03

49 17 3
                                    

Semesta meringis pelan saat samudra mengoleskan salep pada kulit nya yang sedikit melepuh.

Samudra memandang semesta " Gue juga bilang apakan? Coba kalo gue ga maksa lo berenti, siapa yang mau obatin tangan lo? " Semesta tersenyum tipis, ya samudra lah yang mengajak nya berhenti di taman yang tak jauh dari rumahnya.

" Lo jangan terlalu mikirin orang lain sampe ga peduli sama diri lo sendiri ta"

Semesta menatap samudra yang fokus mengobati lukanya, gadis itu tersenyum tipis "Mikirin orang lain ngebuat diri gue ngerasa berguna dra" Ucapan itu membuat samudra yang sudah selesai mengobati luka nya menatap nya dengan pandangan yang sulit di mengerti.

"Ini yang buat gue selalu pengen di samping lo, karena lo ga perduli sama diri lo sendiri ta" Samudra menghela nafas pelan, "Lo itu berguna ta, ga mungkin lo hidup kalo lo ga berguna " .

Semesta tersenyum kecut "Gue ga berguna dra, keluarga gue aja ngomong gitu, gue cuma beban, cuma benalu di kehidupan orang lain".

Samudra menatap semesta memegang kedua bahu gadis itu agar menatap nya
"Mungkin itu menurut lo dan keluarga lo, tapi lo harus liat orang di sekitar lo ta, lo berguna bahkan berharga buat orang lain, orang yang sayang sama lo, lo bukan ga berguna ta, karena emang lo bukan barang tapi lo berarti, jadi lo liat diri lo sendiri jangan kaya gini terus lo bukan beban lo bukan benalu setidaknya buat hidup gue dan bunda, buat hidup orang orang yang sayang sama lo, lo berarti semesta".

Semesta menatap samudra, laki laki itu langsung memeluknya "Lo masih punya gue sama bunda meta"

Semesta menatap sendu langit yang sudah semakin gelap "Makasih arka" Gumam gadis itu membalas pelukan samudra.

" Gue anter lo balik ya? " Semesta mengangguk, hatinya menghangatkan setiap kali bersama samudra.

3³3³3³3³3

"Dra lo langsung balik aja yah" Samudra menatap heran semesta

"Kenapa? " Samudra memperhatikan semesta raut wajah nya terlihat sedikit ketakutan.

" Gapapa, ini kan udah malem takut bunda khawatir sama lo"

Samudra memincingkan matanya
" Gaada yang lagi lo umpetin kan? "

Semesta mengangguk seraya tersenyum " Iya, udah sana gue udah ngantuk ni sampe ketemu besok ya"

Samudra menghela nafas pelan, akhirnya laki laki itu mengangguk dan pergi dari rumah semesta.

Semesta menatap kepergian samudra dengan senyum tipis, gadis itu berdiri di depan pintu rumah nya yang besar dan pintu rumah nya yang hanya dia sendiri yang tinggal di dalamnya.
Semesta memejamkan matanya sejenak sambil mengatur nafasnya, gadis itu membuka pintu rumah yang bernuansa putih lalu menutupnya, berjalan kearah kamar seolah ta pernah ada orang lain yang tinggal di dalam rumah nya selain dirinya sendiri.

Dan kenyataan nya memang begitu.

" Kemana kamu sampe pulang selarut ini"

Akhirnya suara itu membuat nya berhenti, suara yang sangat dia rindukan, suara yang seakan selalu menusuk hatinya, suara sosok ayah yang selalu terdengar hanya untuk menjatuhkannya.

Gadis itu lalu berbalik pandangannya bertemu dengan netra tajam yang sangat dia rindukan.

"Papah? " Gumamnya sambil berjalan kearah sosok yang dia sebut "papah" itu. Semesta perhatikan lamat lamat wajah lelah nya, wajah yang sudah mulai mengendur tapi masih tetap terlihat tampan, wajah yang selalu semesta mimpikan, ya hanya ia mimpikan.

" Kenapa? Kamu kaget liat saya? " Semesta menggeleng, gadis itu tersenyum.

" Papa kapan pulang? Papa udah makan? Biar meta sia-"

Broken WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang