"Mau kemana?" Pertanyaan dengan nada datar dari lelaki paruh baya diatas sofa ruang tamu membuat gadis cantik yang sudah siap pergi dengan dressnya menghentikan langkah kakinya.Perlahan Melisya menoleh menatap Gavril, sungguh dia tak tahu kalau ada Gavril diruang tamu. Sebelumnya Azzura berkata malam ini Gavril ada acara diluar bersama para sahabatnya dan Melisya merasa beruntung karena tak ada Gavril jadi tak perlu memberi alasan yang berbelit-belit. Namun saat melihat Gavril saat ini, entah kemana semangatnya pergi. Tiba-tiba tubuhnya terasa lemas dengan detak jantung tak beraturan.
"Makan malam sama temen, Dad. Janji pulangnya gak sampai jam 9 kok." Melisya berjalan cepat menghampiri ayahnya. Duduk disebelah Gavril dan memeluk lengannya cukup erat.
"Temen apa temen? Bukannya usia kamu udah cukup buat pacaran? Gak pacaran gitu?" Melisya menggeleng sangat kuat untuk menegaskan dia tak menjalin asmara walaupun sebenarnya iya. Dia masih cukup ragu untuk mengenalkan sosok Zavy pada Gavril, apalagi dia tahu betul bagaimana sifat lelaki itu.
"Enggak dulu, mau fokus kerja sama nekunin hoby. Nanti kalau udah punya usaha kayak Mommy baru deh pacaran gitu."
"Dulu Mommy kamu nikah umur sembilan belas Tahun, punya usaha resmi umur dua puluh dua Tahun dan itu setelah menikah. Kamu juga bisa gitu." Ujar Gavril masih berusaha mengulik kisah asmara anaknya. Dia memang sengaja memancing Melisya, berusaha membuat anaknya keceplosan.
"Heh itu kamu aja yang kebelet nikah sama gadis, Mas. Aku masih SMA aja kamu tungguin, lulus sekolah langsung dinikahin. Bapakmu ini emang cinta mati sama Mommy, Mel." Potong Azzura yang baru datang membawa secangkir kopi, segelas coklat panas dan tahu isi pedas buatannya dengan Melisya tadi sore.
Azzura menaruh nampannya diatas meja sebelum duduk disebelah kiri suaminya. Gavril hanya bisa tersenyum miring sembari menarik kepala istrinya untuk dikecup dengan penuh cinta. Dan pemandangan itu yang selalu Melisya dambakan nantinya setelah menikah. Melihat perlakuan Gavril pada Azzura, tatapan penuh cinta, senyum tulus dan pujian-pujian sederhana yang bisa membuat orang lain jungkir balik mendengarnya.
Alasan terbesar Melisya menerima Zavy yang usianya berada diatasnya juga karena melihat hubungan orang tuanya bisa berhasil dengan jarak usia yang cukup jauh. Pertengkaran, masalah datang silih berganti tak membuat mereka goyah karena saat Azzura marah Gavril bisa meredamnya dan begitu juga sebaliknya. Mereka saling mengisi dan tak membiarkan kekosongan dalam hubungan menjadi celah untuk pertengkaran apalagi perpisahan.
"Aku berangkat, ya. Ditunggu temen-temen." Pamit Melisya sangat lembut. Azzura mengangguk dan tersenyum manis, sedangkan Gavril yang hendak mengajukan pertanyaan lagi dicubit pinggangnya oleh Azzura. Helaan napas panjang Gavril membuat Melisya tersenyum dengan gelengan kepala pelan.
"Dev kemana? Suruh ngikutin Kakaknya sana." Ujar Gavril setelah Melisya keluar rumah.
"Kamu jadi Bapak jangan terlalu posesif kenapa sih, Mas? Kalau dulu Papaku kayak kamu gimana? Ngajak anaknya keluar malem aja gak boleh. Selagi pulang gak telat, gak aneh-aneh biarin aja kenapa sih. Biarin dia ngerasain jatuh cinta juga."
"Emangnya Meli punya pacar?" Tanya Gavril cepat, Azzura mengatupkan bibirnya sangat rapat karena merasa salah bicara. Dia juga tak tahu apakah anaknya punya kekasih atau tidak tapi setiap melihat Melisya tersenyum manis menatap ponselnya Azzura meyakini anaknya jatuh cinta.
"Ya gak tahu, kalaupun punya biarin aja kenapa sih. Nanti kalau pacarnya macem-macem baru kamu maju."
"Dev dulu baru Mas. Kalau gak dilatih sejak remaja nanti dewasanya lemah." Tukas Gavril mulai santai lagi. Azzura mengangguk sangat semangat, dia mendukung apapun yang diajarkan Gavril pada anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Krisan Kesayangan (End)
RomantizmMelisya Adriana Armish, gadis cantik berusia dua puluh lima Tahun yang memiliki kehidupan cukup sempurna. Orang tua lengkap dan harmonis walaupun ibunya bukan ibu kandung, tapi ibu tiri. Namun walaupun begitu tak membuat kehidupan Melisya berubah ka...