12. Lampu hijau

1K 106 12
                                        

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ada yang kangen?

Langsung aja

Bantu koreksi jika ada typo ataupun kesalahan tanda baca

Jangan lupa

Bismillahirrahmanirrahim

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Ruangan Zeidan yang biasa dipenuhi dengan keluarganya, mulai dari Anandra, Kiayi Zaid, sampai dengan nenek Salma dan yang lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan Zeidan yang biasa dipenuhi dengan keluarganya, mulai dari Anandra, Kiayi Zaid, sampai dengan nenek Salma dan yang lainnya.

Semuanya berkumpul untuk menjenguk Zeidan, kabar baiknya pemuda itu sudah bangun dan keadaannya semakin membaik, hanya saja ia tidak banyak bicara karena tenggorokankannya sakit dan perih, masker oksigennya juga telah diganti dengan nasal canulla, agar mempermudah Zeidan bergerak dengan leluasa.

Kini, diruangan itu hanya ada Gus Ikhwan dan kedua putranya.

Siapa yang paling senang saat mendengar kabar Zeidan sudah bangun? Tentu saja semua keluarga termasuk Sahara, namun Zidan adalah makhluk yang paling bahagia diantara mereka semua. Sejak Zeidan bangun ia terus berada disisi abangnya itu. Bahkan seperti sekarang, Zeidan tengah beristirahat, namun Zidan tak kunjung bosan menggenggam tangan besar itu, ia juga terus bertanya kepada sang ayah, kenapa abangnya banyak tertidur seperti anak kecil? Ia takut Zeidan tidak mau bangun selama 2 malam seperti kemarin.

"Ayah, kenapa abang gak bangun-bangun?" tanya Zidan untuk kesekian kalinya. Ia khawatir.

Ayah Ikhwan tersenyum lembut, ia mendekat kearah kedua putranya, lalu mengelus surai sibungsu dengan lembut. "Sabar ya, sayang." Tutur ayah Ikhwan.

Namun tak berselang lama, Suara Zeidan terdengar.

"Kenapa, cil?"

Mendengar itu sontak Zidan mendongak dan menatap sang abang sumringah, ia kemudian kembali menatap sang ayah penuh harap, "naik ke situ boleh gak, yah?" tanya Zidan penuh harap. Ia sangat ingin memeluk abangnya.

"Jangan dong, abang baru aja bangun dek, biarin abang istirahat ya," ujar ayah Ikhwan memberi tau. Bocah itu pun melengkungkan bibirnya sedih.

Zeidan yang tak tega pun dengan susah payah menggeser posisinya, agar adiknya itu dapat berbaring di sebelahnya. "Abang oke, Yah, naikin aja ke sini," kata Zeidan sambil menepuk bagian ranjang kosong di sebelahnya.

Mau tak mau Ayah Ikhwan membawa si bungsu untuk berbaring disamping sang abang, bocah itu teramat senang, dan langsung memeluk Zeidan erat, seolah takut sekali kehilangan.

Al-Zeidan (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang