Gara-Gara Foto

2.4K 51 3
                                    

Eka itu seorang Ners yang cukup hebat, katanya.

Namun sudah setahun belakangan, dia memilih berhenti dari rumah sakit dan mulai membantu dokter sukarelawan untuk melakukan kunjungan ke desa-desa yang jauh dari rumah sakit atas gagasan Pak Camat dan kakeknya yang bekerja sama dengan dinas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Tujuannya sudah barang tentu mulia, demi menolong mereka yang tak bisa menjangkau rumah sakit atau masih memandang negatif rumah sakit, agar tetap bisa mendapatkan pengobatan tepat dan layak ketika sakit.

Tapi kalau boleh jujur, dari pembahasan yang baru sampai sana saja, perut Tessa sudah mulas lantaran digelitiki rasa tak percaya.

Bahkan, dia nyaris menyemburkan air yang sedang diminumnya dan belum sempat ditelan pada jam makan malam itu.

Salah sang kakek juga, kenapa dia harus membahas kelebihan Eka yang jelas-jelas di mata Tessa tak ada bagus-bagusnya.

"Kalau dia ikut blusukan ke kampung-kampung, apa nggak malah pada cepet meninggal tuh pasiennya karena spot jantung dirawat sama manusia yang nggak ada ramah-ramahnya ini?" ceplos Tessa menanggapi cerita dari kakeknya.

Begitulah. Tessa tetaplah Tessa si mulut pedas dan cablak saat di balik layar kamera keartisannya--ralat, mantan selebgram.

Tidak peduli meski sosok yang jadi topik pembicaraan tepat duduk di depannya, tetap saja mulut kecilnya itu ceplas-ceplos tanpa memikirkan perasaan objek gibahannya.

"Kalau dia seperti yang kamu khawatirkan, mana mungkin Eka punya pasien sendiri sekarang?" Sang kakek mulai membela lagi. "Orang-orang yang dulunya anti sama tenaga medis dan takut sama dokter, sekarang selalu nungguin kunjungannya. Pasiennya bahkan bisa dibilang lebih banyak daripada kebanyakan dokter di kota ini."

Lah, Tessa malah mau gumoh rasanya sekarang.

"Termasuk anak-anak panti maksudnya?" Mulutnya menyambar sotoy.

Muak betul kalau sang kakek sudah mulai tak berhenti memuji-muji cucu angkatnya itu.

"Dia juga nggak ramah sama anak panti, tuh. Tadi Tessa liat, dia biarin gitu aja anak yang lagi terluka jalan dengan kaki pincang. Padahal kakinya baru selesai dijahit."

Yang dibicarakan masih fokus menikmati kari rajungan.

Seolah tak terusik sama sekali dengan bagaimana cara Tessa berusaha untuk menjelekkannya di hadapan kakek mereka.

"Pasti yang kamu bicarakan adalah anak lelaki bernama Alvin?" Sang kakek menebak dan ditanggapi Tessa dengan mengedikkan bahu karena dia memang tak tahu siapa nama bocah pincang yang dijumpainya tadi.

"Pokoknya, kakinya pincang dan dia bilang kalau habis dijahit." Tessa menegaskan dengan gelagat sok tak acuh.

Meski sedang berusaha keras untuk menjatuhkan sepupu angkatnya, Tessa tak ingin terkesan terlalu mencolok dengan tetap fokus memilah antara daging dan kulit rajungan di tangannya serupa yang Eka lakukan.

Ending-nya pun di luar harapan.

Sang kakek yang tadi diharap akan marah, malah justru tertawa renyah dengan cara tak terduga.

"Ya, pasti dia Alvin. Perlu kamu tahu, dia itu anak yang unik. Dia selalu minta agar kakinya diperban meski nggak sakit apa-apa. Lalu berpura-pura sakit. Dia punya cita-cita jadi aktor, jadi Eka mau saja menuruti permintaannya. Pasti tadi dia juga bilang kalau kakinya habis dijahit sama Eka dan dijahitnya nggak sakit, kan?"

Tessa keselek dan butuh segelas air minum untuk membuat batuknya berhenti.

Sayangnya, tidak ada obat yang bisa membantu menormalkan wajahnya yang kini memerah udang goreng lantaran malu.

Sexy Smoothie (Tanpa Restu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang