2# Hidup Baru Fanya

13 3 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

=======

Bandung

Setelah menempuh perjalanan yang membosankan bagi Fanya, akhirnya Fanya, Nadya, Sila, dan Fadlan telah sampai di Bandung. Kini mereka tengah berdiri di depan sebuah rumah berpagar hitam nan tinggi. Fanya melihat bangunan rumah yang ada di depannya. Kesan pertama yang ia berikan, ini cukup mewah, tidak berbeda jauh dengan rumahnya yang ada di Jakarta.

"Gimana suka gak rumahnya?" Sila merangkul kedua anaknya seraya bertanya.

"Suka kok, gak jauh beda kayak yang di Jakarta." Hanya Nadya yang menjawab, sedangkan Fanya hanya mengangguk seraya tersenyum kecil.

Tak lama dari itu terdengar suara motor mendekat. Benar saja, sebuah motor berhenti tepat di hadapan mereka, menampakkan seorang pria menggunakan baju hitam, jeket hitam, dan celana hitam. Menyeramkan memang, membuat Fanya takut lalu bersembunyi di balik tubuh Sila meminta perlindungan.

"Assalamualaikum." Orang itu memberi salam.

"Waalaikumsalam." Fadlan, Sila, dan Nadya menjawab salamnya.

"Sudah lama sampai Om, Tante?" Tanya pria tersebut seraya menyalami Fadlan. Sedangkan pada Sila, Nadya, dan Fanya, dia hanya menangkupkan kedua tangannya.

"Enggak, kami baru aja sampai." Jawab Fadlan

"Maaf, Om sudah menunggu. Ini kunci rumahnya." Pria tersebut terlihat memberikan kunci pada Fadlan dan langsung diterima Fadlan dengan hangat.

Fanya pun membuang nafas lega.

"Oh, jadi Mas yang rumahnya dibeli sama papah, ya? Saya kira penjahat, abis bajunya nakutin." Celetuk Fanya. Namun, dapat Fanya akui pria di hadapannya ini memiliki paras yang menawan.

"Fanya, dijaga ucapanya! Ini Bima, anak Pak Kiyai Abdullah, yang punya Pondok Pesantren Darusman tempat kakak kamu mondok." Fadlan menegur.

"Oh? Ya maaf, abis gak ada yang bilang. Maaf ya, Mas."

"Iya, gak papa." Bima tersenyum memaklumi.

"Yaudah mari masuk. Pak Dodit, Pak Herman tolong bantu saya turunkan barang-barangnya, ya. Kalo Bi Irah tolong bantu beres-beres di dalem, ya." Ujar Fadlan meminta tolong pada tiga pegawainya yang ia boyong untuk ikut pindah ke Bandung. Beliau-beliau ini sudah sangat dekat dengan keluarga Fadlan, sedari Nadya kecil mereka sudah bekerja di rumah Fadlan. Kecocokan Fadlan dan keluarga pada para pegawai ini membuat mereka enggan untuk mencari pegawai baru.

"Biar saya bantu juga, Om." Bima ikut membantu mengangkat koper-koper.

"Aduh.. makasih ya, Nak Bima."

"Sama-sama, Om."

"Yaudah kalo gitu kita masuk duluan, ya Pah." Para wanita pun masuk terlebih dahulu ke dalam rumah sekaligus berkeliling melihat bagian rumah baru mereka yang sama sekali belum pernah mereka lihat sebelumnya karena memang mereka pindah secara mendadak, alhasil beli rumahnya juga dadakan. Untung saja ada Kyai Abdullah (Bapaknya Bima) yang mau membantu Fadlan dan keluarga untuk mencari rumah yang cocok untuk mereka.

Enam tahun Nadya mondok di pesantren milik Kiyai Abdullah, membuat hubungan mereka semakin erat. Sehingga ketika salah satu dari mereka membutuhkan pertolongan pasti dengan cepat yang lainnya akan membantu sebisa mungkin. Kalo untuk sekolah Fanya, Fadlan meminta tolong sekertarisnya mencarikan sekolah untuk anaknya ini. Sedangkan Nadya, Fadlan membiarkan Nadya untuk memilih sendiri universitas mana yang cocok untuk dirinya.

KAMU BERHARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang