Dua belas

15.6K 1.4K 44
                                    

Happy reading~

Helnan menatap keget bangunan di depannya persis seperti apa yang ada di dalam dongeng, rumah megah bak istana yang ada di kerajaan lampu-lampu berjejer rapi sepanjang jalan memasuki mansion. Bangunan berwarna putih tulang dengan pilar-pilar yang tampak kokoh.

Damar menggenggam sebelah tangan Rinjani sebelahnya lagi ia gunakan untuk menggendong Helnan. Kaki Helnan bergerak acak meminta untuk di turunan kan saat di hadapannya terpampang pintu berwarna putih besar dan kokoh bahkan tingginya dua kali lipat lebih dari tubuhnya. Bisa di sebut juga pintu itu hampir melebihi tinggi Papanya bahkan lebih tinggi lagi.

Pintu besar itu terbuka menampilkan beberapa pelayan yang menunduk menyambut sang atasan yang baru saja datang. Helnan menyembunyikan tubuhnya saat matanya berpapasan dengan sosok laki-laki yang berdiri berjejer rapi badannya yang besar, tinggi, serta raut wajahnya benar-benar menyeramkan menurut Helnan.

Helnan menyembunyikan tubuhnya di belakang Damar dan juga mengeratkan genggamannya pada baju Damar.

"Jangan menatap putraku seperti itu, kalian membuatnya takut." Tatapan mengintimidasi milik Damar membuat para bodyguard disana menunduk tidak berani.

Helnan yang semula di belakang menjadi berpindah kesamping. "Papa muka mereka seram, kayak penculik."

"Mereka bukan penculik, tetapi mereka penjaga biar kamu tidak di culik." Kata Damar membawa Helnan masuk kedalam mansion.

Rinjani yang berada di sebelah Damar menatap mansion yang terlihat berkali-kali lipat lebih mewah dari dulu, nuansa putih bergaya arsitektur yang begitu megah khas corak Yunani dengan langit-langit yang begitu tinggi dan saka-saka yang berdiri begitu kokoh serta lampu besar yang tertempel rapi di atas sana, bahkan gemerlap dari butiran seperti berlian berwarna keemasan itu membuat suasana tampak megah dan memukau saat mata memandang.

Helnan membuka mulutnya tidak percaya ia terasa berada di dunia dongeng benar-benar luar biasa. "Ini benaran rumah Papa ya..." Gumam Helnan sangat pelan bahkan Rinjani dan Damar saja tidak mendengarnya.

Langkah kaki ketiganya semakin menapak masuk kedalam saat sudah sampai di ruang tengah yang begitu luas langsung terpampang nyata sofa panjang dan juga seluruh anggota keluarga yang sudah berkumpul menunggu kepulangan mereka.

Jarak beberapa langkah itu membuat keempat pemuda yang berdiri di sana terdiam, saat sosok Rinjani menatap mereka dengan senyuman paling tulus dan teduh, matanya sedikit meredup menghalau air mata yang sebentar lagi akan keluar.

"MAMA."

teriakkan dari Nolan dengan langkah cepatnya berlari memeluk Rinjani yang mana membuat Rinjani hampir oleng jika ia tidak dapat menahan tubuhnya.

Gemetar tubuhnya, Rinjani hampir tidak percaya melihat anaknya yang benar-benar tumbuh dewasa bahkan lebih tinggi dari pada dirinya.

Di ikuti juga dengan Hanggarila, Juna, Niel, yang memeluk ibunya. Rinjani meraup tubuh keempat putranya tangisan bahagia ikut mengiringi pelukan mereka, pelukan itu terasa semakin erat karena mereka benar-benar berharap ini bukan hanya mimpi semata.

Saat pelukan itu terlepas Rinjani menatap penuh rindu dengan binar teduh yang tampak menenangkan, tangannya terangkat mengusap satu persatu pipi Putranya dan mencium kening mereka.

Hanggarila mengusap air matanya memberikan pelukan yang begitu erat menyalurkan rasa rindunya yang tertumpuk selama ini. "Abang kangen Mama, makasih udah kembali."

Rinjani mengangguk lemah."Mama lebih kangen kalian, maafin Mama yang ga bisa nemenin pertumbuhan kalian sampai sebesar ini.

"Yang penting Mama udah kembali itu lebih dari cukup." Kata Juna memeluk kembali Mamanya Niel yang melihat itu tidak tinggal diam ikut menduselkan dirinya membuat Rinjani terkekeh pelan.

Dia Helnan | Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang