[10] Papa tau

32 3 0
                                    

Semalaman, Lily mengurung dirinya di kamar. Ia sedang tak mau bertemu dengan orangtuanya. Ia masih kesal perkara mereka yang membatasi pertemanannya. Apa salahnya sih temenan? Batinnya.

Berhubung besok adalah hari Minggu, ia berniat mengajak Jay keluar. Kemana saja terserah asal tidak dirumah. Ia pun mengirimkan pesan kepada Jay.

Jayyy

Besok keluar yuk Jay|
Lagi suntuk dirumah|

Alhasil, di Minggu pagi yang cerah ini, Jay sudah siap untuk keluar. Sebenarnya ia ingin langsung pergi saja, tapi Mamanya mencegah dan memintanya untuk sarapan.

"Mau kemana dek? Sini sarapan dulu." Jay tak bisa menolak. Ia duduk berserongan dengan sang Papa.

Angga tampak memperhatikan Jay yang sedang menyantap sarapannya dengan tenang. Tidak, bukan Jay, tapi pakaian Jay. Angga menelisik dari atas hingga bawah.

"Mau kemana udah rapi begitu?" Jay menoleh. Apa Papanya itu bicara padanya?

"Mau keluar Pa."

Angga memicingkan matanya. "Sama siapa?"

"Sama temen. Ma, Jay berangkat ya." Jay cepat-cepat menghabiskan sarapannya dan segera pergi. Ia tak mau Papanya semakin menghujaninya dengan pertanyaan.

"Iya hati-hati."

_________________

Disinilah mereka sekarang, disebuah kedai eskrim yang sering didatangi Lily saat suntuk. Kata Lily, makan eskrim bisa mengembalikan mood-nya.

Lily memesan eskrim vanilla dengan siraman coklat serta meses diatasnya. Sedangkan Jay, ia memesan eskrim coklat dengan taburan chocochips.

Mereka memakannya dengan santai. Sesekali, Jay mengusap sudut bibir Lily yang terdapat noda eskrim. "Pelan-pelan makannya. Gue gabakal minta." Lily terkekeh.

"Tau gak Jay? Dulu gue sering diajak kesini sama kak Vi." Jay menyimak.

"Tapi sekarang udah jarang. Bahkan gak pernah. Gue paham kak Vi semakin sibuk mendekati semester akhir."

"Lo boleh kok ajak gue kesini tiap hari."

"Ya gak tiap hari juga kali. Sakit perut baru tau rasa." Jay terkekeh.

"Kakak udah ngabarin Ly?" Lily menggeleng. "Gue udah liat kok postingan medsos kampusnya. Tapi gue gamau nethink. Gue mau kak Vi sendiri yang jelasin ke gue."

Jay ikut sedih melihat Lily yang terus mengaduk sisa eskrimnya hingga mencair. "Habis ini mau kemana?" Jay mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Terserah deh."

Akhirnya Jay membawa Lily ke taman setelah menghabiskan eskrimnya. Taman itu cukup ramai karena memang hari Minggu. Jay dan Lily duduk lesehan memakan jajanan kaki lima yang mereka beli tadi.

Mereka menikmatinya sambil melihat orang-orang yang berlalu lalang. Tiba-tiba seorang anak kecil datang membawa sebuah bunga. Anak kecil itu menelusupkan bunga tersebut ke telinga kanan Lily.

"Kakak cantik." Lily tersenyum. Anak itu kembali berlari menjauh. Lily pun menoleh ke Jay. "Lo ya?"

Jay berlagak tidak tahu. Padahal, tadi dia yang menyuruh anak itu saat Lily sibuk mengantre. "Apaan sih. Nih ya, katanya anak kecil itu kalo ngomong pasti jujur."

"Ah lo mah gitu." Lily tersipu malu.

"Makasih Jay."

_________________

Sore itu, Jay pulang mengantar Lily kerumah. Tatapan sinis ia dapatkan dari Mama Lily yang berdiri didepan pintu. Sementara ekspresi Lily yang tadinya ceria kini berubah murung. Ia masih di gerbang bersama Jay. Berat rasanya masuk kerumahnya sendiri.

"Masuk gih. Tuh ditunggu Mama lo." Lily memutar bola matanya malas. Ia masih marah dengan Mamanya. Dan sekarang, ia yakin Mamanya akan kembali berceramah.

"Harusnya tadi gue minta nganter kerumah Fasya aja."

Jay mengernyit. "Lah? Napa dah? Udah sana masuk."

"Lo nggak tau Jay." Lily melangkah masuk dengan gontai meninggalkan Jay yang masih di gerbang.

Setelah pintu rumah Lily kembali tertutup, ia pergi ke seberang jalan yang tak lain adalah rumahnya. Ia memarkirkan motornya di garasi. Sedikit heran saat mendapati mobil Papanya juga terparkir rapi disana. Tumben sekali Papanya dirumah sore-sore begini.

Ceklek

Jay melangkah masuk kedalam rumahnya. Samar-samar ia mendengar Papa dan Mamanya yang berdebat dilantai atas. Tepatnya dikamar Jay. Ada apa? Jay bertanya-tanya.

Setelahnya, Angga selaku Papa Jay turun dengan tergesa. Matanya nyalang menatap Jay. Melihat anaknya yang sudah pulang, Angga berjalan lebar menghampirinya.

Plakk

Wajah Jay menoleh kesamping saat telapak tangan Angga bersentuhan keras dengan pipinya. Apa salahnya?

"Berani-beraninya kamu khianati kakakmu sendiri!"

"Ada apa sih Pa?" Jay benar-benar bingung dibuatnya. Bahkan Kara yang baru turun pun hanya diam.

"Sejak kapan kamu rebut pacar Vio!!!"

Jay menggeleng pelan. "Astaga Pa. Jadi hanya karena itu? Hanya karena itu Papa nampar Jay? Jay sama Lily udah temenan dari kecil! Papa juga tau itu! Bahkan sekarang, kita juga satu kelas!"

"Tapi kamu juga harus tau batasan!! Bagaimana pun juga, dia pacar kakakmu! Jaga jarak sama dia!"

"Apa sih Pa?! Jay cuma hibur Lily biar gak sedih selama kakak KKN."

"Apa begitu caranya? Apa harus dengan jalan berduaan, makan berduaan? Ada banyak cara lain!" Jay terkejut. Bagaimana Papanya tau? Jadi benar, mobil yang tadi tak sengaja ia lihat melewati taman adalah mobil Papanya?

"Udah selesai? Gitu doang kan? Jay capek mau istirahat." Jay yang hendak melangkah pergi ditahan oleh Angga. Tangannya dicekal Angga. "Jangan melewati batasanmu!"

Jay tersenyum remeh. "Papa aja yang nggak tau seberapa brengseknya kakak." Jay menepis tangan Papanya yang masih bertengger di pergelangannya dan pergi meninggalkan mereka. Dapat ia lihat dari ujung matanya, Kara hanya diam menyaksikan. Ia yakin bahwa Kara juga setuju dengan perkataan Angga.

________________

Malam itu, Jay melewatkan makan malamnya. Kara kembali mengetuk pintu kamar untuk yang kesekian kalinya memintanya segera makan. Katakanlah Jay kekanakan. Tapi ia hanya tak ingin melampiaskan amarahnya ke mereka.

Jay tetap diam hingga suara Kara berhenti sendiri. Ia mengaktifkan ponselnya dan membuka aplikasi chat. Mengetikkan pesan di grub chat yang berisi ketiga temannya itu.

Nongkrong kuy|
Otw|

Tak menunggu balasan dari teman-temannya, Jay langsung menyambar kunci motor dan segera turun. Mengabaikan panggilan Kara dan juga makian Angga yang ada diruang keluarga.

Jay melajukan motornya ke tempat biasa. Sinar bulan dan juga lampu-lampu jalan menerangi perjalanannya. Ia melajukan motornya dengan kecepatan sedang sambil menikmati dinginnya angin malam.

Hingga tiba-tiba sekelompok pemotor menghalangi jalannya. Jay pun berhenti. Salah satu dari mereka melepas helmnya. Jay tak asing dengan wajah itu.

"Sena?"

_________________

18 Maret 2023

.
.
.

Next? Jangan lupa vote and comment❤

📍Publish tiap Sabtu📍

ANANTARA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang