CHAPTER 31. MEMORY

727 95 2
                                    

Di saat yang sama, Karina masih memandangi dua pasangan mesra yang ada di hadapannya.

'Aku di mana? Siapa mereka?' pikir Karina, hatinya mulai gelisah.

Tatapan Karina bertemu dengan wanita yang tersenyum padanya. Seketika, dunia di sekitarnya berubah putih, dan berbagai kenangan muncul cepat, seperti kaset yang diputar berkecepatan tinggi. Karina terpana; meski tahu bahwa itu bukan ingatannya, semua terasa begitu akrab, seolah kenangan itu adalah miliknya.

Dalam salah satu ingatan, muncul seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang sedang bermain di taman.

"Hee-ya"

Karina menoleh ke arah suara yang datang dari belakangnya. Saat ia berbalik, wanita itu berjalan menembus tubuh Karina, mendekati anak laki-laki yang bermain tersebut.

"Ibunda!" Anak itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangan.

Karina menangkap jelas mata biru anak laki-laki itu, mata yang membuatnya teringat pada seorang pria yang ia cintai.

'Apakah anak itu Heeseung? Jika benar, maka... wanita itu adalah ibu Heeseung?' gumam Karina dalam hati. Matanya menangkap bahwa wanita tersebut memegang sebuah kamera dan merekam kegiatan anaknya. Saat Karina ingin mendekat untuk melihat lebih jelas, ingatan itu tiba-tiba berganti.

Sekarang, Karina berada di sebuah kamar yang tak asing—kamar tidur yang biasanya ia tempati.

"Lady, sudah waktunya."

Suara dingin dan mengerikan itu membuat Karina merinding tanpa sadar. Ia mencari sumber suara dan melihat sosok ibu Heeseung duduk lemas di depan pintu, dengan bayangan seseorang di hadapannya. Sosok tersebut tak bisa Karina lihat dengan jelas karena terhalang siluet cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Karina mencoba mendekat, tetapi tubuhnya terasa terkunci, tak bisa digerakkan.

Lady lee batuk darah, "Saya tidak akan membiarkanmu membuka ruangan ini. Meskipun harus mati di tanganmu... Berty!" ujar ibu Heeseung lemah.

Seketika, cahaya menyilaukan mengaburkan pandangan Karina, dan ia pun tersadar dari penglihatannya. Nafasnya memburu, dan ia menoleh ke arah ruangan terkunci yang disebut-sebut sebagai tempat terakhir ibu Heeseung bernafas.

"Apakah tadi aku bermimpi?" gumam Karina sambil memijat kepalanya yang terasa pusing. "Tidak! itu bukan mimpi, tapi ingatan."

Tatapan Karina berubah tajam, mencoba mengingat semua hal yang baru saja ia alami. Semuanya terasa nyata, seakan ia sendiri yang mengalaminya. Perlahan, ia bangkit dan berjalan menuju pintu ruangan terkunci itu. Tangannya terulur, memegang gagang pintu, mengingat-ingat kembali potongan kenangan tadi. Dengan perlahan, Karina memutar gagang pintu...

Tak!

Pintu itu terbuka dengan mudahnya. Karina tak percaya pada apa yang dilihatnya. Pintu itu terbuka seolah tak pernah dikunci. Ia perlahan membuka pintu dan melihat perpustakaan yang sama seperti yang pertama kali ia lihat. Kenangan itu kembali melintas di benaknya, termasuk sikap dingin Heeseung yang sore tadi mengusirnya. Semua itu membuat hatinya sedih dan merasa bersalah.

'Sebenarnya bagaimana aku bisa berakhir di sini, dan dengan perasaan ini?' batin Karina, matanya mulai berair.

Sejak Heeseung mengusirnya, Karina sudah bertekad untuk pergi segera setelah berhasil membuka pintu ini. Karena itu, ia ingin menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya kepada Heeseung sebelum benar-benar pergi. Awalnya, Heeseung menyambut perasaannya dengan lembut, tapi sikap dinginnya sore tadi menghancurkan hati Karina.

Ketika hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba Karina teringat pada Heeseung.

'Benar! Aku harus memberitahu Heeseung tentang ini. Bagaimanapun, dia sangat menantikan terbukanya ruangan ini.'

Perlahan, Karina menutup pintu itu kembali dan duduk bersandar di depannya, menenggelamkan kepalanya di atas lututnya.

"Aku seharusnya tidak di sini, dan tidak jatuh cinta padanya. Ini hanya akan membawa bencana," gumam Karina, teringat kenangan ibu Heeseung yang begitu menderita akibat para vampir yang terus menargetkannya. Meskipun begitu, ibu Heeseung tak pernah ingin meninggalkan pria yang dicintainya. Di samping pria itu, ia tampak seperti wanita paling bahagia yang pernah Karina lihat.

"Bisakah aku tinggal dan bahagia seperti itu, meskipun hanya sementara?" ucapnya lirih.

'Kurasa Heeseung akan marah dan membenciku,' pikir Karina, berusaha menahan agar air matanya tak jatuh.

The Blood [HEERINA] END S1_REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang