Duapuluh delapan

10.7K 1.1K 20
                                    

Happy reading~
.
.
.
.

Helnan menyibak selimutnya pelan tubuhnya terasa menggigil dengan kepalanya yang benar-benar pusing. Tidak ada cara lain lagi ia harus berhati-hati turun dari kasurnya menuju ke toilet karena kantung kemihnya terasa penuh.

Setelah selesai dari toilet, kakinya terasa susah saat di gerakkan ia benar-benar merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Tangannya bertumpu pada dinding kamarnya menahan tubuhnya agar tidak tumbang sekarang.

Semakin melangkah semakin sakit, tubuhnya tiba-tiba merosot dengan kedua tangannya yang berada di kepalanya.

"Sakit, sakit.." racaunya dengan tangan yang ia pukul di kepalanya.

Helnan menunduk dengan air matanya dadanya terasa sesak membuat pernafasannya sedikit melambat. Di saat-saat seperti ini darah kental malah keluar dari hidungnya membuat mata itu tanpa di cegah terus mengeluarkan air matanya.

Sedikit memaksakan tubuhnya berdiri Helnan berpegangan pada pinggiran nakas dan itu malah membuat gelas yang berada di atas sana jatuh hampir mengenai kakinya.

Helnan benar-benar takut.

"Mama, sakit.. Helnan sakit tolong." Katanya terbaring dengan dinginnya lantai yang terasa menusuk kulitnya.

Matanya menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan sayu sampai akhirnya matanya terasa memberat Helnan seolah hampir hilang kesadarannya.

Sementara di kamar lain Melvin mendengus kesal melihat air yang berada di dalam gelasnya sudah habis. Ia baru selesai mengerjakan tugas kuliahnya di tengah malam seperti ini.

Dengan langkah lebar kakinya melangkah keluar kamar berjalan di lorong mansion menuju ke lift sampai dimana suara barang jatuh berhasil membuat langkahnya terhenti.

Melvin menajamkan pendengarannya dari mana asal suara itu.

"Enggak mungkin dari kamar dia kan."

Logikanya tidak ingin menuju ke kamar milik Helnan, tapi hatinya seolah menyuruh dan itu membuat kakinya semakin melangkah dekat dengan pintu yang paling berbeda dari kamar yang lain.

Pintu bertuliskan 'kamar Adek' itulah adalah tulisan tangan dari Helnan sendiri karena Nolan yang menyuruh sang adik membuat lebel bahwa kamar itu punya adiknya.

Nolan melarang siapapun yang berani mencabut kertas yang tertempel itu. Jadi biarkan saja kamar milik Helnan paling unik saat di lihat.

Melvin semakin melangkah mendekat dengan sedikit ragu tangannya memegang kenop pintu kamar Helnan. Ternyata tidak di kunci pikirnya.

Saat sudah terbuka setengah Melvin ingin mengurungkan niatnya, tapi sedetik kemudian lagi hatinya tetep kekeuh ingin masuk kedalam kamar Helnan.

Saat Melvin sudah masuk matanya langsung membelak kaget menatap Helnan yang terbaring di dekat beling bekas pecahan gelas tadi.

Kakinya langsung berlari cepat dengan nafas yang mulai memburu.

"Helnan?"

Untuk sesaat mata itu terbuka sedikit. "Abang sakitt.."

Melvin berjongkok mengambil tubuh Helnan untuk ia angkat, tubuhnya terasa bergetar menatap wajah pucat Helnan serta di sekitar hidungnya yang masih berdarah sampai mengenai baju tidurnya.

"Gue mohon tolong jangan tutup mata lo!" Kata Melvin dengan suaranya yang bergetar membawa tubuh Helnan keluar dari kamarnya.

"Sakit." Lirihnya pelan dengan mata sesekali terpejam.

Melvin mengangguk kenapa hatinya terasa sakit melihat keadaan Helnan seperti ini.

Melvin berteriak sepanjang Mansion berharap keluarganya mendengar teriakannya ia terlanjur khawatir tidak bisa berfikir jernih sekarang.

Dia Helnan | Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang