Dieciocho

6.3K 742 62
                                    

•••

Renjun berlari kecil menuju Universitas. Hari ini dirinya terlambat bangun.

Pemuda Huang melangkah dengan terburu buru, namun sesekali membalas sapaan yg ditujukan untuknya.

“Siang renjun...”

“Siang juga..”

“Hai manis.”

“Hai juga untukmu..” Diiringi oleh tawaan kecil. Mereka tahu jika renjun pemuda yg ramah.

“Hei, berhati hatilah ketika berjalan. Kau bisa jatuh.”

“Ugh, terima kasih.”

Kaki jenjangnya terus melangkah lebih lebar. Ia ingat betul hari ini giliran presentasi Tim mereka. Ini akan menjadi buruk jika renjun terlambat datang sedikit saja. Tentu point tim mereka akan dikurangi oleh Dosen.

Dan sepertinya keberuntungan ada di pihaknya. Kelas belum masuk dan itu membuat renjun bernafas lega. Untunglah.

Renjun mengambil kursi yg berada di urutan ketiga dari depan. Sambil mencoba menarik nafas dalam dalam sebab datang dengan buru buru.

“Kau datang? Ku pikir dirimu berhalangan hadir.” Si kecil Huang menoleh ketika mendengar seseorang berbicara kepadanya.

“Aku juga pikir begitu. Tapi untunglah kelas belum masuk jadi presentasi kita tidak mengalami kendala.” Balas renjun tersenyum.

“Apa menurutmu Tim kita akan menang?”

“Tentu kenapa tidak.” Jawab yakin guanlin.

Renjun menggaruk tengkuknya, “Bukannya aku tidak yakin dengan hasil kerja kita. Hanya saja mengingat Pak Dosen yg selalu mengomel itu membuatku sedikit pesimis.”

“Ingin bertaruh?”

Renjun menukikkan kedua alisnya bingung. Haruskah? “Dengar, aku percaya percaya saja bila Tim kita yg akan menang. Tapi bisakah kau memahami keresahanku?”

“Hanya sebatas traktiran di caffe. Bagaimana?”

Reaksi renjun diam untuk beberapa saat, matanya menelisik masuk dalam bola mata sang pria bernama Guanlin. Sebelum akhirnya mengangguk pertanda setuju. “Persiapkan dompetmu kalau begitu. Ehmm...”

Seketika itu juga suara tawa dari guanlin terdengar renyah ditelinga, bisa bisanya mereka sudah mengobrol tetapi belum sempat berkenalan.

Guanlin mengulurkan tangannya kearah renjun. “Aku Lai Guanlin. Kau bisa panggil aku dengan sebutan apapun. Senyamanmu.”

Renjun mengangguk, “Guanlin, tak masalah?”

“Ya, tak apa. Namamu Renjun kan?”

Kepala si manis mengangguk dengan sedikit tawa sebagai tanggapan.

Guanlin memperhatikan renjun lekat. Mentraktir sang pujaan hati tidak akan membuatnya jatuh miskin. Bukankah ini yg dinantikannya?

Tak lama kemudian sang dosen masuk. Para mahasiwa segera membentuk Tim yg sebelumnya telah di pilih. Tak terkecuali renjun yg sudah berada di depan.

EMEIS || HYUCKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang