Terjebak

659 19 6
                                    

Sambil sesekali menggigit bibir gundah dan menyibak rambut pendeknya hingga berantakan, Eka kembali berjalan setengah berlari ke ruang tempatnya meninggalkan Grace terakhir kali. 

Gadis malang itu masih di sana, menangis menyedihkan menelungkupi meja.

Saat menyadari kehadiran Eka yang kembali, Grace langsung bangkit dan berlari memeluknya. Mencengkeram tubuh Eka sekuat tenaga dan meledakkan seluruh tangis tanpa peduli lagi dengan harga diri.

"Aku mau berbagi. Aku mau berbagi asalkan kamu nggak pergi. Aku nggak sanggup kehilangan kamu, Eka. Please ... jangan tinggalin aku. Tolong, jangan pergi." Grace meracau dan terus meremas pakaian Eka di sela tangisnya. 

Sementara yang bisa Eka lakukan hanya menggigit bibir dan membalas dekapan Grace yang menguncinya erat. Berusaha sebisa mungkin untuk tidak ikut kembali menangis meski rasa bersalah kian merong-rong sanubarinya.  

"Aku akan ngomong sama Tessa, oke? Aku mau bilang kalau aku bisa berbagi kamu. Asalkan aku bisa tetap di sisi kamu. Aku nggak keberatan dimadu sama dia." Grace yang masih serupa orang hilang akal terus mengatakan sesuatu yang seperti bukan dirinya selama ini. Sebab Eka tahu pasti, Grace itu tipe wanita yang anti poligami-poligami klub. 

Dulu saja belum apa-apa, Eka sudah pernah diancam akan dikebiri kalau berani lirik kanan-kiri. 

"Aku hanya akan ngantar kamu pulang, Grace. Udah, jangan nangis lagi, um? Jangan siakan air mata kamu untuk laki-laki berengsek kayak aku karena aku nggak pantas mendapatkannya." Eka melonggarkan pelukan dan mengusap tangisan Grace yang membanjiri wajah. 

Sementara penolakan keras langsung ditunjukkan Grace dengan bersikukuh mencengkeram kian erat kemeja Eka disertai gelengan kuat. "Aku mau ngomong sama Tessa. Dia nggak bisa ngambil kamu gitu aja dariku karena kamu punyaku!"

"Tessa udah pulang...."

"Kalau gitu, ajak aku ke rumah kamu. Kalau dia maksa ingin memiliki kamu, artinya dia harus mau berbagi sama aku."

Eka setengah membungkuk untuk mensejajarkan tinggi mereka. Melihat tatapan Grace yang meliar ke sana-sini sudah bisa dipastikan kalau kondisinya memang tidak baik-baik saja. "Kamu masih kacau, Grace. Sekarang, kita hanya akan pulang ke rumah kamu."

"Tapi, Ka. Aku mau ngomong sama Tessa."

"Masih ada lain waktu." Eka menukas lembut. Merapikan rambut Grace yang berantakan menutupi hampir seluruh muka dengan menyibakkannya ke balik telinga. "Kita pulang sekarang. Aku yang akan bawa mobil kamu."

"Kamu mau nganterin aku?" 

Eka mengangguk. 

"Kamu nggak akan ninggalin aku lagi kayak tadi, kan? Kamu beneran akan pulang sama aku?"

Dengan batin nelangsa, Eka mengangguk untuk kedua kalinya dan kini juga dengan senyum terpaksa yang tetap tampak manis di mata Grace, sehingga gadis itu luluh dan menurut. 

"Makasih, Eka...." Serupa anak kecil yang takut kembali kehilangan, Grace berjalan keluar sambil tetap merangkul erat tubuh Eka. 

Mereka berkendara menuju rumah pribadi Grace yang sudah beberapa tahun belakangan tinggal berpisah dari orang tuanya. Dan karena Eka keceplosan mengatakan ingin langsung pamit karena tak ingin kemalaman di jalan, Grace yang kembali panik langsung menjambret ponsel dan dompet pemuda itu begitu mobil berhenti di carport. Kemudian berlari kabur ke dalam rumah tanpa mengindahkan panggilan Eka yang tidak kalah panik. 

"Grace, rumah kamu masih dipantau keluarga kamu, kan? Kalau mereka lihat aku datang, mereka akan kirim preman ke sini." Eka berusaha mengingatkan mantan kekasihnya itu sambil nekat menyusul masuk hingga ke ruang tamu, karena sepertinya Grace lupa akan hal mengerikan itu.

Sexy Smoothie (Tanpa Restu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang