Diterima Atau Ditolak?

706 25 0
                                    

Melirik Eka dan ternyata dia masih sibuk bersenda gurau dengan teman-temannya dalam momen istirahat siangnya, Tessa putuskan untuk nekat menjawab panggilan itu.

"Sayang, kamu udah makan?" Suara manja mendayu di seberang panggilan. 

Tak butuh mendengar kalimat lebih panjang lagi, Tessa langsung menutup sepihak panggilan itu.

Hatinya hancur berkeping-keping dalam sekejap. 

Berbagai asumsi meledak di kepala. Namun yang menjadi pertanyaan besar bagi Tessa, mengapa ia harus merasa tak terima dan sakit hati begini? Seolah sudah dikhianati. 

Padahal, Tessa sendiri tahu, dirinya dan Eka tidak memiliki hubungan apa pun selain sepupu angkat.

Parahnya, mereka pun tidak pernah dekat satu sama lain selayaknya dua orang yang saling jatuh cinta. Bahkan untuk sekadar mengobrol normal pun sangat sulit dilakukan meski hampir sebulan tinggal bersama. 

Anehnya, luka di hati kadung tercipta dan menganga. Rasa cemburu dan tak rela kehilangan apa yang belum sempat dimiliki membuat Tessa begitu nelangsa.

Tessa melamun setelahnya, memikirkan siapa penelepon itu dan juga cara merebut Eka darinya--kalau memang benar mereka pacaran. Hingga Tessa tak sadar, kalau ia masih membawa ponsel Eka ketika pemiliknya itu menyusul masuk ke dalam mobil dan menatap penuh selidik ke arahnya.

"Oh, ini tadi ponsel kamu geter, jadi aku angkat karena mungkin itu penting." Tessa memberikan alasan sambil menyerahkan ponsel itu pada Eka tanpa menunggu dihujani pertanyaan. 

Lebih baik begitu daripada nanti dituduh sengaja lancang mengacak privasi, kan? 

Eka menerima ponselnya tanpa komentar dan lebih dulu memeriksa daftar panggilan sebelum menghidupkan mesin mobilnya.

Sejenak Tessa melirik dari ekor matanya. Tampak Eka kemudian memasukkan benda pipih persegi itu ke dalam tasnya begitu saja tanpa menelepon balik.

"My Love itu pacar kamu, ya?" tanya Tessa setelah beberapa saat mobil mereka mulai melaju.

Karena ini hari Minggu, mereka tidak melakukan kegiatan di lapangan sampai sore seperti biasanya dan bisa pulang setelah makan siang.

Eka kembali mengabaikan pertanyaannya seolah sejak awal memang tidak pernah mendengarnya sama sekali. Jadi sampai mereka tiba di rumah pukul lima belas, keduanya tetap saling diam.

Eka masuk ke rumah duluan tanpa mengatakan apa-apa. Sementara Tessa yang melihat kakeknya sedang asyik memberikan makan koi-koinya di sudut rumah, gegas menghampirinya agar tak semakin bad mood gara-gara Eka lagi.

"Kakek, Sayaaang...!" Tessa menghambur memeluk tubuh kakeknya--yang duduk--dari belakang.

"Ah, tumben sekali kamu bersemangat begini setelah pulang dari menemani Eka nugas? Apa ada kejadian menyenangkan di luar?"

Boro-Boro menyenangkan. Tessa malah merasa ngenes berkali-kali.

"Nggak ada." Tessa melepas pelukan dan duduk menyebelahi di sisi sang kakek, lalu meminta pelet ikan dari tangannya dan ikutan menebar makanan itu ke dalam kolam berair jernih di depan mereka.

Belasan ikan koi beraneka motif dan besar itu langsung datang menyerbu makanannya. Menimbulkan kecipak dan cipratan air yang mengenai wajah dan tubuh Tessa hingga dia pun kelepasan menjerit-jerit dan ditertawakan oleh kakeknya.

"Kamu melemparkan makanan itu terlalu ke pinggir. Harusnya kamu melempar ke sana." Sang kakek memberi petunjuk dengan ikutan menyebar pelet ke tengah kolam.

Dengan cepat, ikan yang tadi bergerombol di pinggir kembali berenang ke tengah kolam. "Mereka selalu diberi makanan dengan cukup, tapi lihatlah. Mereka tetap saja agresif seolah sangat kelaparan."

Sexy Smoothie (Tanpa Restu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang