021

15 3 0
                                    


"HUAAA BUNDAA!!!!!! "

Niana tersentak kaget, segera naik ke lantai atas kamar samudra. Masuk kedalam kamar putra nya dan langsung memeluk anak laki-laki nya itu.

Adaapa dengan putra nya? Apa yang putra nya mimpikan sampai seperti ini?

Seluruh badan samudra bergetar, nafasnya berhembus ribut tak beraturan, detak jantungnya begitu cepat belum lagi keringat yang mengalir deras dari pelipisnya.

Anak laki-laki itu menggeleng ribut di pelukan sang bunda yang makin mengerat, mencoba menenangkan putra satu-satunya dengan mengelus surai hitamnya.

"Suttt, tenang sayang, bunda disini nafas nya diatur dulu. Tenang ya gapapa, gapapa itu cuma mimpi" Tangan sang bunda terulur mengusap punggung samudra yang bergetar hebat, masih dengan nafas yang memburu samudra mengeratkan pelukannya pada sang bunda. Memejamkan matanya mulai mengatur detak jantungnya yang hampir saja mencelos saking kagetnya.

Dirasa nafas samudra teratur Niana melepaskan pelukannya, menyodorkan segelas air putih yang langsung di tenggak habis oleh samudra.

"Sayang, hei gapapa itu cuma mimpi kamu gaboleh kepikiran. Atur lagi nafasnya nanti kamu sesek"

Niana menatap putra semata wayang nya sendu, dipikirannya samudra memimpikan Rensa-ayah samudra yang belum sepenuhnya anak laki-laki nya itu Terima kepergiannya. Karena selalu seperti ini, samudra akan terus seperti ini reaksinya jika rindu pada ayahnya.

Samudra diam, pikirannya hanya penuh dengan satu nama, netra tajam itu beralih kembali menatap sang bunda. Niana tertegun, netra tajam yang persis seperti milik mendiang suaminya itu menatap sendu, terlihat begitu banyak pilu yang terpancar menyesakkan dadanya.

"Bunda... " Suara lirih putra nya bergetar, niana mengangguk. Mengusap surai hitap samudra lembut, tersenyum tenang dengan dekapan hangatnya.

"Iya sayang, kenapa? Arka mimpi apa? Atau Arka butuh sesuatu? Ngomong aja sayang bunda ada disini"

"Meta... "

Terjadi hening beberapa saat ketika samudra mengucapkan satu nama. Niana pikir samudra bertemu rensa di mimpinya, nyatanya anak laki-laki nya itu memimpikan sahabat nya.

Ada apa dengan semesta? Kenapa samudra sampai seperti ini? Apa ada hal yang gadis itu sembunyikan?

"Kenapa sama meta? Coba cerita pelan-pelan"

"Bun, Arka mau ketemu meta ya? "

Niana melirik jam, pukul 23.00 sudah terlalu malam pikirnya, tangan niana terulur mengusap dahi samudra pelan, merasakan suhu tubuh samudra yang naik dan terasa panas.

"Besok aja ya, badan kamu panas ini juga udah malem, hujan juga diluar"

Samudra menggeleng menatap sang bunda "bun, tolong ya? "

"Ga Arka, pikirin kondisi kamu. Ini juga udah malem semesta pasti udah istirahat besok lagi ya? "

"Tapi bun, semesta sendiri-

"Arka, bunda cuma punya Arka nurut ya? "

Niana merasa bahu sang putra semakin turun, bukan bermaksud tega. Bagaimanapun samudra putra satu-satunya dirinya hanya tak ingin kejadian masalalu terulang kembali dan menimpa seseorang yang lagi-lagi ia sayangi.

Niana menghela nafas pelan, melepaskan dekapan hangatnya dari sang putra, mengusap wajah samudra pelan.
"Bunda aja yang telpon meta kesini ya? Nanti bunda yang minta pa dadang yang jemput meta. Arka tidur dulu"

Samudra mengangguk pelan, menatap kepergian sang bunda yang berjalan keluar kamarnya. Helaan nafas berat samudra mengisi senyap kamarnya.
"Gue harap mimpi tadi gaada kaitannya sama lo ta.. " Gumamnya sendu.

Broken WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang