L&B ─ V

1.4K 32 2
                                    

Langit yang tak bertiang memberikan warna kebiruannya yang cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit yang tak bertiang memberikan warna kebiruannya yang cerah. Anginpun berkesiuran begitu sepoi di bawah cuaca yang cukup ramah, menggiring dedaunan yang berjumbai untuk menari dan meninggalkan tangkainya.

Carleon terlihat duduk di taman sekolah, di bawah pohon yang memberikan keteduhan yang sejuk. Dia nampak tertunduk seraya memecal sekitaran area keningnya.

Sebotol air mineral tiba-tiba disodorkan ke hadapannya. Carleonpun menengadahkan kepala ke sosok Selia yang berdiri di hadapannya.

“Hm, terima kasih.” kata Carleon, menerima pemberian wanita itu.

Tanpa izin Selia duduk di samping Carleon, dan mulai berkata, “Apa Pak Carl baik-baik aja? Anda terlihat seperti kurang sehat.”

Selia harus menggunakan bahasa formalnya manakala dirinya masih berada di lingkaran waktu yang masih berpaku dijam sekolah.

Tanpa melihat lawan bicaranya, Carleon menjawab sekadarnya saja, “Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya Bu Selia.”

Selia sedikit menoleh ke arah Carleon yang terlihat seperti banyak pikiran itu, “Saya dengar, hari ini anda lebih tegas dari biasanya saat mengajar di kelas saya, ya.”

Perkataan wanita tersebut, sontak membuat Carleon berpalis, melihat Selia dengan mata sayunya. Sedarun dengan sedikit menyesar, dia melempar pandangannya ke arah dedaunan yang bergoyang di ujung tangkai pohon yang menjadi tempat teduh mereka.

Selia lantas ikut menatap ke arah yang dipandangi oleh Carleon.

“Saya hanya merasa cemburu pada sang angin. Dia seperti merampas daun itu dari tangkainya, membawanya pergi terbang jauh dari pohonnya. Bukankah sang angin itu memisahkan mereka dengan secara paksa.” kata Carleon, melihat dedaunan kering mulai berguguran akibat desiran angin. Satu daun, berhasil masuk ke dalam satu telapak tangannya yang mulai terkepal.

Sekonyong-konyong Selia mencerling lagi pada Carleon yang membuka kepalan tangannya.

“Kenapa harus cemburu? Pohon itu kan punya banyak daun, jadi kalau satu daun saja yang gugur, itu nggak jadi masalah kan buat pohonnya.” balas Selia.

Carleon melepas daun itu dari tangannya, membiarkan jatuh ke atas permukaan bumi. Matanya yang berlensa biru kini menjuling menuju lawan bicaranya. “Bagi saya, semua daun itu sama dan menjadi satu. Karena mereka bergantung di satu pohon.” terangnya, terdengar serius.

Wanita itu sebenarnya tidak mengerti apa maksud Carleon, iapun tak begitu paham mereka tengah membahas topik apa. Tapi yang pasti, ia berusaha memahami apa maksud dari perkataan Carleon.

Tiba-tiba ponsel Selia bergetar, ia mendapat panggilan dari guru lain.

“Astaga, ya ampun!” seru Selia, mulai teringat akan sesuatu.

Carleon yang melihat reaksi wanita itu, lantas bertanya, “Ada apa Bu Selia?”

Seliapun berdiri dari duduknya, menatap sebentar ke arah Carleon yang langsung mendongakkan kepala untuknya, karena tubuhnya yang refleks berdiri. “Saya lupa, saya harus menemui Awelka di ruang konseling.” katanya.

Alis Carleon nampak bertauan naik, “Kenapa di ruang konseling? Bukannya dia di UKS sekarang?”

Langkah Selia yang hendak pergi itu, mandek seketika. Ia menyempatkan secercah waktunya, guna menjawab pertanyaan Carleon tersebut, “Ah~ itu, nanti kita bicarakan lagi ya. Saya pamit dulu Pak Carl. Permisi~”

Selia mendugas langkahnya talah pergi menjauhi Carleon yang duduk seorang diri, dengan pikirannya yang terasa kibang-kibut.

Selia mendugas langkahnya talah pergi menjauhi Carleon yang duduk seorang diri, dengan pikirannya yang terasa kibang-kibut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mulai menoleh ke sisi kiriku, di mana Ravael masih setia menemaniku sampai ke ruang konseling.

“Rav, lu boleh pergi kok. Bentar lagi Bu Selia datang loh~” aku menyuruhnya pergi.

Ravael tak mau bertanya, kenapa aku bisa berada di ruang konseling, karena dia lebih memilih untuk mengkhawatirkan keadaanku. Diapun dengan tegas menampik perkataanku tadi, “Lu liat wajah lu pucat gitu, malah maksa buat ke sini. Gue pengen ngomong juga sama Bu Selia!”

Krrttt...
Klek~

Pintu ruang konseling selajur tergelohok, sosok Selia mencagun.

“Loh? Ravael, kenapa ada di sini? Kamu ada masalah juga?” tanya Selia, sewaktu melihat kehadiran Ravael juga ada di dalam ruangan tersebut. Ia berjalan menuju ke kursi yang kosong.

“Kenapa Bu Selia, maksain Awelka buat ke sini! Dia itu lagi sakit Bu...” papar Ravael, berusaha sopan di depan wali kelas kami.

Aku hanya bisa menghela napas, tatkala mendengar ocehan Ravael. Aku yang masih sedikit meregang keram di perut, mencoba menghemat energiku, guna menjawab semua pertanyaan yang akan Selia berikan. Aku tahu, hari ini aku harus memberikan pernyataan pada Selia, atas kebolosanku yang sudah ia dengar.

Selia mulai mesem, dan menjawab perkataan Ravael barusan, “Ibu ngerti kalau kamu khawatir sama pacar kamu. Tapi Awelka ini kan hanya datang bulan, nggak sakit parah Rava. Setelah ini kan Ibu memberinya izin biar dia bisa pulang, dan istirahat di rumah.”

Ravael menghentak alis tegasnya, setelah mendengar ucapan wanita itu, “Hah? Da─Datang bulan?” diapun mengelih ke arahku yang diam mengatupkan bibir rapat-rapat.

Melihat Ravael yang sudah mengerti, Selia lantas menyuruhnya untuk keluar sebentar. Karena ia akan berbicara hanya berdua denganku. Ravaelpun menurut, dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Selia mulai menumpu kedua sikunya ke atas meja, menatapku begitu serius.

“Kenapa kamu belakangan ini sering bolos Awelka?” tanya Selia, “Kamu tidak ingin kan Ibu menghubungi nenekmu?”

Aku mulai memetik-metik kukuku yang ada dipangkuan pahaku, seraya menggigit kecil bibirku. Aku tak berani menatap mata wanita itu.

“Awelka lihat Ibu!”

Mendengar suara Selia yang menekan tegas, membuat pandanganku terangkat, guna menatap wanita tersebut.

“Kenapa kamu sampai bolos sekolah? Kalau kamu seperti itu terus, poin hukuman kamu akan bertambah. Kamu tahu, kan? Apa yang akan terjadi kalau poin pelanggaran kamu mencapai batasnya? Kamu akan diskors beberapa bulan dari sekolah. Ingat kamu itu udah kelas XII...” terang Selia, menjeda perkataannya sejenak.

Selia sedikit menyesar dari duduknya, dan kembali menambah ucapannya, “Kamu seperti bukan dirimu yang biasanya Ibu kenal. Jadi jelaskan pada Ibu, ada apa? Kenapa kamu belakangan ini sering bolos?”

Aku lantas meluruhkan napas, guna menenangkan diri.

Lagi... aku mengatakan hal monoton, sama seperti apa yang aku katakan pada kedua sahabatku, juga pada Ravael. Aku memburas, memberikan jawaban menyangkut diriku yang kurang sehat.

Sial! Kenapa gue harus ngelindungin Tika sama teman-temannya! gerutuku dalam hati.

THE LITTLE SWEET BIG LOVE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang