23. Mendung

16 13 4
                                    

Selama dirumah sakit, Titan fokus memulihkan seluruh tubuhnya, mengembalikan kembali fungsi ototnya, dan terapi berjalan. Sesekali sepulang sekolah, Ester mengunjungi dirinya.

Siang yang begitu cerah, bunga-bunga bermekaran, banyak angin berhembus, menggerakkan dedaunan, siang itu, Titan tengah duduk dikursi roda memandangi pemandangan luar dari jendela kaca ruangannya, raut wajahnya dingin dan serius melihat Ester masuk keruangan rawat inapnya,

"Gue mau nanyak soal Azef, kata Papap bukan Neil yang nembak gue, tapi Azef adik tirinya Gema, temen kalian kan?" tanyanya.

"Iya Kak, temenku dan Tara, dia sudah dikeluarkan karena kejadian itu, dengar-dengar dia pindah ke sekolah swasta di Bandung" jawab Ester.

Titan tidak seperti biasanya, dia terus menerus bersikap datar ke Ester,

"Oh, kata Bunda dia nembak gue karena kesel, liat Gema setiap hari di banding-bandingin sama gue, di cambuk setiap malem, Gema abang kesayangannya" sahutnya.

"Aku ga nyangka Azef bisa berbuat seperti itu, dunia sesempit ini ternyata " sahut Ester yang ikut memandangi pemandangan luar dari jendela rumah sakit.

"Ester, sini..., liat gue!" panggil Titan.

Ester langsung menarik kursi dan duduk di hadapan Titan. Dia mengangkat kedua alisnya, "Hmmh?" sahut Ester.

Titan menggenggam kedua tangan Ester dengan ekspresi dinginnya itu,

"Kita sudahi aja ya, semuanya, hubungan kita, sudah cukup, aku ga mau liat kamu menderita atau jadi korban karena aku, cukup Aletta, aku ga mau kehilangan mu Ester, liat! Memarmu ga ilang-ilang" ucapnya mengelus Pipi kekasihnya.

Ester memalingkan wajah, ekspresinya seketika berubah menjadi dingin juga,

"Jadi, Kak Titan mau kita putus?" tanyanya yang sama sekali tidak melihat ke arah Titan.

Titan hanya menganggukan kepalanya tanpa menjawab sepatah kata pun lagi,

"Oke, aku pamit ya" ucap Ester datar, melangkah pergi dari ruangan itu.

Setelah percakapan singkat itu, Titan meneteskan air matanya. Seketika, siang yang cerah itu menjadi mendung di pandangan Titan.

Hari-hari esoknya Ester tidak lagi mengunjunginya. Bahkan tidak pernah menampakkan diri di hadapannya lagi.

"Titan coba noleh kekanan!" pinta dokter terapi nya, dia pun menoleh,

"Cih! Ga ada Ester" gumamnya.

"Coba noleh kekiri, ke atas, ke bawah" pinta dokternya lagi.

"Cih ga ada Ester juga!"

"Ga ada Ester!"

"Ga ada Ester! Sedih bat gue terapi ga ada yang nemenin!" gumam Titan memasamkan wajah.

2 bulan berlalu, semenjak kecelakaan itu, Titan sudah kembali kerumahnya dan sehat seperti sedia kala.

"Ester kok ga pernah nelpon gue ya, chat kek apa kek! Sombong amat!" gumam Titan yang tengah rebahan di lantai teras rumahnya.

"Tara," panggil Titan menjegat adiknya yang hendak pergi kesekolah.

"Apaan kulkas?" sahut Tara.

"Ester selama ini ada nanyak-nanyak tentang Mas ga?" tanyanya yang sama sekali tidak bangkit dari posisinya yang rebahan itu.

Tara seketika mengerenyit, "Ga ada tuh, dia biasa aja disekolah, kan kamu pacar nya! Kenapa? Lagi berantem?" tanyanya.

"Oh gitu, ga kok! Udah sana berangkat! Ntar telat" sahut Titan memejamkan matanya.

Warm Ice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang