Jennie terbangun dari tidurnya, ia merasa panik memikirkan kemungkinan gempa bumi karena ranjangnya berguncang.
Namun saat membuka mata, wanita bermata kucing itu lebih panik lagi ketika sadar guncangan ternyata berasal dari tubuh Shahnaz yang menggigil.
Jennie meraba kening Shahnaz lalu mengibaskan tangannya, panas sekali, pikirnya.
Shahnaz bergerak tidak nyaman, ia terus melenguh dan bergumam yang tidak Jennie mengerti. Dengan tergesa mengambil hanya ponsel dan dompetnya, Jennie memanggil beberapa petugas untuk membantunya membawa Shahnaz ke rumah sakit.
Dalam perjalanan wanita itu tidak berhenti merapal agar tidak terjadi sesuatu terhadap sahabatnya.
Jennie baru bisa bernapas lega setelah sampai rumah sakit dan Shahnaz ditangani.
Berbicara singkat dengan dokter lalu menghampiri Shahnaz yang terlelap dengan infus ditangannya."Gini banget sih nasib lo, Naz." Jennie menggeleng dan bergumam prihatin. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Shahnaz jika masih tinggal satu atap dengan ayahnya... Apa Shahnaz masih bertahan sampai saat ini? Sahabatnya hanya pulang saat akhir pekan saja seperti ini keadaannya.
Semenjak Shahnaz bekerja dan menyewa apartement yang tidak jauh dari kantor untuk tinggal. Ayah Shahnaz tinggal sendiri dibantu asisten rumah tangga harian dipantau pamannya yang berjarak dua rumah dari rumah ayahnya. Shahnaz selalu menitipkan kebutuhan ayahnya pada pamannya itu dan sesekali menjenguknya saat akhir pekan.
Masalah utama yang biasa hadir adalah Ibu Shahnaz mengadu melakukan panggilan ke rumah Ayahnya ketika Shahnaz tidak bisa dihubungi.
Lalu Ayahnya akan murka karena perjanjian diantara mereka adalah jika bertemu harus bersama.
Jika ibunya bisa melihat Shahnaz, maka ayahnya bisa melihat saudaranya.Shahnaz selalu berpikir jika saja dirinya dan saudaranya tidak dilahirkan kembar walau tidak identik, Shahnaz bisa saja menganggap dirinya adalah anak pungut atau tertukar saat di rumah sakit. Sayangnya saat itu hanya ibunya yang melahirkan disana dan memiliki dua anak dalam rentang waktu lima belas menit.
Karena setiap bertemu Ibunya selalu membanggakan keluarga baru dan saudaranya, membuat Ayah Shahnaz berkecil hati lalu melampiaskan kemarahan pada Shahnaz yang tidak jarang juga sakit hati.
Itu alasan Shahnaz terkadang menolak menemui Ibunya. Apa bedanya? Ia akan tetap babak belur dengan atau tanpa bertemu dengan wanita yang melahirkannya itu.
Bedanya jika tidak bertemu Ibunya hati Shahnaz menjadi lebih lapang karena tidak perlu merasa iri pada saudaranya atau menaruh benci lebih banyak terhadap Ibunya yang seakan tidak menganggapnya ada.
Shahnaz merasa tenggorokannya terbakar, kering sekali rasanya.. Ia meringis saat mendapati belitan jarum infus dilengannya.
Jennie yang sedang berkutat dengan ponselnya segera berhenti menyadari Shahnaz terbangun. Mengambil segelas air minum lalu membantu sahabatnya untuk terduduk dan minum pelan-pelan..
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]
Fanfiction🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE. "I wont give up on us, Didi." Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...