Bab 18. Rahasia Hati

1.8K 140 24
                                    

"Mas, bagaimana membedakan cinta karena nafsu dan cinta karena Allah?"

Mas Badri menjawab dari balik telpon.

"Kalau menurutku, cinta karena Allah, ya cuma ada dalam ikatan pernikahan, Na. Karena cinta adalah komitmen. Cinta adalah menjaga marwah (kehormatan) satu sama lain. Syariat islam ndak pernah melarang jatuh cinta karena itu adalah fitrah. Tapi ketika kamu mencintai maka ambilah dengan jalan yang benar. Yang sesuai syariat yakni menikah. Seperti halnya makan. Kalau lapar maka makanlah. Tapi jangan makan makanan hasil curian."

Meski perasaan pada Abdullah Kafabihi seakan tumpah melumuri hatinya, Una tetap berjuang membentengi dirinya dengan rasa malu sehingga ia tak tersungkur pada jurang fitnah. Una tetap berjuang memagari dirinya dengan dzikir dan Al-Qur'an hingga hawa nafsu tak menguasai jiwanya.

Jangan gelisah soal jodoh, itu urusan Gusti Allah. Semua akan ada waktunya. Sekarang waktunya mendidik diri dulu, biar nanti anak-turun kita terdidik.

Sekarang, nama Abdullah Kafabihi kian harum dan menggema di seantero pesantren. Setelah minggu lalu pemuda itu terpilih sebagai juara kitab Fathul Mu'in di event MQK se-provinsi DIY. Konon, event tersebut masih menyambung dengan event MQK antar pesantren Madrasah Aliyyah dan Tsanawiyyah bulan depan.

Bahkan akhir-akhir ini, Bu Nyai Fatma sering meminta pemuda itu datang. Konon, Bu nyai sampai merekomendasikan Kafa menjadi ustadz pembimbing di komplek asrama Madrasah Aliyyah pada Kyai Afif, yakni keponakannya yang sekaligus menjadi pengasuh komplek tersebut.

Beberapa santriwati Sayyida Al-Hurra selalu heboh tiap kali pemuda itu datang. Meski begitu mereka juga dibuat penasaran, kenapa Kafa tampak spesial bagi Bu nyai Fatma? Apakah pemuda itu masih sanak saudaranya?

Berbeda dengan yang lain, Una tahu betul alasan kedekatan itu. Seperti halnya Bu Nyai yang menganggap dirinya selayaknya anak sendiri, hal itu juga berlaku bagi Kafa, sang anak Kyai Badri.

Minggu pagi, selepas kegiatan Maqbaroh, Una yang tengah mencuci baju di kamar mandi rooftop mendengar sayup-sayup temannya saling berbisik gaduh.

"Ada apa, Tsan?" tanya Una penasaran saat melihat Tsania berjalan tergesa depan lawang pintunya.

"Biasa, Ning. Di bawah ada Mas Kafa."

Una hanya ber O pelan.

Gadis itu tak bisa membohongi dirinya. Sebagian dirinya begitu ingin seperti yang lain, sekedar melihat sosok itu walau sebentar. Namun sebagian lain dirinya membuatnya bertahan di tempat. Mengikuti hawa nafsu hanya akan membuatmu terjerat pada fitnah. Lagi pula setelah melihatnya apa yang kau dapat?

"Ganteng, banget, loh."

"Uwis, nanti ambyar, loh hafalanmu!" sahut Salwa.

"Loh, kok ada Naora di bawah, mau ngapain?"

"Naora ... Naora," decak Tsania.

"Kayaknya dia ditimbali Bu Nyai," sambung Hindun.

Una berusaha menebalkan kupingnya. Menyikat bajunya lebih cepat lantas menyiramnya dengan air.

Tak lama, gadis itu lalu berjalan keluar untuk menjemur beberapa cuciannya. Matahari belum terlalu menyengat, namun sudah cukup panas untuk mengeringkan jemuran.

"Ning, sini," seru Tsania yang disusul cengengesan temannya yang lain.

Una hanya tersenyum kecil. Lantas menyambar gayung dan handuknya menuju kamar mandi.

Seperti biasa, Ning Una selalu tampak tak tertarik dengan urusan begituan, memang jos Ning yang satu ini, pikir Tsania.

NING, Dan Sebuah Kisah Dalam Hening Where stories live. Discover now