Baca pelan-pelan, Wirma gak ngejar kok.
Part ini buat mempertegas clue-clue yang ada pada part sebelumnya.Siapa yang ngeh?
.
.
.
"Aku dan Kanaya, memiliki sifat yang berbeda. Semua ini salahku, tapi aku tak pernah berniat untuk membunuh siapa pun."
Suara hewan malam saling bersahutan, seakan menyambut sesuatu yang akan datang. Malam ini, kami saling duduk melingkar. Menyambut kata yang akan mengalir dari mulut Juragan Enim.
Ni Ayung memasang sebuah obor yang diletakkan di tengah-tengah kami.
"Seharusnya aku yang mati, tapi suami Kanaya malah menyelamatkan manusia penuh dosa seperti ku. Aku tersiksa didunia, ingin mati saja rasanya." Juragan Enim menarik nafas dalam, seperti menyusun rasa sakit saat kembali mengingat kenangan itu.
"Tapi aku tak bisa. Aku tak bisa mati, karena kesalahanku sendiri."
"Kenapa, apa yang terjadi?" Aku mulai tak sabar, mendengar penjelasan Juragan Enim yang terputus-putus.
Ni Ayung menatapku. "Seharusnya kamu ingat sesuatu, tapi kamu hampir mati saat itu!" jelas Ni Ayung.
"Sampai sekarang hanya aku yang mengetahui kebenaran itu, mereka terlalu percaya kepada Enim. Andai Enim tak mengacau keluarga Bagaskara, mungkin hidup Desa Mayii akan damai." Ni Ayung berbicara dengan logat tegas, sekaligus menyindir.
"Aku tak akan membuat kau mempercayai aku, tapi akan aku buat kau tau satu hal. Jika aku tidak membunuh orang tuamu." Wajah Juragan Enim terlihat sendu dengan suara bergetar.
Lagi, aku berada diambang kebimbangan. Siapa yang harus aku percaya? Juragan Enim yang ternyata adik ibuku ataukah Novi yang merupakan adik dari Wirma.
Gadis kemayu dengan sejuta kelembutan itu telah membantu aku melarikan diri dari Wirma, jadi untuk apa dia mau membunuhku.
"Kamu tau, Deri. Setelah kematian keluarga Wirma. Kami tidak pernah melihat dia, mau dalam keadaan hidup atau mati. Jadi, mustahil jika kamu sering melihat dia?" ucap Ni Ayung.
"Dia bahkan menyelamatkan aku," jelasku membuat mereka terkejut.
Aku tak tau tujuan Novi membawaku kesini dengan artikelnya, lalu bertemu dia saat terjebak di pemakaman. Mendengar kisah dramatis itu, hingga rasa benci ku terhadap Juragan Enim membuncah.
Siapa yang mengira Novi sebagai dalang dari semua ini? Tapi, Juragan Enim juga sama liciknya untuk dipercayai. Semua ini terjadi, karena dia yang telah melenyapkan keluarga Wirma.
"Bukankah Juragan Enim juga bersalah atas semua ini? Dia seharusnya telah dihukum!" sahut Rafa mulai tersulut emosi, dia ikut terpancing dengan suasana yang semakin memanas. Meski gerimis mulai melanda di luar sana.
Aku menunduk dengan perasaan kalut. "Bisa saja Ni Ayung bersekongkol dengan Juragan Enim," ucapku dengan suara nyaris tak terdengar.
"Enim telah berubah, dia bukan Enim yang jahat sejak kepergian Kanaya." Terdapat helaan nafas yang terdengar dari Ni Ayung. "Deri, andai kamu tau. Enim telah membunuh suamiku karena dia mengetahui semua kebenaran tentang kematian keluarga Wirma." Ni Ayung bangkit dari duduknya dengan tubuh bergetar, dia menahan tangis akibat perkataanku.
"Apa aku akan membenci Enim? Tentu saja. Aku membencinya, sangat. Tapi dia berlutut dihadapanku, bersumpah akan membayar segala perbuatan kejinya di masa lalu!" jelas Ni Ayung pergi dari hadapan kami, menyisakan luka yang ikut tergores di hati. Aku tau bagaimana rasanya kehilangan keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Makan Mayit
HorrorWirma, si pemakan mayat. Itu yang tertulis didalam sebuah artikel, aku sebagai penulis horor yang suka berkelana untuk mencari bahan cerita. Tertarik untuk menguak lebih dalam mengenai sosok itu. Apakah dia benar adanya atau hanya sebuah karangan b...