aku minta Raisa untuk lihat kamu pakai hijab apa enggak, kata Raisa kamu tidur pakai mukenah, makanya aku masuk." Jelas Zhirco.

"Kamu tumben banget bangun pagi?" Tanya Meira

"Beliin bubur kesukaan kamu." Ucap Zhirco sembari menunjukkan bungkusan plastik berisi bubur yang ada di sampingnya.

"Hmm.. modus ini, pasti mau sesuatu pakai acara nyogok bubur segala." Ujar Meira yang membuat Zhirco tersenyum getir.

"Bukan mau sesuatu, cuman aku mau kita sedikit berdiskusi." Ujar Zhirco

"Tentang apa." Ucap Meira dengan enteng sembari melahap bubur yang Zhirco belikan untuknya.

"Kamu enggak mau pikirin lagi tentang keinginan kamu untuk minta restu ke keluarga aku." Ucap Zhirco dengan sedikit takut, sejujurnya Zhirco benar-benar takut membuat Meira marah, sebab sebelumnya ia sudah berjanji mengiyakan keinginan Meira itu.

Meira menghentikan suapan buburnya, ia terdiam sejenak mendengar ucapan Zhirco, ada apalagi dengan anak ini, begitu sekilas isi batin seorang Meira.

"Menurut aku enggak ada gunanya juga Mei kita kesana, lagian yang bakal ngejalanin hubungan ini kita bukan mereka." Ucap Zhirco yang berhasil mendapat tatapan tajam dari seorang Meira.

"Tanpa mereka kamu enggak mungkin ada di dunia ini Kak." Tegas Meira.

"Iya aku tau Mei, tapi aku udah enggak ada gunanya lagi buat mereka." Ujar Zhirco.

"Itu karena kamu juga enggak ada usaha untuk mendekat kembali ke mereka Kak, lagian kamu kan udah janji sama aku Kak." Protes Meira

"Iya Mei, aku emang udah janji tapi entah kenapa sekarang aku jadinya mikir, aku takut mereka memperlakukan kamu dengan buruk Mei, aku yang anaknya aja diperlakukan seperti ini, apalagi kamu Mei, aku takut Mei." Ucap Zhirco penuh penekanan.

Meira tau mungkin Zhirco merasakan trauma, tapi bagi Meira restu orang tua adalah segalanya, jika memang restu dari orang tua Zhirco tak ia dapatkan, setidaknya orang tua Zhirco tau bahwa putranya akan menikah dengan seorang gadis pilihannya. Dengan menarik nafas pelan Meira meraih kedua tangan Zhirco untuk ia genggam.

YOU ARE THE ONE (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang