Tiga Puluh

29 6 0
                                    

"Kamu nggak apa-apa?"
Dedy menghampiri Kiran yang terlihat pucat.

"Oh...eh... Iya, saya hanya pening, mungkin karena semalam begadang."
Kiran mencoba menutupi kagetnya dengan senyuman andalannya.

Ibu Masayu membalas dengan tersenyum pula.

"Itu Pak Rehan, suami Saya." Kiran menoleh ke arah Pak Rehan dan tersenyum sambil sedikit membungkuk, dan dibalas dingin oleh Pak Rehan.
Wanita paruh baya itu tak berhenti tersenyum.

Kiran tak mendapati bayangan Harmi lagi. Ia mulai memperhatikan wajah Ibu Masayu dan Pak Rehan.
Keduanya sama sekali tidak ada yang mirip Dedy.
Justru Dedy sangat mirip dengan Guntur.

'Dia anak pungut!'
Bisik seseorang.

Kiran menoleh ke arah sebuah kursi kosong yang berbeda dari kursi lainnya, terletak menyendiri di sudut ruangan.

Seketika pandangan Kiran menjadi berkunang-kunang. Entah mengapa belakangan ini ia mengalami sakit kepala yang sama.

Kiran segera memutuskan untuk duduk dan menyeka keringat dingin yang mengalir membasahi tubuhnya. Padahal rumah besar ini ber AC.

Sementara di sudut lain Dedy dan Guntur memperhatikan Kiran yang duduk tidak jauh dari orang tua Dedy.

"Cantik juga gebetan kamu." Bisik Guntur yang didengar Yani samar-samar.

"Hm... Dia tidak semudah itu mau sama aku. Harus dibujuk pelan-pelan." Gumam Dedy.

"Butuh kesabaran penuh bror... Tapi,.. kayaknya saya pernah ketemu dia di mana ya..."

"Di kantor penerbitan waktu itu." Jawab Dedy dingin. Ia seperti menangkap aura suka dari Guntur terhadap Kiran.

Guntur terdiam. Ia ingat melihat Kiran di atas onggokan tanah galian proyek jembatan tempo hari.
Saat itu, ia seperti tak sadarkan diri. Guntur merapikan wajah gadis di depannya dari rambutnya yang teracak-acak sana sini.

Ia langsung jatuh hati pada gadis yang entah siapa namanya. Gadis yang sedang larut dalam mimpinya.

"Pak... Jadi gadis ini bagaimana?"
Tanya seorang laki-laki yang merupakan keneck mobil box.

"Cepat bawa ke mobil. Nanti titip di dapur umum." Sahut Guntur.

"Iya Pak."

Tak lama, beberapa orang lelaki datang menghampiri gundukan tanah tempat Kiran terbaring tadi.

"Kemana perempuan tadi?" Tanya seorang laki-laki kebingungan.

"Nggak tahu pak..."

"Kenapa tidak dibawa masuk saja?"

"Nggak bisa pak... Gadis itu berasal dari desa sebelah."

"Emangnya kenapa?"

"Pamali pak... Nanti kalau keluarganya lewat, jembatan ini bisa roboh!"

"Ya sudah." Jawab lelaki itu seperti mengkhawatirkan sesuatu.

Guntur yang mengamati tingkah beberapa orang laki-laki dalam gelap yang mencari sosok Kiran nampak terdiam.

Cukup sudah tumbal yang mereka perlukan untuk proyek jembatan itu.
Ingatan Guntur kembali lagi ke masa kini.

Dedy sampai bingung melihat Guntur terdiam sambil menatap gelasnya.

"Kamu tidak apa-apa?"

Guntur dikagetkan oleh Dedy yang nampak khawatir melihat Guntur yang terdiam sedari tadi.

Guntur hanya tersenyum sambil meminum jus dalam gelasnya.

"Anak-anak... Saatnya kita santap malam...mama udah lapar nih" Ibu Masayu tersenyum sambil mengajak semua orang ke meja makan.

Tiba-tiba...
Bruk!!!

Kiran tampak tak sadarkan diri di lantai dapur.

Jangan lupa votment ya!!!

Pusara Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang