Riri, Melisya dan Nevay berada didalam satu mobil yang sama dimana Riri yang mengemudikannya. Melisya masih diam saja mengusap ujung bibirnya yang berdarah, sedangkan Nevay menangis sampai sesenggukan dijok belakang. Sudah puluhan lembar tisu habis oleh ingus serta air mata Nevay."Nev, udah nangisnya nanti Om Lerga ngamuk." Tutur Riri pelan. Bukannya berhenti Nevay justru menangis semakin kencang.
"Kalihan gak tahu rasanya ditolak sama ibu kandung pacar tuh kayak gimana jadi bisa bilang gitu." Jawab Nevay tersenggal-senggal karena sesak didadanya.
"Kita juga gak tahu kalau dia ibunya Kak Rafka, setahu kita ibunya itu yang sering ketemu itu. Bukan yang tadi." Sahut Melisya menetralkan pusing dikepalanya. Jarinya memijit pangkal hidungnya pelan.
"Aku aja baru tahu waktu dia ngelabrak aku beberapa minggu yang lalu. Siapa yang tahu kalau dia punya dua ibu dan itu ibu kandungnya. Yang sering kita temui itu Ibu tiri Kak Rafka, orang tuanya cerai sejak Kak Rafka SMA. Awalnya gak mau cerai karena kasihan sama anak itu keputusan Papanya, tapi waktu Kak Rafka udah ngerti betul Papanya gak nyaman sama kehidupan rumah tangganya karena Ibu tadi suka selingkuh, sewa lelaki brondong, nakal pokoknya akhirnya Kak Rafka nyuruh pisah aja gak apa-apa. Gak usah lihat Kak Rafka karena dia udah gede udah tahu mana baik dan buruk." Jelas Nevay mulai tenang. Hanya ingusnya masih keluar cukup banyak.
"Kok Kak Rafka gak pernah cerita, ya." Tanya Riri melirik Melisya sejenak. Melisya hanya mengangkat bahunya tak acuh.
"Emang kalian siapa minta dikasih tahu? Aku aja tahu waktu Ibunya ngelabrak aku beberapa minggu yang lalu." Dengkus Nevay kesal. Melisya dan Riri mengangguk membenarkan ucapan Nevay, memangnya mereka siapa ingin tahu kisah kelam seorang Arafka.
"Mau pulang kemana nih? Tante Widi gak mungkin gak lihat anaknya dengan muka bengep air mata gini." Tanya Riri memberhentikan mobilnya dibahu jalan sembari berpikir kemana mereka akan pulang.
"Ke rumah Om Gavril aja, hari ini hari kerja gak mungkin Papa ada disana nongkrong." Sahut Nevay pelan. Riri mengangguk sebelum kembali melajukan mobilnya menuju rumah kakaknya, entah apa yang akan dilakukan Azzura nanti saat tahu sudut bibir anaknya sedikit terluka karena tamparan ibu Rafka.
Setelah cukup lama perjalanan mobil Riri memasuki area rumah Gavril dan Riri memarkirkan mobilnya disebelah mobil Melisya. Nevay turun pertama kali dan berjalan duluan, kepalanya menunduk untuk menghapus air matanya. Siapa tahu bertemu anak buah Gavril. Riri dan Melisya yang baru turun mengikuti Nevay dari belakang, tangannya sedikit mengangkat rok gaunnya yang menyapu paving jalan menuju kediaman utama Gavril. Dari parkiran tamu memang jaraknya cukup jauh.
"Kenapa nunduk?"
Deg, suara sangat berat milik Edward membuat jantung Nevay seakan berhenti berdetak. Bukan hanya Nevay, Riri dan Melisya juga sama. Mereka menatap Edward seketika dengan telapak tangan Melisya menutup sudut bibirnya. Jika Edward ada disana, sudah bisa dipastikan Lerga, Bachtiar dan yang lain juga ada.
"Kalian kenapa?" Pertanyaan kedua Edward tak diajawab oleh ketiga gadis itu. Edward bukan tipe lelaki yang punya kesabaran sangat luas mendekati keponakannya. Jari telunjuk dam ibu jari Edward menarik dagu Nevay membuatnya mendongak.
Mata bengkak memerah, hidung kecil memerah mengeluarkan ingus, bibir bergetar, pipi berwarna merah juga apalagi riasan Nevay sudah acak-acakan membuat Edward mengernyitkan dahinya cukup dalam. Setelahnya dia menoleh menatap Melisya dimana sudut bibir keponakannya terluka.
"Kalian berantem?"
"Enggak, Om." Sahut Melisya pelan.
"Terus kenapa yang ini nangis, kamu juga luka?" Tanpa menjawab pertanyaan Edward. Nevay segera memeluk tubuh Edward dan kembali menangis cukup kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Krisan Kesayangan (End)
RomantiekMelisya Adriana Armish, gadis cantik berusia dua puluh lima Tahun yang memiliki kehidupan cukup sempurna. Orang tua lengkap dan harmonis walaupun ibunya bukan ibu kandung, tapi ibu tiri. Namun walaupun begitu tak membuat kehidupan Melisya berubah ka...