8

32.8K 3.6K 734
                                    

⚠️

• Update 2x seminggu
• Vote 1k & komen 500+ (klo sampe hari jadwal up target belum terpenuhi, tentu bakal ku tunda update!)

***

Jenar menatap Ambar yang makan daging ayam dengan lahap didepannya. Lihatlah gadis kurus itu, makan dari uang hasil kerjanya.

Ho ho ho, Jenar tadi sempat tertawa jahat didepan Ambar saat Kinasih membagikan koin ke dirinya...dan jumlahnya jauh lebih banyak dari kerja Ambar yang menguras tenaga saat itu.

Jenar tak paham akan perhitungan pecahan koin di jaman ini, tapi yang ia lihat tadi Ambar membayar dua koin dan sekarang sudah ada tiga porsi ayam dan dua gelas teh di meja mereka.

Jenar belum memberi tahu Ambar perihal koin yang ia sembunyikan dibalik jariknya, sekantung koin yang diberikan oleh pemuda tampan.

"Kau tak makan?" tanya Ambar dengan mulut belepotan.

"Makan saja, aku kenyang...dan jangan lupa pesankan juga untuk nenek yah buat besok."

"Baiklah, tak kusangka kau bisa berguna gendut. Tahu begini, sudah kusuruh kau menyanyi saja sejak awal." Ambar mengatakannya tanpa dosa.

Jenar menghembuskan nafasnya, ia sedang tak mau meladeni ejekan Ambar sekarang. Perasaannya sedang dibuat tak karuan, mm bagaimana mengatakannya yah? Jenar sadar ia perempuan normal, ia juga gampang kesemsem kalau melihat pria tampan.

Dan akhir-akhir ini kenapa ia merasa terus bertemu pria tampan yah? Dari mm pria di sungai, Gandi, lalu pria di rumah hiburan tadi.

Hhh, tapi sudahlah... Lagi pula, tak mungkin pula Jenar bisa menggapai pria di jaman ini kan?

Bibir Jenar mengembang ketika ia sadar kalau lingkungan di desa ini sekarang sudah mulai bersih, udarapun sudah tak sebau seperti pertamakalinya ia datang. Para warga juga ada yang sudah tak memakai kain untuk masker.

"Jenar!"

"Ah ya?"

"Kau ini kenapa sih? Melamun terus sejak tadi." Ambar mengelap tangannya dengan kain.

"Tak apa, aku hanya senang sepertinya warga sudah mulai menerapkan hidup sehat yah."

Ambar manggut-manggut. "Ya kudengar warga di gerakkan oleh para tabib istana, huh aku saja sempat kaget... Tumben sekali raja bodoh itu mau memperhatikan rakyatnya."

Jenar mengernyit, ini benar-benar mengganggu pikiran Jenar.

"Tunggu tunggu! Tadi kau bilang apa? Tabib kerajaan?" tanya Jenar mengulang.

"Ya, tabib kerajaan."

Alis Jenar mengerut. Pikirannya kembali ke ucapan Gandi yang saat itu bilang akan menyuruh beberapa tabib untuk melakukan metode pengobatannya untuk orang-orang.

Apa...ini hanya kebetulan atau?

"Ambar," panggil Jenar, wajahnya menatap si cungkring serius.

"Hmm?"

"Kau mencurigai Gandi kan?"

Ambar menggeplak meja. "Tentu saja! Aku akan selalu waspada pada mereka, terutama para bangsawan."

Jenar menelan ludahnya. "Ambar, apa kau pernah melihat anggota kerajaan?"

Ambar terlihat mengingat-ingat. "Aku pernah melihat Gusti Raja sekali saat itu, dia menaiki kuda dengan percaya diri. Wahh walaupun aku tak menyukai beliau, tapi jujur... Dia punya aura yang kuat."

SEJIWO [21+] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang