Teror Wirma

1.5K 161 3
                                    

"Badan gue jadi bau mayat gini!" keluh Rafa mencium tubuhnya yang penuh keringat.

"Ya, namanya juga habis nguburin mayat. Tinggal mandi paling udah hilang," ujarku membuka pintu rumah, bersiap hendak masuk. Namun langsung ditarik oleh seseorang.

"Mau kemana?" Bik Ima menatap kami bergantian.

"Masuk ke rumah," jawab Rafa.

"Lewat belakang, pamali habis nguburin mayat masuk rumah."

Kami berdua saling menatap, memilih untuk mematuhi ucapan Bik Ima. Segera mungkin berjalan menuju kamar mandi yang memang terpisah dengan area rumah.

Aku terlebih dahulu masuk dengan pintu yang ditutup rapat, meninggalkan Rafa yang terus menggedor pintu kamar mandi. Tak peduli, memilih mengguyur tubuh dengan air. Menghapus segala kotoran, akibat berkutat dengan mayat seharian penuh.

Suara gedoran perlahan menghilang, kurasa Rafa memilih mandi di sumur yang berada dibelakang. Saat sedang asik mengguyur air, tercium bau amis yang menyeruak disekeliling ruangan. Aku menghentikan aktifitas sejenak, merasakan aroma bau yang sama persis dengan bau para mayat di sungai itu.

Tubuhku meremang, merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam bak besar yang hampir membentuk sumur itu. Ingin menoleh ke samping, tapi terlalu takut. Aku mengambil gayung yang berada diatas bak, ingin menyelesaikan aktifitas mandi dengan cepat. Namun tanganku, malah menyentuh sesuatu yang berbeda. Bukan gayung.

Rasanya ingin berlari saja, tapi teringat jika aku tidak membawa handuk ataupun kain penutup tubuh.

"Rafa, tolong ambilkan handuk!" teriak ku sangat kencang, berharap Rafa mendengarkan.

Pintu terdengar diketuk dengan pelan, aku yang mengira itu Rafa segera merenggangkan pintu. Sebuah tangan dengan handuk langsung menjulur ke dalam, sedikit aneh melihat tangan Rafa yang berwarna pucat. Tanpa berpikir panjang, aku mengambil handuk untuk membalut seluruh tubuh. Ingin keluar, namun ragu. Tapi didalam kamar mandi juga tak aman. Tuhan, aku dilema.

"Gas aja lari," ucapku memberi semangat pada diri sendiri.

Dengan mantap, aku membuka pintu kamar mandi. Lalu berlari dengan kecepatan maksimal menuju rumah. Tanpa sengaja menabrak Rafa yang berjalan sambil membawa secangkir kopi.

"Duh, sorry, Fa!" ujarku, meski aku yang terkana kopi panas.

Rafa hanya diam, menatapku dengan tajam. Lalu berlalu begitu saja tanpa berbicara sepatah kata pun.

"Kesambet tu, budak?" batinku membersihkan tumpahan kopi dengan kain lap.

Aku berbalik, hendak kembali melangkah menuju kamar. Namun malah dikejutkan dengan kemunculan Rafa dari luar dengan tubuh berbalut handuk.

"Loh, lo darimana?" tanyaku bingung, menatap arah perginya Rafa yang beberapa menit lalu membawa kopi.

"Dari mandi, lah. Gue udah gerah, jadi mandi di sumur belakang." Rafa menjelaskan.

Aku terdiam ditempat, teringat jika Rafa tak menyukai berbagai jenis kopi. Bahkan baunya saja ia tak suka.

"Terus yang ngambilin gue handuk?"

"Mana gue tau, gue aja tadi ngambil handuk dulu di kamar."

"Kan gak boleh masuk kedalam rumah kata Bik Ima?"

"Ya, ngendap-ngendap dong. Lo kenapa, sih?" tanya Rafa dengan raut kesal sekaligus bingung.

Aku masih membeku ditempat, melihat kepergian Rafa yang terus bersungut. Kepala ku terasa ingin meledak, memikirkan kejadian aneh yang terus berdatangan akhir-akhir ini.

Memang terasa menakutkan, apalagi saat melihat wujud Wirma secara nyata. Bahkan hingga sekarang, aku tak tau siapa penulis yang menerbitkan artikel tentang sosok itu. Apa tujuan sebenarnya ia menulis artikel itu? Tak mungkin hanya sekedar lelucon, jika memang nyata.

Melihat para mayat asing yang mengambang di sungai, membuat aku berfikir jika artikel itu sengaja dibuat untuk memangsa para pendatang. Terdengar bodoh memang, tapi desa ini memang suka menampilkan hal diluar akal sehat.

Dari keindahan desa yang tak sesuai dengan letaknya, para warga yang begitu mematuhi ucapan Juragan Enim. Sosok Wirma yang meneror warga, namun tak ada yang memilih untuk pindah. Lalu, perempuan bernama Novi yang kini tak pernah terlihat lagi. Rahasia apa yang disembunyikan Desa Mayii? Aku hampir gila, Tuhan.

"Nang, tutup rapat semua jendela dan pintu. Sosok itu akan berpesta malam ini!" Terdengar suara Bik Ima yang melengking, lamunanku seketika langsung buyar. Melihat langit yang sudah gelap disertai gerimis kecil.

"Apa kata Bik Ima?" tanyaku pada Rafa yang asik mendengarkan lagu.

"Tutup jendela, tuh!"

Aku mengangguk, segera menutup jendela dengan rapat. Tak lupa meluruskan tirainya. Namun sebelum tirai tertutup, aku melihat seseorang berjalan dengan tangan menggenggam sesuatu yang menjuntai ke tanah.

Wajahnya tak terlihat, tapi dapat dipastikan jika sosok itu juga melihat ke arahku.

"Kenapa?" tanya Rafa yang melihatku menutup tirai dengan gerakan cepat.

Aku hanya menggeleng, degup jantungku berdetak dua kali lebih cepat saat melihat dengan jelas, sesuatu yang ia genggam itu. Sebuah kepala manusia dengan darah yang berceceran.


________

Mutualan, gas? Kesini aja.

Instagram : Ptriksa
Tik tok : Ptriksa
Facebook : Ptriksa

Makan MayitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang