Radit bukan orang seperti ini sebelumnya, dirinya adalah orang yang penuh perhitungan bahkan tentang sebuah hubungan.
Radit tidak pernah bertindak impulsif apalagi memaksakan kehendaknya kepada seseorang.
Pria itu juga tidak mengerti mengapa dan bagaimana tepatnya ia bisa bertindak seperti itu kepada wanita yang menjadi asistennya.Tetapi rasa-rasanya semenjak ia melihat Shahnaz di mall beberapa bulan lalu, dan melihat sisi rapuh wanita itu saat mabuk di club setelahnya, Radit sulit memandang Shahnaz dengan cara yang biasa lagi. Ia tidak bisa menganggap wanita itu sebatas asisten semata. Mulanya Radit pikir itu hanya empati berlebihan terhadap asistennya tapi saat ia menggali lagi, ternyata lebih dari itu.
Seolah ada magnet tidak kasat mata yang terus menarik Radit untuk lebih dekat kepada Shahnaz, ingin mengenal wanita itu lebih jauh lagi dan melihat hal menarik apa yang akan terjadi pada mereka."Ini malam minggu,"
Pria itu mencoba memecah keheningan diantara mereka, menoleh pada asistennya yang tidak bergerak sama sekali. Ia tahu Shahnaz terpaksa mengikutinya untuk mencari makan malam, terlihat jelas wajah ditekuk yang tidak wanita itu lepaskan bahkan saat baru keluar dari lift. Shahnaz seakan-akan menantang Radit untuk menyerah menghadapinya, apalagi ketika pria itu tidak merasa bersalah sama sekali karena telah memaksanya membuat Shahnaz semakin menekuk wajahnya."Ehm." Radit berdeham meminta perhatian, "Kamu mau makan apa?"
Shahnaz hanya mengedikkan bahunya, semakin menenggelamkan dirinya di kursi penumpang seraya mengeratkan cardigan yang dipakainya.
Shahnaz menolak berbicara, pria berkacamata disebelahnya ini seharusnya sudah punya tujuan jika berani memaksa wanitu itu.Radit menurunkan suhu ac mobilnya, lalu menoleh pada Shahnaz yang sedang memandangi jalanan. "Kamu ada alergi ikan? Sushi mau?" Radit kembali bertanya dan lagi-lagi hanya dibalas kedikan acuh oleh lawan bicaranya. Pria itu menghela nafas dan mengemudikan mobilnya ke restoran sushi langganannya. Shahnaz tidak menolak maka Radit asumsikan wanita itu setuju.
Shahnaz sudah akan turun sebelum tersadar dimana Radit memberhentikan mobilnya, wanita itu memindai dirinya sendiri bergantian dengan apa yang ada dihadapannya saat ini. Radit pasti sudah gila!
Restoran mewah didepan sana... Apa yang ada di pikiran Radit membawanya kesini?Shahnaz hanya memakai celana tidur panjang dan tanktop putih dibalut cardigan, itu juga ia ambil asal karena tergeletak di bahu sofa.
Shahnaz memang kerap tidak berpikir saat kesal, ketika dirinya dikuasai emosi otaknya otomatis menjadi tumpul. Jadi ia tidak berpikir tentang apa yang ia kenakan saat turun menghampiri Radit, ia hanya berpikir bahwa Radit menyebalkan dan melampiaskan kekesalannya menyumpahi bosnya disepanjang jalan, dalam lift menuju lobby.Wanita itu memindai Radit dengan sudut matanya, pakaian casual pria itu bisa cocok dimana saja, tidak seperti dirinya! Rambutnya saja dijepit asal menggunakan jedai, Shahnaz bahkan takut melirik dirinya sendiri di cermin, sudah pasti penampilannya sangat kacau balau saat ini.
Shahnaz membuka mulutnya hendak mengajukan protes ketika Radit menyelanya lebih dulu. "Kamu tadi nggak bicara, jadi saya asumsikan kamu bersedia saya bawa kemana aja." Ujar Radit singkat, seulas senyum terbit disana seolah mengejek Shahnaz dan kebodohannya. "Ayo turun," Ajak pria itu.
Shahnaz memaku dirinya disana, lengannya meremat erat seatbelt yang membelitnya.
Ia membalik tubuhnya menghadap Radit hati-hati, dengan pelan wanita itu akhirnya bersuara, "Pecel lele langganan saya ada di pertigaan setelah ini, kesana aja." Cicit Shahnaz yang membuat Radit tersenyum puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]
Fanfiction🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE. "I wont give up on us, Didi." Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...