"Jadi apa salah saya sampai kamu mendiami saya dari kemarin?" Radit bertanya tidak sabar. Sudah cukup rasanya Radit memberi waktu satu malam untuk Shahnaz melakukan semaunya. Mendiami Radit, tidur memunggunginya, dan pagi ini bahkan Shahnaz absen menciumnya sebelum turun dari ranjang.
Jujur saja, itu sangat mengganggu Radit. Egonya sedikit tersentil, apalagi pria itu belum tahu apa penyebab dibalik Shahnaz dan sikap diamnya itu.
Selama hampir tujuh tahun pernikahan mereka, baru pagi ini rasanya Radit mendapati sang istri seperti antipati padanya, itu bukan hal yang biasa, menggores harga diri Radit yang terbiasa dengan Shahnaz yang seolah alergi bila jauh dari pria itu. Bukan begini, dekat tapi terasa jauh.
Shahnaz menatap Radit lurus, namun masih enggan membuka suara, wanita itu menutup bibirnya rapat-rapat.
Selang beberapa saat hanya helaan napas yang terdengar lelah akhirnya keluar dari mulut Shahnaz setelah memutus tatapannya. "Mas nggak salah." Shahnaz menggeleng. "Aku yang berlebihan." lanjutnya pelan.
Ia hendak bangkit tetapi Radit kembali menahan istrinya, membuat Shahnaz menoleh pada Radit dengan satu alis terangkat. "Apalagi? Kita belum selesai?" tanya Shahnaz bingung.
"Didi, kita bahkan belum mulai."
"Tapi aku mau urus dulu Dimi.."
"Dimi masih libur, ingat? Makanya Dida bisa ikut liburan sama Mami. Berhenti terus mencari alasan, Nadira."
"...."
"Kalo kamu diam untuk mengulur waktu, saya sudah minta Mbok buat ajak Dimi main kerumah Mas Bagas." Radit memutar sesaat pandangannya untuk melirik jam dinding. "Mereka mungkin udah pergi sepuluh menit yang lalu."
Sial! Batin Shahnaz merutuk. Radit selangkah lebih cepat darinya dan apa yang dikatakan pria itu tidak meleset. Sama sekali.
Memang benar Shahnaz sengaja diam untuk mengulur waktu karena pikirnya Dimitri pasti akan menggedor pintu kamar dan mengganggu mereka berdua tidak lama lagi untuk mengajak bermain, sehingga Shahnaz bisa bebas dari kecanggungannya bersama Radit.
Shahnaz kembali bungkam, ia kehilangan fungsi bicara. Kata-kata sanggahan yang sudah ada di ujung lidahnya terpaksa ia telan kembali.
Radit sangat mengenalnya, dan Shahnaz tidak tahu reaksi apa yang harus ia tunjukkan atas fakta itu.. Karena pada saat-saat seperti ini, Radit bisa membaca pergerakan apa yang akan Shahnaz lakukan dan itu menyebalkan. Shahnaz kesulitan menghindar, Radit mengusik 'zona aman'nya.
Shahnaz menggigit bibir bawah gusar, diam-diam kedua tangannya bertaut mengumpulkan keberanian untuk dirinya sendiri. "Mas, kamu beneran sayang kan sama aku? Atau kamu udah bosen ya tujuh taun ini muka aku terus yang kamu liat tiap bangun?"
Kening Radit mengerut dalam mendengar pertanyaan Istrinya. "Kamu ini sadar nggak kamu nanya apa?" Radit menahan diri agar tidak menaikan nada bicaranya dan membuat Shahnaz sedih. Pertanyaan seperti ini yang paling Radit tidak suka, ia benci diragukan.
Namun Shahnaz yang menunggu jawaban Radit dengan penuh harap tetap saja merasa kecewa karena bukan seperti itu jawaban yang diinginkannya keluar dari bibir Radit.
"Kan, nggak dijawab. Udahlah." Ia hendak kembali bangkit namun lagi-lagi Radit menahannya.
"Ngomong yang jelas, Nadira." Radit menggeram tidak suka. "Kamu pikir sikap saya nggak menunjukkan bahwa saya sayang banget sama kamu? Sama anak-anak?"
"Iya." Shahnaz menyahut singkat, tatapannya seketika datar.
Jawaban Shahnaz membuat Radit terkesiap.
Sejauh yang Radit ingat, ia selalu berusaha untuk tidak membuat Istri dan kedua anaknya kecewa atau kehilangan kasih sayang darinya.Ia meraih tangan Shahnaz untuk digenggam. "Kenapa kamu bisa berpikiran kayak gitu?"
Shahnaz berusaha melepaskan genggaman Radit tetapi hasilnya sia-sia. "Lepas, Mas."
"Jawab saya dulu, kenapa kamu bisa bilang gitu?"
Shahnaz tidak langsung menjawab namun Radit tetap menunggu.
Ibu dua anak itu menggeser tempat duduknya mencari posisi nyaman untuk berhadapan dengan Radit. Sejenak ia menunduk menatap kedua tangannya yang masih bertautan dengan sang suami sebelum kemudian menatap Radit tajam tepat dimatanya.
"Reminder di ponsel dan agenda kamu, Dimitri yang pulang kemarin jadi buktinya." Jawab Shahnaz datar.
Kerutan di kening Radit lebih dalam dari sebelumnya. Pria itu menguras keras isi otaknya untuk berpikir kode-kode dari jawaban sang Istri.
Dan ia kembali terkesiap, bola matanya membesar terkejut dan menoleh takut-takut pada Shahnaz ketika ia berhasil menyambungkan semuanya. Alasan Istrinya marah.. Tidak mungkin, kan?
Shahnaz melihat semuanya, gerak-gerik Radit. Dan wajah terkejut itu.. Membuktikan bahwa ia benar. Tebakannya tidak meleset dan Shahnaz kecewa karena kali ini Radit amat keterlaluan.
Shahnaz menggelengkan kepala tidak percaya. Bibirnya kelu, tidak ada yang bisa keluar dari sana bahkan untuk marah pun Shahnaz tidak sanggup rasanya."Bisa-bisanya kamu ya, Mas! Aku sampe nggak nyangka kamu bisa kayak gitu. Jahat banget!"
Loh, apakabar?
besok-besok aku ganti username dari jasnulis jadi jaskidding apa ya soalnya suka ghosting kalo mau update 😪
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]
Fanfic🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE. "I wont give up on us, Didi." Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...