[21] Panti

34 3 1
                                        

Kara bangun terlambat pagi ini. Ia bangun pukul 9 pagi. Hanya ada dirinya dengan sang anak sulung. Sepertinya suaminya sudah bekerja tanpa membangunkannya. Jay, bungsunya yang semalam tidur di brankar sebelah pun sudah tak ada saat ia terbangun.

Kara membuka gorden yang menutupi cahaya masuk dari jendela ruangan. Vio yang merasa silau pun mengerjapkan matanya.

“Eh udah bangun kak?” Vio menjawabnya dengan gumaman.

Pandangannya tertoleh pada brankar disebelahnya yang sudah kosong. “Jay mana Ma?”

Kara menggeleng. “Nggak tau, Mama juga baru bangun.”

“Papa?”

“Kayaknya berangkat kerja.”

“Minggu pun gak libur?”

Kara tersenyum. “Mungkin memang lagi banyak pekerjaan kak.”

“Sarapan dulu ya? Sini Mama suapin.” Kara mendekat, membantu Vio untuk duduk bersandar dengan bantal. Mengambil semangkuk bubur yang telah tersedia di meja nakas dan mulai menyuapi Vio dengan telaten.

Ceklek

Lily masuk dengan membawa satu kantong plastik sebagai buah tangan. Senyumnya terbit saat Kara dan Vio juga tersenyum kearahnya.

Lily mendekat dan mencium tangan Kara. “Pagi tante.” Sapanya.

“Pagi juga sayang.”

“Kak Vi apa kabar?”

“Baik kok. Kamu gak apa-apa kan?”

Lily menggeleng sambil tersenyum. “Makasih kak udah nyelamatin aku.”

“Udah tugas aku Ly.”

Pandangan Lily menyapu ke setiap sudut ruangan kala tak mendapati sosok yang ia cari. “Jay kemana tante?”

“Nggak tau. Paling juga keluyuran anak itu. Anak itu memang susah diatur.”

“Mama apaan sih, nuduh Jay yang engga-engga.”

“Setelah dia bikin kamu kaya gini, kamu masih baik sama dia?”

“Ini bukan salah Jay. Udah tugasku sebagai kakak buat lindungin dia Ma. Stop nyalahin Jay lagi. Semua ini kecelakaan.”

_______________

Saat ini Jay sedang berada di warung seperti biasa bersama teman-temannya. Baru saja selesai acara makan-makan dalam rangka merayakan kemenangan tim basket kemarin.

Tadi pagi-pagi sekali, Jay meminta Jeje untuk menjemputnya karena motornya disita. Untung saja saat itu infusnya sudah dilepas, meninggalkan perban bekas infus. Jadi, ia lebih leluasa untuk keluar dari rumah sakit.

Tentu saja ia keluar diam-diam. Kara, Angga dan Vio masih tidur diposisinya masing-masing. Ia tak enak jika melewatkan perayaan ini, karena ia adalah tim inti.

Jay meminta Jeje untuk membawa jaket serta celana untuknya. Tak lucu jika ia bergabung dengan pakaian rumah sakit. Selesai acara, ia memutuskan untuk ke warung Mang Rojak dan mengabari Hesa serta Shaka agar menyusul.

Dan disinilah mereka sekarang. Bercanda gurau di warung Mang Rojak.

"Eh Jay, itu plester lo gamau di copot? Ngeri gue, berasa tangan gue juga ditusuk jarum."

Jay menatap punggung tangannya yang terdapat plester putih bekas infus. "Nggak ah. Biarin aja."

"Eh kalian udah denger belum?" Hesa memasang mode serius bak emak-emak yang hendak memulai gosip.

"Katanya nih ya, pantinya Bunda Nawang mau digusur." lanjutnya.

"Hah? Beneran lo? Jangan bercanda anjir."

"Suer... Tadi gue denger pas emak gue ngerumpi depan rumah."

"Kenapa bisa gitu?"

"Gatau dah. Pokoknya ada yang liat bapak-bapak pake jaket item marah-marah ke Bunda Nawang. Terus katanya sampe obrak-abrik panti juga."

"Wahh gabisa dibiarin ini. Awasin terus Sa. Kalo orang itu balik lagi kita langsung tancap gas."

Dering dari ponsel Jay mengalihkan perhatian semuanya. Panggilan dari Lily. Jay mengode teman-temannya agar tak mengeluarkan suara, kemudian menjawab teleponnya.

"Halo."

"Lo dimana sih? Masih sakit juga keluyuran aja."

"Gue di warungnya Mang Rojak. Kenapa?"

"Gue dirumah sakit, niatnya mau ngecek lo. Eh malah lo-nya nggak ada."

"Gue udah nggak pa pa."

"Dasar keras kepala. Awas aja kalo ngeluh sakit ke gue." Lily mematikan panggilannya secara sepihak membuat Jay terkekeh kecil. "Lucu banget sih dia."

"Ayo dah kita balik. Lagian lo juga baru sembuh. Ayo Jay gue anter balik ke rumah sakit." ajak Jeje.

"Gue nebeng Hesa aja."

"Mau ngapain? Rumah Hesa sama rumah sakit beda arah kali Jay."

"Mau mampir ke panti."

"Jangan gegabah Jay, lagian masalah ini masih simpang siur."

"Bukan itu. Ini nggak ada hubungannya sama yang diomongin Hesa."

"Hadeh, yaudah deh. Ayo balik Shak." Shaka mengangguk menyetujuinya kemudian menaiki motor masing-masing.

_______________

Jay sudah sampai didepan panti asuhan dengan Hesa tentunya.

"Gue tinggal gapapa Jay? Nyokap gue nyuruh balik cepet soalnya."

"Gapapa. Nanti gue bisa naik ojek. Usah sana pulang." Hesa mengangguk kemudian melambaikan tangannya sekilas. Dan motornya melaju setelahnya.

Jay mulai masuk kedalam panti asuhan tersebut. Mengetuk pintu beberapa kali menunggu seseorang membukakannya. Tak lama, tampak Bunda Nawang yang membuka pintu. Kemudian Jay mencium tangannya memberi salam.

"Ira-nya ada Bunda?"

"Ada di dalam. Ayo masuk dulu."

Jay duduk disofa ruang tamu menunggu Bunda Nawang memanggilkan Ira. Tanpa menunggu lama, Ira datang sambil membawa sebuah nampan berisi segelas minuman.

"Diminum dulu Jay." katanya.

"Lo gapapa kan Ra?"

Ira mengernyitkan dahinya. "Emangnya aku kenapa?"

"Sorry, gara-gara gue lo jadi tawanan Sean."

Ira paham sekarang, kemana arah bicara Jay. Ia menggeleng pelan. "Bukan salah kamu Jay. Semua hanya kesalahpahaman."

"Sampaikan maafku ke Lily juga ya Jay." lanjutnya.

"Em... Maaf kalo lancang Ra, di panti nggak ada masalah apa-apa kan?"

Ira terdiam untuk sesaat. Tapi kemudian, senyumnya kembali mengembang diwajah cantiknya. "Aman kok Jay, kamu tenang aja."

"Kalo ada apa-apa gausah sungkan minta tolong sama gue atau yang lainnya Ra. Kita pasti bantu." Ira hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab.

"Kamu mau main dulu sama anak-anak?"

Jay tersenyum kemudian mengiyakan. "Iya."

______________

11 Juni 2023

.
.
.

Siap menuju ending?
Wkwkwk

Jangan lupa vote dan komen ♡

ANANTARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang