Duapuluh sembilan

10.4K 1K 18
                                    

Happy reading~
.
.
.
.

Tiga hari berlalu, kini akhirnya sampai pada jadwal kemoterapi Helnan yang pertama.

"Takut.." cicitnya pelan.

Rinjani merasakan genggaman tangan Helnan yang kian erat anak itu menutup matanya saat melihat cairan aneh yang tampak memasuki tubuhnya melalui infus atau semacam alat yang memang di gunakan untuk pengobatan penyakit leukemia.

Damar menatap sendu wajah Putranya saat anak itu dengan terang-terangan menunjukkan rasa sakit lewat remasan tangannya pada sang istri.

"Mas Adek pasti kesakitan." Lirih Rinjani dengan suara kecilnya.

"Adek Tahan ya." Ucap Damar lembut membuat kedua mata itu terbuka sedikit.

"Helnan kuat kok Papa sama Mama ga boleh sedih." Ujarnya pelan namun sedetik kemudian ia meringis.

"Papa usap-usap tangan Helnan disini."

Damar mengangguk lalu mengusap sebelah tangan Helnan nyaris pelan sekali, ia takut pergerakannya akan membuat anaknya kesakitan.

Helnan mulai merasakan rasa aneh pada tubuhnya, rasanya tidak enak ia juga merasakan seperti pusing dan mual secara bersamaan tapi sebisa mungkin ia menahannya bahkan sampai air matanya keluar saat terpejam.

Detik itu juga sepasang suami istri itu seperti di rundung rasa bersalah pasti anaknya merasa kesakitan. Apalagi, tidak ada perlawanan atau keluhan yang di keluarkan oleh Helnan ia tidak mengeluh saat menjalani prosedur pengobatannya.

Dari rematan tangan Helnan Rinjani tahu anaknya mencoba melawan rasa sakitnya.

"Setelah selesai kemonya Adek boleh minta apa aja pasti bakalan Papa kasih." Kata Damar tersenyum simpul dengan matanya yang berkabut saat mata sayu itu menatapnya.

Helnan tersenyum tipis.

"Boleh minta apa saja?"

"Tentu, jagoan Papa boleh minta apapun!" Ujarnya lagi mencoba mengalihkan rasa sakit anaknya.

Helnan mengangguk kecil saat merasakan elusan nyaman dari tangan Rinjani pada rambutnya.

"Helnan mau sekolah..."

Damar terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk.

"Boleh, Adek boleh sekolah kalau udah sembuh ya."

"Kalau enggak sembuh gimana." Ucapnya dengan tatapan mata begitu polos.

Dan itu berhasil membuat Rinjani dan Damar mati-matian menahan tangisannya.

"Sembuh! Adek bakalan sembuh." Kata Rinjani berbisik.

"Tapi Elnan tetap mau sekolah bolehkan?"

"Iya, Adek bakalan sekolah." Sahut Damar mencium tangan Helnan yang terasa dingin.

"Janji ya?" Katanya menjulurkan jari kelingkingnya membuat Damar meneteskan air matanya yang tiba-tiba terjatuh.

"Janji."

"Ini masih lama Mas?" Tanya Rinjani.

"10 menit lagi selesai."sahut Damar mengelus tangan Rinjani yang terlihat khawatir.

"Adek sebentar lagi selesai, masih kuat kan?"

"Masih." Sahut Helnan pelan.

Kecupan kecil Damar berikan untuk putranya membuat kekehan kecil keluar dari mulut Helnan.

"Helnan boleh bobo?" Tanyanya membuat Rinjani dan Damar sedikit terusik kala mata sayu itu sekali-kali terpejam.

"Boleh," Seusai mengatakan itu Helnan mengangguk dengan mata terpejamnya karena demi apapun Helnan sangat merasakan sakit di tubuhnya membuatnya sedikit lelah.

Dia Helnan | Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang