7

36.6K 4.2K 968
                                    

Nah klo votenya ngebut gini kan makin cinta diriku ini sama kalian😍

Yg ini santuy aja gk usah buru², tapi klo sampe Sabtu depan belum mentok target... Yo alamat wes bar! Update tak undur.


⚠️

• Update 2x seminggu
• Vote 1k & komen 500+ (klo sampe hari jadwal up target belum terpenuhi, tentu bakal ku tunda update!)


***


Mata yang biasa menatap lawannya dengan lembut, kini terbuka perlahan. Mengerjap dengan elegan, beradaptasi dengan cahaya yang menyilaukan retinanya.

Gandi mengubah posisinya menjadi duduk, mengumpulkan nyawanya. Mulutnya hampir terbuka memanggil seseorang namun ia katupkan lagi saat sadar dirinya tak berada di  tempat tinggalnya sendiri.

Karpet dan bantal usang serta harumnya masakan membuat Gandi samar-samar teringat ia sekarang dimana.

Mari bantu Gandi mengingat apa yang terjadi semalam. Terjadi sesuatu dikediamannya yang membuat dirinya pergi ke tempat hiburan dan minum arak bersama tangan kanannya, ia terpisah entah karena itu efek mabuk, lalu ingatan terkahirnya ia melihat sinar lilin di pemandian Jenar.

"Kau sudah bangun?" suara lembut nenek membuat Gandi menoleh.

Disana nenek, Ambar, dan Jenar tengah sarapan. Ambar menatap Gandi dengan judes, beda dengan nenek yang selalu menyambutnya dengan senyum. Dan hei? Kenapa Jenar sejak tadi tak mau menatapnya?

"Bangun dan makanlah, lalu segeralah pergi dari rumah kita tuan muda!" sarkas Ambar.

Gandi tak terlalu memusingkan ucapan Ambar, ia bangkit dan bergabung dengan mereka. Gandi melirik Jenar, gadis itu masih saja diam dan tak mau melihat kearahnya.

PLAK!

Gandi kaget ketika tangannya yang hendak mengambil cangkir di tampok oleh Jenar, saat mendongak ia melihat wajah galak Jenar dengan mata melotot.

"Kau mau langsung makan? Kau baru saja bangun, apa mulutmu tak pahit? Setidaknya jika tak mau mandi... Basuhlah wajahmu sana, jangan lupa kumur juga!" oceh Jenar.

Gandi melongo dengan ocehan Jenar yang...?
Seumur hidupnya belum ada yang pernah memperlakukan dirinya seperti tadi.

"Apa kau bilang? Kau beran--

"Ya aku berani! Bangunlah, badanmu bau arak!" potong Jenar.

Ambar menahan tawanya, sementara nenek terdiam. Nenek tua itu tak mau ikut kena oceh Jenar jika membela si tampan.

"Kau tak tahu siapa ak--

"Simpan rengekanmu nanti tuan muda, apa salahnya cuci muka sebentar sih?!" kali ini Ambar ikut bicara.

Gandi makin melongo, hei! Lihat siapa yang bicara soal kebersihan sekarang. Akhirnya mau tak mau Gandi bangkit kebelakang untuk membasuh wajahnya dan berkumur.

Saat kembali duduk, Jenar menyodorkan cangkir kearahnya. Gandi mengernyit saat mendapati air hangat, biasanya dipagi hari ia akan di suguhi teh nikmat.

"Itu akan meringankan sedikit pusing di kepalamu, minumlah." Ambar lalu mengambilkan nasi untuknya.

"Kau yang memasak ini nimas?" tanya Gandi, lidahnya merasakan rasa asing yang enak.

Jenar mengangguk, tak banyak bicara.

Gandi merasa menelan batu besar, ia rasa ada momen yang tak ia ingat semalam dan hal itu membuat Jenar marah.

Ah Jenar memang masih kesal dengan Gandi, karena pria itu Jenar kembali kena omel oleh Ambar semalaman. Jenar tak memberi tahu mereka yang sebenarnya ia masak sekarang adalah mpasi, huhuuu... Jenar sedang kehabisan ide untuk masak apalagi.

SEJIWO [21+] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang