9# Kehidupan Vano

9 2 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

=======

Tin! Tin!

Vano membunyikan klakson motornya ketika ia telah sampai di depan sebuah rumah dengan pagar besi berwarna hitam yang menjulang tinggi.

Tak lama setelahnya, seorang satpam membukakan pintu gerbang untuknya.

"Eh? Selamat sore, Den Vano." Pak satpam yang bernama Purnomo atau kerap disapa Pak Pur itu menampilkan senyum terbaiknya pada si putra tunggal pemilik rumah tempat ia bekerja ini.

Ya, di sinilah Vano sekarang. Ia tidak langsung pulang ke apartemen setelah pulang dari latihan tadi, melainkan ia mendatangi rumah orang tuanya untuk memenuhi panggilan sang papah yang menyuruhnya untuk datang. Walaupun sebenarnya ia ada janji dengan Rafi, Diki, dan Roni untuk nongkrong di apartemen miliknya, tapi vano memutuskan untuk mendatangi kediaman orang tuanya terlebih dahulu, mungkin ini tidak akan memakan waktu lama? Biarlah mereka bertiga menunggu dirinya apartemen. Sudah biasa bagi mereka memasuki apartemen Vano layaknya apartemen sendiri. Bahkan Roni, Rafi, dan Diki sudah tau pasword unit apartemen milik Vano.

"Assalamualaikum, Pak Pur." Vano mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam, Den. Silahkan masuk."

"Makasih, Pak." Vano kembali menjalankan motornya memasuki halaman rumah yang begitu luas ini.

Selesai memarkirkan motor hitam miliknya, Vano berjalan untuk masuk ke dalam rumah.

Ting! Tong!

Ia menekan bel rumah dan tak lama dari itu Mbok Arum sebagai asisten rumah tangga di rumah ini pun membukakan pintu.

"Eh? Den Vano pulang?" Tanya Mbok Arum heran melihat majikan mudanya ini pulang tak seperti biasanya.

"Assalamualaikum, Mbok"

"Waalaikumsalam."

"Papah ada, Mbok?"

"Ada di ruang keluarga lagi.." Mbok Arum tak melanjutkan ucapannya.

"Lagi.. anu Den."

Vano mengangkat sebelah alisnya bertanya.

"Lagi.. sama ibu berantem."

Vano menghembuskan nafasnya. Lagi dan lagi ia selalu disuguhi keributan ketika ia pulang ke rumah.

"Yaudah saya masuk dulu."

"Silahkan, Den." Mbok Arum membiarkan Vano masuk.

Prangg!!

Baru saja Vano memasuki ruang keluarga, sebuah guci tiba-tiba melayang ke arah Vano dan mendarat tepat di hadapannya, jika satu jengkal lagi saja Vano maju, guci itu pasti sudah mengenai tubuhnya.

"Vano? Kamu di situ?" Ucap Radit (papahnya Vano), dia jugalah yang tadi melemparkan guci ke hadapannya.

Vano terdiam.

"Mas udah, kamu jangan berlebihan dong! Liat kelakuan kamu ke anak kamu sendiri, hampir aja kamu buat Vano celaka." Ucap Nita (istri Radit sekaligus ibu tirinya Vano).

KAMU BERHARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang