Pagi-pagi sekali, Rinjani sudah sibuk di dapur. Ia memasak sekaligus menyiapkan bubur untuk Helnan, putra semata wayangnya yang sejak semalam demam dan belum juga membaik. Tubuh kecil itu malah terasa makin panas pagi ini.
Rinjani memutuskan untuk tidak masuk kerja hari ini. Mana mungkin ia tega meninggalkan Helnan sendirian dalam kondisi seperti itu?
Sekarang, Helnan terbaring di atas karpet di depan televisi, menonton tayangan kartun favoritnya. Mata kecilnya tampak sayu, tapi ia masih berusaha tersenyum saat melihat karakter favoritnya muncul di layar.
"Sayang, makan dulu, ya?" ucap Rinjani lembut, menghampiri sambil membawa semangkuk bubur hangat.
Helnan melirik ke arah mangkuk itu dan mengangguk pelan. "Dikit-dikit aja ya, Ma," ujarnya lirih, lalu membuka mulut kecilnya menerima suapan pertama.
Ia mengunyah perlahan. Sampai suapan ketiga, Helnan kembali menutup mulutnya, menggeleng lemah.
"Udah kenyang..."
"Masih banyak, loh, sayang. Satu suap lagi, ya?" bujuk Rinjani, suaranya penuh harap.
"Enggak, Helnan kalau kebanyakan nanti malah muntah," jawabnya jujur, napasnya terdengar berat.
Rinjani mengusap rambut Helnan yang sudah lepek karena keringat. "Oke, kalau gitu sekarang minum obat, ya?"
Tatapan Helnan terarah ke dua butir obat penurun panas yang kini ada di tangan ibunya. Matanya yang sayu membuat hati Rinjani terasa mencelos.
"Ma... Helnan boleh minta susu?" pintanya pelan, jari-jarinya memilin ujung baju Rinjani.
Rinjani tersenyum, lalu mengecup kening anaknya penuh kasih. "Boleh, dong. Tapi Mama beli dulu ke depan, ya? Warungnya deket kok."
"Helnan nunggu di sini aja, nggak ke mana-mana," jawabnya pelan sambil mengangguk.
Senyum Rinjani makin lebar. Rasanya ingin memeluk Helnan erat-erat karena kelucuannya.
Setelah berpamitan, Rinjani keluar menuju warung terdekat. Suasana di dalam rumah pun kembali tenang. Kartun Upin Ipin masih mengalun dari televisi, dan Helnan mulai tampak mengantuk.
Namun tiba-tiba, matanya membola kaget, seolah mengingat sesuatu yang sangat penting.
"Ih! Helnan lupa kasih makan Mei-Mei sama Mail!"
____
"Ayah?"
Panggilan itu berhasil membuat Danuarta mengalihkan pandangannya dari laptop yang berisi pekerjaannya.
"Kenapa bang, butuh sesuatu?" Tanya Danuarta karena memang hanya ada mereka berdua saja di ruang rawat milik Hanggarila.
Diana tadi sempat meminta Ijin ingin menggambil beberapa baju ganti untuk Hanggarila.
"Mau pulang."
Danuarta memilih mengambil segelas air putih yang langsung di minum oleh Hanggarila.
"Tunggu Papa kamu, kata dokter Farhan juga nunggu infusnya habis."
"Papa kemana?" Tanyanya membuat Danuarta kembali menjawab.
"Ke kantor ada pertemuan penting sama klien jadi ga bisa di batalin."
Hanggarila mengedarkan pandangannya ke sekeliling, benar-benar sepi. Ia merasa bosan banget sekarang.
"Adeknya Aga kemana?"
Danuarta menaikan alisnya. "Sekolah, Juna sama Niel ke kampus."
"Mau tanya siapa lagi?"
"Kakek, Nenek? Bunda?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Helnan | Lee Haechan
Diversos[End] [ Family & Brothership ] Sebagian part masih di revisi!