10. Jalan setapak

1.2K 82 1
                                    

Lisa prov.

Sudah 1 minggu lebih, aku belum juga masuk sekolah. Aku merasa tubuhku masih perlu beristirahat meskipun sudah tak separah beberapa hari lalu.

Jennie sesekali ke rumahku untuk memastikan bahwa aku tidak membencinya, uppsstt. Tidak.. tidak, dia kerumah ku untuk memastikan aku baik baik saja karna dia tau mommy sedang di luar negri.

Sekarang dia jauh lebih baik dalam segi mood dan pikirannya. Mungkin karna kita sudah membicarakannya dan membuat semua jelas tanpa salah paham.

Dan tentang penolakan itu, tidak lagi aku pikirkan karna untuk saat ini, suasana seperti ini lebih baik untuk jennie.

Aku duduk dikursi yang ada di balkon kamarku, aku memakai sweatter tebal dan training panjang. Aku sedang menuliskan sedikit rangkaian kata untuk jennie, ini akan aku bentuk sebuah buku untuk nya, tapi ingat ini rahasia.

Aku fokus dengan mengetik di laptopku. Aku mendengar suara pintu terbuka dan aku melihat kearah nya dan oh yaTuhan itulah dia orang yang aku tuju dibuku ini, iyah jennie datang dengan senyum manisnya.

"Ini dingin sekali, kau malah diluar kamar. Ingat kau belum sembuh" katanya dengan berjalan menuju ku di balkon.

"Hanya sebentar, mencari suasana baru untuk menulis jen" kataku dengan membereskan laptopku.

"Boleh aku melihat, apa yang sedang kau tulis?" Katanya di belakangku dengan menempelkan dagunya di bahuku.

"Boleh, tapi nanti" kataku dan berhasil mendapat pukulan pelan darinya. "Apa kau tidak sekolah? Jam segini sudah kesini?"

"Sekolah, tapi pulang cepat" katanya dengan cemberut karna aku melarangnya melihat tulisanku tadi.

"Apa baru saja kau ngambek padaku, hm? Kataku dengan masih menata buku dan laptop.

"Tidak" katanya dengan cemberut dan tidak melihat ku

"Sungguh?" Kataku dengan senyum karna aku tau pasti dia ngambek

"Ya" katanya datar

"Benarkah? coba liat... mana wajah yang lagi ngambek coba mana liat.." kataku dengan menusuk nusuk jariku di perut nya dan berhasil membuatnya tertawa ke gelian sampai mengeluarkan air matanya.

"Yahhh li... iyaa ampunn li ampun. Stop kau membuatku geli" katanya dengan tertawa keras, sampai membuat buku ku berantakan lagi.

Seketika aku langsung berhenti tertawa dan menggelitiki nya saat aku melihat air matanya di ujum mata. Aku mendekatan diriku dan menangkup kedua pipinya.

"Apa aku menyakiti mu, sampai membuatmu menangis?, aku tidak suka melihat air mata keluar dari matamu" kataku sambil menghapus lelehan air matanya, yang masih menggangtung di ujung matanya.

"Yahh, kau yang membuatku menangis" katanya dengan nada protes. "Lagi pula ini bukan air mata kesedihan Li.." katanya dengan membenarkan posisi duduknya di depanku.

Aku tersenyum lega dan menatapnya.

"Ayoo masuk, nanti kau demam lagi" katanya dengan membereskan buku dan laptopku dan membawanya masuk.

"Apa kau tak apa apa jen, jika kau banyak menghabiskan waktumu disini?" Kataku dengan duduk di tepi ranjang

"Tidak. Aku senang bersamamu"

Aku hanya tertawa dengan jawabannya.

"Apa kau sudah makan li?" Katanya sambil meletakan buku di meja belajarku.

"Aku tidak ingin jen, kau saja. Kau bisa pesan lewat ponselku"

"Tidak, kau harus makan" katanya dengan langsung membalikan diri menghadapku.

Sorry, I Love You  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang