Bab 28. Isyarat Semesta

841 85 40
                                    

Gadis itu menengadah. Pandangannya terbenam pada langit yang kelam. Polusi cahaya di bumi telah memadamkan kerlip bintang, menyisakan rembulan dalam keheningan panjang.

Sejak tadi, suara kerumunan orang bergelung di udara. Derap langkah dan kelakar tawa saling bertaut, tapi hanya kesunyian yang terdengar riuh di dalam hati seorang Manunal Ahna.

Kini, dalam bingkai matanya tercetak wajah seseorang. Seorang pemuda yang tengah bersiap membaca susunan acara dalam peringatan puncak haul Al-Maghfurlah Kyai Fardan.

"Mas MC-nya ganteng, ya, Mbak," celetuk Nisrin membuat Una tergagap menoleh.

Setelah melihat Una mengulum senyum, Nisrin kembali berkata. "Mbak Una kenal?"

Una mengangguk pelan. "Namanya Mas Kafa dari komplek Al-Manshuriyyah."

Diam-diam, Una merasakan dadanya berguncang saat menyebut nama itu. Perasaan baik mengetuk hati, menjemput lengkungan di bibirnya.

Mata bening gadis itu berbinar, wajahnya berpendar antusias. Rasanya sudah sangat lama ia tak melihat Kafa sejak terakhir di acara rapat pembubaran panitia MQK.

Pemuda itu seakan hilang begitu saja, meski begitu, Una masih mendengar sedikit kabar tentang Kafa yang katanya menjadi salah satu santri perwakilan pondok dalam acara Bahtsul Masail yang diadakan Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) dan bertempat di pondok pesantren Lirboyo, Kediri.

Setiap kali Una mendengar prestasi Kafa, ia akan bertambah rajin dan semangat untuk ziyadah dan muroja'ah. Gadis itu tak mau kalah, Kafa semakin dekat dengan mimpi dan cita-citanya, maka Una juga harus demikian.

"Ummi?"

Lamunan gadis itu tersentak. Seorang perempuan muda berwajah ayu dari barisan belakang tiba-tiba mengecup takzim tangan Ummi Nafis yang duduk di barisan depan Una.

Una menyaksikan umi-nya tersenyum dan terlibat obrolan hangat dengan perempuan berwajah asing itu.

"Loh, sampeyan sekarang di Jogja, toh, Nduk?"

"Nggih, Mi," jawab perempuan itu. "Dari Sleman sengaja ke sini karena dengar kabar kalau Abah Yai Kafabihi yang akan mengisi mauidhol hasanah-nya."

Setelah obrolan tersebut, perempuan itu kembali bergabung dengan rekannya yang tengah menggendong seorang balita.

"Sinten, Mi?" tanya Una sedikit penasaran.

"Santriwati Ummi, alumni MA Bahrul Falah, Na."

Una ber-O pelan.

Setelah Ummi Nafis kembali sibuk mengobrol dengan bu nyai lain, Nisrin yang duduk tersekat dua kursi dari sebelah kanan segera menepuk pelan bahu Una hingga gadis itu menoleh.

"Siapa tadi, Mbak?"

"Santriwati-nya Ummi, Dek."

Kening Nisrin tampak mengerut. "Kayak gak asing, loh wajahnya."

Una hanya menanggapi dengan ulasan senyum.

Para tamu kehormatan duduk di kursi paling depan. Di antaranya yakni Dr. KH Kafabihi Ahmad serta kyai-kyai lain serta pejabat yang kebanyakan merupakan alumni pesantren Al-Dalhar, khususnya komplek Salaf.

Acara diawali dengan lantunan sholawat serta pembacaan maulid dari grup hadroh Al-Dalhar yang berasal dari komplek Huffadzh.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

NING, Dan Sebuah Kisah Dalam Hening Where stories live. Discover now