Shahnaz mengusak-ngusakkan kepalanya di leher Radit, membuat pria itu sesekali berjengjit karena geli. "Berhenti atau turun, Nadira."
"Ih kan haus."
"Kamu bisa diam dikamar dan saya yang ambil minum."
"Tapi aku ga mau kamu tinggalin, Mas. Kalo kamu nggak balik-balik lagi, gimana?"
"Ck, ya makanya diam." Rutuk Radit, mengundang gelak tawa wanita yang sedang ada di punggungnya.
Iya, karena mereka terus berdebat tentang Shahnaz yang merasa haus dan tenggorokannya yang kering tetapi tidak ingin mengambil minum sendiri dengan alasan lemas sehabis menangis.
Sedangkan wanita itu juga tidak mengijinkan Radit untuk beranjak menjauh darinya lebih dari satu jengkal. Maka, penyelesaian akhirnya adalah Radit menggendong Shahnaz di punggung dan mereka menuju dapur bersama. Itu ide Shahnaz, dan Radit tidak bisa menolak.
Setelah mendudukkan Shahnaz dikursinya, Radit kembali berjalan menuju lemari pendingin, mengambil satu botol air mineral disana karena Shahnaz kukuh ingin minum air yang dingin. Kemudian pria itu menyerahkannya pada Shahnaz setelah sebelumnya membuka tutupnya yang disambut suka cita oleh kekasihnya.
Radit memutari meja, mengambil tempat duduk bersebrangan dengan Shahnaz.
Pria itu memperhatikan kekasihnya yang meneguk isi botol, mengisi dahaga. "Haaaah. Enak banget, makasih Mas." Cengir Shahnaz menoleh pada Radit tanpa rasa bersalah, seolah drama sebelumnya tidak pernah terjadi.
Perubahan mood wanita itu memang cukup cepat dan tidak bisa diprediksi. Setelah sebelumnya sering membuat Radit terkaget-kaget, Syukurlah seiring berjalannya waktu, Radit telah terbiasa atas itu.
Melihat Shahnaz telah selesai dan merasa bisa diajak bicara, Radit berdehem. "Didi.. Alih-alih kamu, bukannya seharusnya saya yang lebih takut disini?"
"Hm?" Tanya Shahnaz tidak mengerti, ia mengerjapkan matanya.
Shahnaz meletakkan botol minum dan memutar tubuh menghadap Radit. "Gimana, Mas?"
"Iya, alih-alih kamu, seharusnya disini saya yang takut. Maka dari itu sebelumnya juga saya mohon-mohon sama kamu.
Kamu bisa kapan aja ninggalin saya, karena saya sudah menyerahkan semuanya demi kebahagiaan kamu, bahkan kebahagiaan saya sendiri. Saya nggak tau apa besok pesan saya masih kamu balas, atau panggilan saya masih kamu angkat.
Saya nggak tau apa nanti malam kamu berubah pikiran dan memutuskan hubungan kita. Saya juga nggak tau apa yang akan kamu lakukan beberapa menit kemudian. Kamu bahkan bisa saja mengusir saya beberapa detik yang akan datang dari sini."
"Mas.." Kalimat Shahnaz tertelan di tenggorokan, padahal sebelumnya ia merasa dahaganya telah terpenuhi dan tidak ada yang mengganjal disana. Tetapi sekarang setelah mendengar kata-kata Radit, tenggorokannya kembali tercekat.
Shahnaz tidak bisa membalas perkataan kekasihnya.
"Ini hanya pengingat untuk kamu, kamu nggak perlu takut atas apapun. Kamu punya pilihan, kamu berhak memilih. Setidaknya dari semua orang yang memaksa dan memojokkan kamu, dan menjebak kamu dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Ada saya memberi kamu pilihan.
Didi, saya hanya berharap kamu memikirkan semuanya dengan bijak. Saya akan menghargai apapun. Bahkan jika kamu nggak memikirkan saya diantara pertimbangan-pertimbangan kamu, saya harap kamu pikirkan kebahagiaan kamu." Pria itu mengakhiri penuturannya dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]
Fanfiction🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE. "I wont give up on us, Didi." Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...