Part 23

7.3K 1.3K 535
                                    


Melisya menahan napasnya untuk menghilangkan pusing dikepalanya. Beberapa kali dia menggeleng juga, baru pertama kali hujan-hujan sudah seperti ini. Biasanya saat hujan dia akan berlari sangat cepat menuju mobil atau rumah. Tapi kali ini berbeda karena dia sengaja untuk hujan-hujan. Berakhir seperti sekarang, kepalanya pusing, hidung mulai mampet, tenggorokan ikut gatal dan dingin yang luar biasa.

Sesaat Melisya teringat pesan Gavril agar gadis itu tak hujan-hujanan karena tubuh Melisya memang ringkih dengan air hujan. Namun saat ini dia merasa sangat berdosa karena melanggar ucapan Gavril, dia berpikir akan baik-baik saja. Banyak orang yang hujan-hujanan tapi kondisi tubuhnya biasa saja tak sampai demam seperti dia sekarang.

"Kenapa, Mel?" Tanya Alex yang baru keluar kamar mandi. Dia mengusap rambutnya menggunakan handuk kecil sebelum mendekati gadis itu.

Alex memposisikan duduknya tepat disebelah Melisya. Kepalanya menunduk untuk melihat wajah Melisya dari jarak dekat, melihat gelagat gadis itu sepertinya ada yang tak beres sama sekali.

"Gak enak banget badanku rasanya, Lex." Adu Melisya pelan. Dia menyandarkan kepalanya pada meja kaca didepannya. Alex yang melihat rambut Melisya hampir tercelup kuah mie rebus segera menariknya sangat lembut dan menaruhnya diatas bahu Melisya.

"Kamu tidur dikamar aja, Mel. Kalau disini takutnya makin gak enak." Melisya mengangguk saja dan berjalan menuju kamar Alex. Badannya sedikit sempoyongan saat ini.

Alex melihat punggung Melisya yang sudah hilang dalam kamar menghembuskan napasnya panjang. Dia segera membuka pintu balkon untuk menikmati rokok serta minuman bersodanya, hujan memang sudah reda tinggal meninggalkan hawa dingin yang menusuk kulit. Alex duduk ditengah-tengah pintu, kakinya mengetuk lantai pelan sembari menghembuskan asap rokoknya.

22.30 .... Melisya terbangun dari tidurnya saat kepalanya semakin berdenyut tak normal. Dia melihat jam untuk memastikan apakah sudah pagi atau masih malam, dan ternyata dia baru tidur satu jam. Tapi terasa sangat lama sekali. Melisya bangun dari tidurnya untuk mencari Alex, siapa tahu lelaki itu memiliki obat demam.

Perlahan Melisya berjalan keluar kamar, lampu penerangan diruangan Alex sudah padam semua menyisakan lampu remang-remang khas malam hari. Melisya mendekati sofa didepan televisi tempat Alex tidur, namun lelaki itu tak ada disana. Dia celingukan mencari keberadaan Alex, dan menemukannya dibalkon tengah merokok.

"Alex?" Panggil Melisya pelan. Dia berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan memeluk tubuhnya sendiri, kakinya merapat merasakan hawa dingin luar biasa.

Alex yang mendengar namanya dipanggil menoleh, dia tersenyum manis sebelum membuang rokoknya yang masih setengah. Alex bergegas menghampiri Melisya dan mengusap bahunya sangat lembut, menimbulkan perasaan nyaman untuk Melisya. Jika dipikir-pikir, apakah perasan Melisya berubah sangat cepat? Kalaupun iya apa secepat ini?

"Ayo masuk dulu, dingin." Alex mendorong Melisya agar masuk apartemen. Melisya mengikuti saja karena memang merasa dingin di sekujur tubuhnya.

"Butuh apa? Laper?" Tanya Alex saat Melisya sudah duduk di atas sofa. Dia masih mengunci pintu balkon dan menutup gordennya.

"Ada obat flu gak? Makin gak enak banget rasanya." Perlahan Alex mengangguk dan mencari obat untuk Melisya dalam kotak dekat televisi, memang disana tempat Alex menyimpan obat-obatan.

"Ini. Makan dulu apa gimana? Masa iya minum obat gak makan dulu?"

"Mie tadi masih ada, kan? Aku makan mie aja."

"Udah ngembang banget, Sayang." Melisya menatap Alex dan menaikan sebelah alisnya. Alex yang sadar akan ucapannya menepuk bibirnya cukup kencang, lancang sekali mulutnya ini.

Krisan Kesayangan (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang