Teror Wirma

1.7K 174 5
                                    

'Kuku-kuku panjang itu, mencabik paksa tubuh korban yang terus berteriak kesakitan.   Wirma lenyap bersama dendamnya!' Sebuah tulisan dari salah satu cerita seorang penulis, membuat ku ikut terbuai ke dalam ceritanya.

Lalu, aku bertemu dengan wujud Wirma yang selalu diceritakan olehnya. Sosok menyeramkan yang membawa ku ke dalam mimpi-mimpi buruk.

"Siapa Ptriksa ini? Kenapa ia seolah tau mengenai Wirma? Apa dia warga di desa ini?" Beribu tanya menghampiri pikiran ku, aku tak bisa tidur dibuatnya.

Terdengar suara ranjang yang dinaiki, aku rasa itu Rafa yang baru saja masuk.

"Fa?" Tak ada sahutan, mungkin dia sudah tertidur.

Sengaja lampu kamar ini aku matikan, hanya bermodal cahaya dari handphone untuk memulai aktivitas menulis ku. Cerita ini tak boleh usai, masih banyak rahasia yang harus aku selesaikan.

Aku sudah terlanjur berada disini, bertemu dengan sosok itu dan juga ... Novi. Perjalanan ini tak boleh berakhir sia-sia.

'Wirma lenyap, ia lenyap tapi bukan untuk selamanya.' Aku mengamati cerita yang telah aku baca berkali-kali itu.

"Perasaan pas baca dulu, kalimat ini gak ada, deh?" batinku mengingat-ingat.

Semakin larut aku memikirkannya, semakin dingin udara disekitar ruangan. Desa ini terlalu sunyi, bahkan aku dapat mendengar suara detak jantungku sendiri.

Eh, tapi tunggu. Ini bukan suara detak jantungku. Aku bangkit dari tidur, melirik ranjang Rafa yang gelap.

"Rafa?" panggil ku.

Rafa tak berkutik, didalam gelapnya kamar aku melihat Rafa sedang duduk diatas ranjang. Ia menatap ke arahku dengan tubuh menegang.

Aku berdecak kesal melihat kelakuan Rafa yang ingin mengerjai ku. Baru saja aku ingin beranjak untuk menghidupkan lampu, sebuah tangan mengenggam tanganku dengan erat.

"Fa, gak usah main-main!" ucapku makin kesal.

Tapi saat melihat tubuh Rafa yang masih terduduk di ranjangnya, membuat bulu kuduk ku seketika meremang. Posisi Rafa terlalu jauh untuk menggenggam tangan ku, tak mungkin tangan Rafa memanjangkan?

"Der, ngapain lo teriak-teriak di kamar?" Itu suara Rafa yang berada dari luar kamar. Lalu, siapa yang ada didalam kamar bersama ku ini? Sial.

Aku berusaha melepaskan cengkraman dari sosok itu, berlari ke luar kamar dengan secepat kilat. Namun malah terjatuh sebelum mencapai pintu kamar, aku berteriak saat kedua kaki ku diseret masuk ke dalam bawah ranjang.

"Balas dendam siapa yang sudah lenyap, Nang?" Suara sosok yang aku yakini Wirma itu, terdengar tertawa cekikikan.

Antara sadar atau tidak, aku berusaha melafalkan bacaan ayat suci Al-Quran. Tapi malah berputar-putar disurah yang sama, aku kehilangan kendali.

"Deri!" Lampu kamar menyala, menerangi seisi kamar. Beruntung Rafa datang dengan Bik Ima, mereka langsung membantu ku untuk berdiri.

"Ada apa, Nang?" tanya Bik Ima memberikan segelas air putih.

Aku masih berusaha mencerna semua hal yang terjadi, kedua kaki ku rasanya mati rasa. Sangat sulit untuk menjelaskan sesuatu di luar akal sehat.

Mulutku terasa kelu untuk bebicara, hanya gumaman kecil yang terus menyebut nama 'Wirma'.

"Sudah-sudah, mungkin dia kurang istirahat." Bik Ima menitah Rafa untuk menemaniku, sudah seperti anak kecil saja dibuatnya.

Pintu tertutup, tinggal aku dan Rafa yang berada didalam kamar. Lampu sengaja dinyalakan, karena aku masih terngiang-ngiang dengan kejadian tadi.

"Lo kenapa, sih?" tanya Rafa bersedekap dada, menatapku yang sedang menyender disisi ranjang.

"Hantu itu." Kepala ku jauh lebih sakit dari sebelumnya, sosok Wirma terus menghantui.

"Apa yang terjadi saat lo menghilang?"

Aku menghela nafas, menceritakan segala hal yang terjadi saat aku tanpa sengaja melihat Wirma yang sedang menyantap mayat segar. Lalu, bertemu dengan Novi yang menunjukkan jalan pulang.

"Lo yakin kalo sosok itu benar-benar Wirma?" tanya Rafa, kini ia ikut duduk diranjangnya.

Tentu saja aku yakin, segera kutunjukkan sebuah artikel yang menceritakan segala hal tentang Wirma. Sosok misterius yang ingin aku tuangkan ke dalam cerita ku.

Rafa menyipitkan mata, keningnya bahkan sampai mengernyit.

"Penulisnya orang sini?"

"Kayaknya, sih."

"Tapi di sini gak ada sinyal, Ri." Rafa menunjukkan handphonenya.

"Ha?" Aku membeku, melihat handphone Rafa yang tak memiliki sinyal sama sekali.

"Tapi, handphone gue ada sinyal? Mungkin punya lo aja kali yang jelek!" ucapku sedikit mengejek.

Rafa mendengus, ia beralih posisi untuk bersiap tidur. "Dah, lah. Gue mau tidur, cape!" oceh Rafa menarik selimut hingga menutupi wajah.

"Yaelah, Fa. Cepat amat lo tidur," ucapku ikut berbaring.

Memang sedikit aneh, jika di desa seperti ini terdapat sinyal. Apalagi hanya handphone ku yang memiliki sinyal, apa ada yang salah?

_________


Waduh, siapakah Ptriksa ini? Yap, Ptriksa yang buat dunia Wirma ٩( ᐛ )و


Instagram : Ptriksa
Facebook : Ptriksa
KBM App : Ptriksaaa
Tik tok : Ptriksa

Ptriksa semua wkwkwk.

Makan MayitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang