Lelaki tampan dengan setelan jas sangat rapi memasuki gedung pencakar langit milik Armish Group. Perusahaan yang menaungi beberapa Pt dan kini akan menambah pt milik Gilbert masuk ke Armish Group. Gilbert berkata sudah tak sanggup menjalankan usahanya jadi diturunkan ke Gavril anak satu-satunya. Dan karena itu juga Gavril sangat sulit ditemui sampai saat ini saking sibuknya."Pak Gavril ada?"
"Mau ketemu? Hanya ada waktu dua puluh menit kosong. Apa cukup? Kalau tidak anda bisa datang lain kali." Sahut Aldi, asisten pribadi Gavril.
"Cukup," Aldi mengangguk dan membawa Alex menuju ruangan presdirnya. Ruangan yang berada dilantai paling atas.
Menaiki lift, melewati beberapa ruangan dan sampailah Alex pada ruangan Gavril. Disana nampak petinggi perusahaan sedang berlalu-lalang terlihat sangat sibuk. Namun Alex tak patah semangat ataupun mundur dia sudah merelakan jam kerjanya yang cukup sibuk juga untuk bertemu Gavril jadi pantang mundur.
"Pak Xander mau bertemu," Gavril mengangguk dengan wajah datar seperti biasa. Aldi ikut mengangguk sebelum undur diri, tak terlalu mau ambil pusing Gavril masih fokys pada layar monitornya dengan tangan tak berhenti mengetik.
"Om," sapa Alex sangat sopan. Gavril hanya mengangguk saja.
"Ada yang mau Alex omongin sama Om Gavril,"
"Saya hanya punya waktu dua puluh menit, kalau ada yang mau didiskusikan sebaiknya lebih cepat." Sahut Gavril kini lebih fokus pada Alex. Dia juga penasaran apa yang membuat Alex datang menemuinya padahal perusahaan Ridwan sedang sibuk-sibuknya saat ini.
"Saya mau minta maaf masalah Meli, saya rela melakukan apa aja yang penting Om Gavril gak marahan lagi sama Meli. Kasihan Meli, Om. Dia rawat bayi sendiri, sering ngelamun karena diem-dieman sama orang serumah."
"Saya gak menerima permintaan maaf seseorang yang gak pernah bersalah sama saya. Alex, kamu kira saya sehari dua hari kenal Meli? Saya yang membesarkan dia, saya yang merawatnya dari bayi merah sampai sebesar sekarang. Bagaimana kalau kamu jadi saya? Bagaimana rasanya dibantah anak dengan kalimat seperti itu? Anak yang sudah kamu besarkan dengan penuh kasih sayang berkata seperti itu? Bagaimana reaksi kamu? Saya bisa memusuhi siapapun yang meremehkan saya tapi tidak dengan anak..."
"Tapi kamu lihat sendiri, Meli berkata demikian apa kamu yakin setelah semua ini terjadi Melisya akan memikirkan ulang apa yang dia lakukan? Enggak, kan? Saya cuma gak mau Meli sengsara di kemudian hari ya kalau saya masih hidup bisa backup dia terus kalau saya udah gak ada gimana?" Alex menelan ludahnya susah payah mendengar ucapan Gavril. Apalagi kata-kata kalau sudah tak ada.
Melisya mungkin tak berpikir sejauh itu, Alex juga sama. Mereka memiliki pemikiran yang sama mungkin Derren adalah rejeki, karena rejeki tak melulu so'al uang jadi Derren bisa saja rejeki untuk mereka. Dan mungkin dengan adanya Derren Melisya bisa lebih dewasa lagi dari segi banyak hal.
Gavril maupun Azzura tak menampik kalau anaknya kurang dewasa, suka memendam masalah sendiri tapi sekali mengeluarkan pendapat bisa gonjang-ganjing satu rumah. Melisya tak berpikir apakah kata-katanya akan menyinggung orang lain atau tidak, kata-katanya akan menyakiti hati orang lain atau tidak. Dia berpikir apa yang dia inginkan ya langsung dia utarakan.
"Kamu kira seorang ayah tak ingin memaafkan putrinya? Kamu kira tak mau? Saya mau memaafkan sangat mau, tapi kata maaf tak pernah keluar dari mulutnya. Sejak dia berkata 'saya bisa membesarkan dia yang bukan anak kandung' tak pernah ada kata maaf keluar dari mulutnya. Sejak dulu saya hidup seperti kepompong didepan Melisya, saya menyembunyikan banyak hal untuknya. Agar dia bisa tumbuh dan berkembang dalam kebaikan tapi nyatanya setelah dewasa hilang semua, dia menuruti apa yang dia kira baik padahal tak selamanya begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Krisan Kesayangan (End)
RomanceMelisya Adriana Armish, gadis cantik berusia dua puluh lima Tahun yang memiliki kehidupan cukup sempurna. Orang tua lengkap dan harmonis walaupun ibunya bukan ibu kandung, tapi ibu tiri. Namun walaupun begitu tak membuat kehidupan Melisya berubah ka...