41.

968 219 65
                                    

Tidak ada yang menyangka hal ini, begitupun Shahnaz sendiri.

Ia bahkan menahan keras tangannya untuk menutup mulut, agar tidak ikut terlihat terkejut.

Untung saja Shahnaz cukup ahli dalam hal mengubah ekspresi seperti ini sehingga ekspresi percaya dirinya bisa ia pertahankan sampai akhir.

Entahlah, dorongan untuk berkata seperti tadi hanya terlalu kuat.

Radit bahkan belum benar-benar melamarnya, mereka belum membicarakan hal-hal sampai kesana.
Tapi itu bisa dipikirkan nanti. Jika Radit tidak kunjung melamarnya, maka Shahnaz yang akan melamar Radit lebih dulu.

Setidaknya sampai tadi malam, Shahnaz tahu Radit tidak akan menolaknya.

Ucapan yang lolos dari bibir Shahnaz membuat ketiga pasang mata itu melebarkan bola mata mereka tidak percaya.

Seolah Shahnaz telah melemparkan sebuah bom, sehingga mereka tercengang, dan tidak dapat bergerak. Bahkan mata mereka belum berkedip.

Om Rahman adalah orang yang pertama kali tersadar dan memberikan tanggapan, "Eleuuuh, ini teh bener? Neng Dira, mau nikah sama siapa? Mana calonnya? Kenapa ngga diajak?" Tanya Om Rahman setelah reda dari keterkejutannya.

Shahnaz mengangguk, "Bener atuh, Om. Calonnya ada, kapan-kapan Dira bawa kesini. Ganteeeng, Om! Baik, lagi! Sekarang lagi ada urusan makanya ngga bisa anter. Dila juga tau, kok, orangnya siapa." Jawab Shahnaz seraya menunjuk Sagita dengan dagunya. "Iya, kan, Dil?" Tanya Shahnaz tersenyum meremehkan, sedangkan yang ditanya justru melengos, memalingkan wajah seraya mengepalkan tangan.

Shahnaz sedari awal memang tidak luput memperhatikan eskpresi Sagita.
Awalnya, ketika Shahnaz melempar berita pernikahannya tadi, raut wajah kembarannya langsung pucat pasi. Iya, sih, mungkin Sagita juga tidak menyangka bahwa Shahnaz akan seberani itu.

Setelah menguasai diri, ekspresi Sagita berubah marah dan tidak terima.
Shahnaz bisa lihat raut kekalahan disana, wajah kembarannya itu bahkan memerah sempurna seperti disiram api, sehingga Shahnaz tidak bisa menahan diri untuk mengulas senyum puas dan bahagianya.

"Oalaaah, Selamat ya, Neng. Tapi ajak dulu pacarnya kesini, biar Om sama Papa juga kenal." Om Rahman kembali menyahut dengan ramah dan dibalas anggukan antusias dari Shahnaz. "Iya, nanti Dira ajak kesini, sekalian buat bicarain lamaran resminya."

Berbeda dengan Omnya, Ayah Shahnaz hanya mengerjapkan mata, kemudian memilih untuk tetap bungkam.

Tanpa merespon berita dari putri sulungnya, pria itu lalu kembali berbalik menghadap Sagita. Mengusap puncak kepala si bungsu. "Dila juga bukannya mau nikah, ya? Calon Dila yang waktu itu diceritain Mama, gimana perkembangannya? Baik 'kan, orangnya? Bawa kesini dong, ketemu Papa." Tanya Ayahnya lembut.

Sagita yang sedari tadi diam karena merasa kalah dan marah, seketika merasa memiliki secerca harapan setelah melihat sikap Ayahnya terhadap Shahnaz. Hah, ternyata tanpa Mamanya pun, Sagita akan tetap menang. Senyum sinis terulas dibibirnya.

Bersamaan dengan itu, muncul gejolak kemarahan yang tiba-tiba mendera diri Shahnaz. Ia memejamkan mata, menahan diri agar tidak meledak, tetapi sepertinya tidak bisa lagi. Shahnaz tidak bisa menahannya.

Kenapa selalu seperti ini? Ayahnya bahkan tidak bereaksi apapun atas berita yang dibawanya. Mengapa Ayahnya tidak bisa sekali saja membuatnya senang?!

Sagita hendak membuka mulut untuk menjawab, sebelum Shahnaz dengan geramannya, memotong mendahuluinya Sagita, "Dila kemungkinan nggak jadi nikah. Nggak ada cowok waras yang mau sama cewek licik dan penyakitan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang