CHAPTER 36. COMMOTION 4 ( Go Home )

863 106 8
                                    

"Karina, kamu bisa bangun?" tanya Heeseung dengan nada khawatir. Karina mengangguk pelan. Heeseung dan Ni-ki pun segera membantu Karina berdiri.

Setelah memastikan Karina bisa berdiri sendiri, Ni-ki mendekati pintu. Tangannya terulur, siap membuka pintu itu. Namun, tiba-tiba Karina menahan tangannya. Heeseung dan Ni-ki serentak menoleh, menatap Karina dengan heran.

"Aku... bisa melakukannya sendiri," ujar Karina lemah namun tegas. "Kalian kembalilah ke istana utama." Dengan hati-hati, Karina menyingkirkan tangan Ni-ki dari gagang pintu.

Heeseung tertegun. "Kamu bisa membukanya? Sejak kapan? Itu artinya—"

"Ya, aku sudah tahu semuanya," potong Karina, "termasuk tentang ibumu."

Tatapan Heeseung berubah, lalu ia mengalihkan pandangan ke arah Ni-ki. Tanpa perlu kata-kata, Ni-ki seolah mengerti isyarat Heeseung. Ia mundur, meninggalkan kamar dan menunggu di luar. Setelah itu, Heeseung kembali menatap Karina dengan penuh makna.

"Aku sangat ingin mendengar cerita tentang ibuku," ucap Heeseung dengan suara lembut, "tapi kurasa ini belum waktunya. Kamu harus pergi sekarang."

Karina mendongak, menatap dalam-dalam ke mata biru Heeseung untuk terakhir kalinya. "Sebelum aku pergi, aku ingin tahu sesuatu." Suaranya bergetar, ia menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. "Apa kamu... membenciku?"

Sejenak, Heeseung terdiam. Ia kemudian mengangkat tangannya, menyentuh pipi Karina dan mengusapnya lembut. "Aku tidak akan mempertaruhkan nyawaku hanya untuk seseorang yang kubenci," jawab Heeseung dengan nada penuh kasih.

Karina terhenyak. "Apakah itu berarti... kamu menyukaiku?"

Heeseung hanya tersenyum lembut. Tanpa berkata-kata, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Karina. Perlahan, Karina memejamkan matanya, menanti dalam keheningan. Heeseung memiringkan kepalanya, mengikis jarak di antara mereka, lalu menempelkan bibirnya pada bibir Karina. Dengan lembut, ia melumat bibir Karina, dan tangan satunya menggenggam tangan Karina yang masih memegang gagang pintu. Sambil memutar gagang pintu perlahan, ia membimbing Karina masuk ke dalam ruangan asalnya.

Suara pintu yang terbuka membuat Karina sedikit tersentak, namun Heeseung menahan wajahnya, menangkup tengkuknya dan memperdalam ciuman mereka. Ia menggiring Karina masuk lebih jauh. Ciuman itu terasa sedikit asin karena air mata Karina yang mengalir. Setelah beberapa saat, Heeseung akhirnya melepaskan ciuman itu, dan menyatukan dahinya dengan dahi Karina. Tatapannya terasa berbeda; kini, satu matanya berubah merah, menatap Karina dengan tajam namun penuh misteri.

"Anggap saja semua yang kamu alami di sini hanya mimpi buruk," bisik Heeseung.

Seakan terhipnotis, penglihatan Karina mulai memburam, lalu gelap.

'Apakah kita akan bertemu lagi?' gumam Karina dalam hati, sebelum akhirnya kesadarannya menghilang sepenuhnya.

Di Istana Utama

"Dasar makhluk ini tidak ada habisnya! Sebenarnya dari mana asal mereka?" Jungwon menggeram kesal. Sejak tadi ia bersama para prajuritnya terus berusaha menghancurkan para pakku yang terus berdatangan entah dari mana.

"Yang Mulia!" seru Jake tiba-tiba, menunjuk ke arah balkon istana. Jungwon menoleh, mengikuti pandangan Jake. Di sana, ia melihat sang permaisuri menusukkan belatinya ke tubuh sang raja dari belakang.

"Yang Mulia!" Jungwon berteriak kaget.

"Jungwon-a, kamu urus yang di sini!" seru Jake sambil berteleportasi ke balkon, menghampiri sang raja yang hampir ambruk. Ia menangkap tubuh raja dan menatap ibunya dengan kecewa. "Apa maksudnya ini... Ibu?"

Sang permaisuri menatapnya dengan senyum yang aneh dan dingin. "Jake, Ibu melakukan ini demi kamu. Jika Yang Mulia Raja mati, kamu akan menjadi raja."

Jake menggertakkan giginya, menatap tajam pada sang permaisuri. "Apa semua makhluk itu, para pakku, Ibu juga yang menciptakannya?"

Permaisuri tertawa pelan. "Ya! Ibu menciptakan mereka dengan bantuan para penyihir. Semua ini demi membangun kembali negara kita, Jake," katanya bangga.

"Saya tidak pernah tertarik pada obsesi Ibu untuk merebut takhta," ucap Jake dengan suara penuh amarah. "Saya hanya ingin menjalani hidup normal bersama saudara-saudara saya. Lady Lee selalu mengajarkan saya untuk menghormati dan menyayangi Anda karena Anda adalah ibu saya. Tapi, apakah Anda pernah menganggap saya sebagai anak? Bukan sekadar alat untuk mencapai ambisi Ibu?"

"Kamu pasti sudah dipengaruhi wanita itu dan anak-anaknya, ya? Beraninya kamu bicara seperti ini pada Ibu!" geram permaisuri, menghentakkan kakinya marah.

"Jadi ternyata... tidak pernah," gumam Jake lirih, namun cukup jelas terdengar oleh permaisuri.

Wajah sang permaisuri berubah dingin. Ia melangkah mendekati Jake, mencoba menyentuh wajahnya. "Jake, dengarkan Ibu. Ibu sangat menyayangimu, kamu tahu itu, kan?"

Namun Jake menepis tangan ibunya dengan tegas. "Tidak ada ibu yang menyayangi anaknya akan menyuruh anaknya meminum racun, memusuhi saudara-saudaranya, dan menyiksa anaknya hanya demi ambisinya sendiri," tukas Jake dengan nada tajam.

"Kalau kamu terus melawan seperti ini, Ibu terpaksa harus menyingkirkanmu juga," balas permaisuri dingin. Dengan satu gerakan cepat, ia mencabut pedang yang tertancap di tubuh sang raja, membuat sang raja muntah darah. Ia mengarahkan ujung pedangnya ke leher Jake, meskipun Jake tetap memeluk tubuh sang raja dengan erat.

"Matilah bersama saudara-saudaramu yang kamu sayangi itu."




#Revisi

The Blood [HEERINA] END S1_REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang