CHAPTER 35. COMMOTION 3

781 106 5
                                    

"Karina!" panggil Heeseung dengan nada panik ketika melihat tubuh Karina yang lemah terkulai. Dia segera merengkuh tubuh gadis itu, sementara Ni-ki berdiri di depan mereka, menghunus kedua bilah pedangnya untuk menghalangi Berty yang berusaha mendekat.

"Apa yang sudah kau lakukan pada Karina... Berty?" tanya Heeseung lirih namun penuh amarah.

Berty tersenyum sinis. "Aku? Ah, aku hanya memberinya sedikit racun, Pangeran. Itu saja," jawabnya dingin. "Ini karena nona terus menolak membukakan pintu untukku, Pangeran."

Heeseung menatap Berty tajam. "Jadi, ternyata kau salah satu penyihir itu?"

Berty terkekeh, senyuman licik tetap menghiasi wajahnya. "Tepat sekali, Pangeran. Maaf jika mengecewakan Anda."

Ni-ki, yang sejak awal sudah tak menyukai Berty, tak dapat menahan amarahnya lagi. "Pantas saja, sejak dulu aku merasa ada yang salah denganmu!" katanya geram, sebelum menerjang Berty dengan pedangnya.

"Fana," gumam Berty pelan. Seketika, Ni-ki terpental dan menabrak jendela, terjatuh di tanah. Dengan cepat, Ni-ki bangkit, matanya menatap tajam pada sosok yang kini berdiri di hadapannya.


"Lawanmu adalah aku, Fana," ucap sosok misterius itu.

Ni-ki menyeringai, meski tubuhnya sudah lelah usai pertempuran di akademi. "Aku baru saja kembali dari akademi, tapi jika ini yang harus kuhadapi, bermain sedikit sepertinya tak masalah," katanya seraya mengangkat pedangnya. "Majulah, Fana!"
Dalam istana, suara senjata beradu memecah keheningan. Heeseung terlempar ke dinding, darah mengalir dari sudut bibirnya. Di depannya, Berty melangkah mendekat.

" Saya sudah mengurus anda sejak kecil, Pangeran, jadi saya tahu semua tentang kemampuan anda yang dapat membuat pedang dari darah," ujar Berty sambil tersenyum licik. "Akhirnya, kami para penyihir akan menghancurkan kerajaan ini, seperti ramalan Putri Mahkota Palema."

Heeseung menatapnya penuh kebencian. "Aku dan saudaraku tak akan membiarkan kalian melakukannya!" geramnya, suaranya bergetar penuh tekad.

Berty tertawa keras. "Hahaha! Kau boleh berkata begitu, Pangeran. Namun, ketahuilah, para pangeran akan binasa di tangan para pakku. Bahkan raja kalian pun tak akan mampu melindungi anak-anaknya... karena sang permaisuri telah mengkhianati keluarga kalian."

Heeseung mencoba melawan, namun tubuhnya sudah terlalu lemah. "Ka– Akhh...""Tidurlah dengan damai, Pangeran," ujar Berty seraya menusukkan pedang ke perut Heeseung. "Senang melayani Anda."

Setelah itu, Berty berbalik dan menarik rambut Karina, memaksanya menatapnya. "Sampai kapan kau akan keras kepala seperti ini?! Cepat buka pintunya!" ancamnya. Namun Karina hanya menatap Berty lemah, bibirnya tersenyum meski tubuhnya hampir tak lagi bertenaga.

"Apa? Kau tersenyum?" Berty mengernyit, merasa diremehkan. "Sepertinya aku terlalu baik padamu." Dia menghempaskan Karina ke pintu, lalu mengangkat tangannya tinggi, bersiap menyerangnya.Namun tiba-tiba, sesuatu yang tak terduga terjadi.

<><>

Sringg!  Suara pedang terdengar.

Berty mendadak terdiam. Tubuhnya masih berdiri tegak, namun kepalanya telah terpisah dari leher. Dunia terasa berputar bagi Berty, yang masih bisa melihat tubuhnya tanpa kepala. "Apa ini? Apa yang terjadi?!" teriaknya, putus asa.

Heeseung berdiri di hadapannya, baru saja menebas kepala Berty dengan satu gerakan cepat. "Kau terlalu meremehkanku, Berty. Hanya karena kau pernah merawatku dari kecil, bukan berarti kau tahu segalanya tentangku," ujarnya dingin. 


"Jadi, kalian penyihir yang membunuh Putri Mahkota? Betapa lemahnya kalian."

Berty hanya bisa mengumpat sebelum tubuhnya terjatuh. Heeseung menghempaskan tubuh dan kepala Berty ke luar jendela, jauh dari istana.

Dia segera mendekati Karina yang kini terbaring lemas. Tubuhnya mulai membiru akibat racun yang diberikan oleh Berty. Tanpa ragu, Heeseung menggigit leher Karina, menghisap racun dari tubuhnya meski dia hampir kehilangan kendali atas dirinya. Namun, rintihan kecil Karina membuatnya berusaha keras untuk tetap sadar.

"Akhh..." Karina menggenggam pakaian Heeseung erat-erat. Setelah beberapa saat, warna kulitnya kembali normal, meskipun napasnya masih tersengal. "Heeseung, a-aku sulit bernapas..." ucapnya dengan nada lemah.

Heeseung melepaskan gigitannya dan memuntahkan darah beracun yang tertinggal di mulutnya. Dia lalu menghapus sisa darah di bibirnya, lalu menatap Karina dalam. "Izinkan aku, Karina," bisiknya, sebelum dia mendekat dan mencium bibir Karina, memberikannya napas buatan hingga Karina bisa bernapas dengan normal kembali.

Heeseung melepaskan ciumannya dan mendudukkan Karina bersandar pada pintu. Dengan lembut, ia merapikan rambut Karina dan mengusap wajahnya.

"Kenapa... Kenapa kamu bersikap seperti ini? Kenapa selalu bersikap seperti ini dan membuatku bingung... kenapa?" Karina akhirnya terisak. "Kenapa, Heeseung? Kenapa mempertaruhkan nyawamu hanya untuk aku yang bukan siapa-siapa?"

Heeseung hendak menjawab, namun suara Ni-ki tiba-tiba memecah keheningan. "Hyung, gawat! Para pakku semakin banyak! Mereka hampir memenuhi seluruh kastil!"Heeseung menoleh ke arah Ni-ki yang muncul dengan kondisi penuh luka dan bersimbah darah. 

"Ni-ki, kau baik-baik saja?"

Ni-ki mengangguk lelah. "Yah, penyihir tadi lebih kuat dari perkiraanku. Tapi aku berhasil mengalahkannya. Lebih penting sekarang, kita harus membawa Karina ke tempat aman dan membantu yang lainnya di istana utama!"

Heeseung memandang Karina yang masih duduk lemah, lalu mengangguk. "Kamu benar. Kita harus segera mengembalikan Karina dan melindungi kerajaan ini!"




#Revisi

The Blood [HEERINA] END S1_REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang