Langkah Kaki Kiran terhenti di bebatuan sungai. Hari hampir sore ketika mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah Randu.
Sebenarnya Kiran masih sangat lelah setelah menempuh perjalanan hampir lima jam dari provinsi ke desa terpencil ini.
Tapi rasa penasaran Kiran yang akan bertandang dan bertemu keluarga Randu, membuatnya bersemangat dan melupakan penatnya."Kasihan ibunya Randu... Semenjak Kak Randu menghilang, otomatis, ibunya tinggal sendirian."
Kiran segera menyusul Susi yang sudah di depan beberapa langkah darinya.
"Emang, Randu nggak punya keluarga lain Sus..?"
Tanya Kiran penasaran. Apa mungkin Randu anak tunggal? Kiran bertanya dalam hati sendiri."Dulu pernah ada adiknya kak... Namanya Nandi. Dia seumuran denganku. Tapi... "
Susi menghentikan langkahnya dan mengelus tengkuknya yang tengah merinding."Tapi kenapa Sus?"
Kiran sudah berdiri di dekat Susi. Tinggal beberapa langkah lagi mereka akan mencapai halaman rumah Randu."Nanti di rumah ya, baru saya ceritakan. Nggak enak kalau didengar ibunya Randu."
Kiran hanya tertegun dan mengangguk pelan tanpa dilihat lagi oleh Susi, karena Susi sudah melewati nya dan berjalan cepat, ke arah rumah kumuh yang lapuk itu.
Tok, tok, tok.
Susi mengetuk pintu rumah.
"Assalamualaikum... Permisi bibik!"
Sapa Susi. Semua perempuan yang sebaya dengan orang tuanya Susi di desa ini, selalu dipanggil Bibik oleh Susi."Wa Alaikum salam!"
Terdengar sahutan dari dalam rumah, dan tidak lama, pintu tanpa gagang itu pun terbuka.
Dari dalam, terlihat paku yang tertancap untuk ditarik ketika membuka pintu.Seorang wanita paruh baya yang agak kurus terlihat tersenyum mendapatkan Susi dan Kiran di depan pintunya.
"Eh, Susi... Masuk nak!"
Susi dan Kiran pun segera masuk ke dalam rumah.
Di ruang tamu tidak terdapat kursi ataupun meja.
Hanya sebuah tikar plastik lapuk yang sobek gambarnya dan menyisakan plastik dasar yang berwarna putih saja.
Tak ada pajangan foto, yang ada hanya lukisan Ka'bah tua dan satu kaligrafi saja.Susi mengajak Kiran duduk di tikar lapuk tadi sambil bersila.
"Sebentar ya nak Susi... Bibik bikinkan teh dulu."
Suara wanita paruh baya itu menghilang di balik sekat dinding bagian belakang yang merupakan dapur.Sekitar lima menit dia kembali bersama dua gelas teh panas yang masih mengepulkan asapnya.
Setelah meletakkan teh di atas tikar, Ibu Ria, ikut duduk menemani tamunya.
"Nak Kiran kan?"
Senyum dan mata bulat itu membuat Susi dan Kiran kaget, dari mana Bu Ria mengenal Kiran?Jangan lupa votment ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pusara Tanpa Nama
No Ficción⚠️ Cerita ini tidak ada di aplikasi manapun selain di Wattpad. Jika ada di aplikasi lain berarti di plagiat⚠️ Kiran sangat tidak menyangka harus mengalami pengalaman mengerikan yang entah kapan bisa berakhir. Kiran hanya wanita biasa yang ingin ke...