***
Yazan harus mengikuti semua perintah Dimas jika dia tidak ingin dihukum oleh Maminya. Kemaren adalah hari yang membuat kepala Dimas hampir pecah, seperti layar televisi yang dipukul Yazan menggunakan sapu itu. Beruntung televisi itu tidak meledak. Bayangkan saja, jika meledak akan bagaimana... Yang jelas, rumahnya juga ikut meledak. Tidak hanya itu, kemungkinan Mami Yazan juga ikut meledak.
Wah... Membayangkannya saja sudah mengerikan...
Semenjak saat itu, uang bulanan Dimas dipotong sampai bisa melunasi harga televisi yang dihancurkan Yazan. Betapa malangnya nasib Dimas jika bersama dengan bocah kematian itu.
Kali ini Yazan sengaja diantar ke sekolah lebih pagi, karena memang Dimas ada jadwal konsultasi di jam tujuh pagi bersama Dosennya. Yah... Masih konsultasi judul. Walaupun sering di tolak, Dimas tidak mungkin berhenti disitu aja, kan?
Saat ini Yazan berdiri di koridor sekolahnya, kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia bingung mau menuju yang mana. Pertama, dia lupa kelasnya, kedua, dia lupa kearah kiri atau kanan, dan ketiga Yazan memang lupa.
Lama Yazan berdiri disana, hingga ada seseorang menabraknya dari belakang, membuat anak itu terhuyung tapi tidak sampai terjatuh. Yazan menoleh kebelakang, ternyata ada teman sebayanya disana yang belum dia kenal, dia tersenyum lalu melambaikan tangannya.
"Halo.." sapanya dengan ramah. "Kamu kenapa?"
Yazan menghela nafasnya. "Njan bingung.." anak itu kembali menoleh ke kiri dan ke kanan. "Kelas Njan dimana."
Anak kecil itu mengangguk paham, dia berdiri disamping Yazan, mengikuti gerak-gerik Yazan. "Iya... Injun juga lupa." Ujar anak itu sambil menggaruk keningnya.
Dari kejauhan terdengar keributan kecil dari mulut seseorang, lalu Yazan dan Injun menoleh ke sumber suara. "Sudah Nono bilang, Nana jangan makan lumput."
"Rumput enak, Nono. Coba kamu rasa deh."
Nono menggeleng. "Nanti sakit pelut."
Mendengar hal itu Yazan dan Injun hanya saling berpandangan saja. Keduanya masih meributkan masalah rumput sampai keduanya berhenti di depan Yazan dan Injun.
"Kata Abang, nggak boleh beldili di tengah jalan." Nono menasehati, lalu dia menoleh ke kirinya, menatap Nana yang masih asik makan rumput. Dia menghela nafasnya. "Nana, lumput itu dali pantatnya sapi!"
Yazan melotot. "Pantat capi?"
Nono mengangguk antusias hingga membuat rambutnya tuing-tuing. "Abang bilang gitu .."
"Wah.. Abang Nono pintay." Injun menimpali.
Anak kecil berambut pink itu tersenyum merasa bangga karena abangnya di puji pintar. Lantas dia berjalan, mengajak temannya. "Ayo masuk kelas."
Saat Nono mengajak ketiga temannya itu, tetapi dihadang Yazan. "Tamu tahu telath nya dimana?"
Seketika itu Nono berhenti, dia meneleng kepalanya, menatap Yazan dengan penuh tanda tanya. Matanya mengamati sekitarnya, dia melihat ke kiri dan ke kanan. Kemudian anak berambut pink itu menoleh ke Yazan dan menggeleng kecil. Sebenarnya dia juga bingung dimana kelasnya berada dan berakhir mereka berempat berdiri ditengah-tengah koridor sekolah.