"Kamu keberatan enggak kalau aku minta space di antara kita?"
"I mean, ternyata sama kamu seolah enggak terjadi apa-apa malah bikin sakit yang aku rasain makin terasa."
Anrez terdiam. Napasnya seolah tercekat saat mendengar ucapan dari mulut istrinya. Ia tidak menyangka ucapan itu akan keluar sekarang, apalagi seharian ini mereka sudah bersenang-senang.
"Kenapa, Ra? Kita baru aja senang-senang seharian ini loh."
Tiara menggeleng. "Kayaknya tanpa aku kasih tau pun, kamu udah tau alasannya, bukan?"
"Tapi—"
"Kamu tau enggak sih, Kak? Dulu Mama meninggal karena ngelahirin aku. Pas waktu aku kecil, aku suka bingung, kenapa sih tanggal kematian Mama sama kayak ulang tahun aku setiap aku liat batu nisannya Mama."
"Tapi aku enggak pernah tanyain hal itu ke Papa sama ke Abang. Pas aku besar, aku ngerti kenapa tanggal kematian Mama sama kayak ulang tahun aku."
"Setelah aku tau, aku enggak pernah bahas apapun soal itu ke Papa sama Abang. Tapi sisi lain aku selalu salahin diri aku sendiri, Kak."
"Kenapa sih aku harus lahir dan bikin Mama ninggalin Papa sama Abang?"
"Ra—"
"Waktu aku tau pas aku hamil, aku takut, Kak. Aku takut kalau nanti anakku ngerasain apa yang aku rasain. Aku enggak mau karena rasanya enggak enak banget, Kak. Aku enggak mau kalau anakku nanti ngerasain apa yang aku rasain dan berujung nyalahin dirinya sendiri."
"Tapi ternyata, enggak. Keadaannya justru berbalik. Dia yang ninggalin aku, Kak. Kamu tau enggak yang aku rasain pas ternyata aku keguguran? Di situ aku nyalahin diri aku sendiri lagi, Kak. Bahkan sampai sekarang."
"Kenapa sih aku enggak bisa jagain dia sampai dia enggak bisa lahir ke dunia?"
"Aku—"
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Anrez menarik tangan Tiara untuk dibawanya ke dekapannya. Ah, padahal mereka baru saja maskeran dan tertawa bersama seharian ini. Tapi kenapa malam ini rasanya begitu menyakitkan bagi mereka?
"Ssstttt jangan bilang apapun lagi, Ra. Udah, ya?"
Tiara menangis terisak-isak di dalam pelukan Anrez. Tidak masalah kalau baju Anrez akan basah karena air mata Tiara, yang penting istrinya menangis di pelukannya. Setidaknya ada Anrez.
"Maaf ..."
"It's okay, love."
Anrez menepuk-nepuk punggung Tiara sampai akhirnya tangisan itu mereka. Tiara melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Anrez yang tengah menatapnya lekat.
"Maaf, Kak."
"Enggak apa-apa, sayang. Lakuin apapun yang kamu mau biar luka kamu bisa sembuh. Aku bakal selalu hargai keputusan kamu, Ra. Tapi kamu jangan larang aku buat sembuhin luka kamu juga, ya?"
Tiara mengangguk. "Maaf, sekali lagi."
"It's okay. Aku pulang ke rumah aja, ya? Maybe kamu butuh waktu sendiri."
"Aku anter. Sekalian ambil mobil aku di rumah," ucap Tiara. Anrez menganggukkan kepalanya tanda mengizinkan.
"Pake jaket atau hoodie kamu. Dingin."
•••
"Bunda," panggil Tiara.
Kini Tiara dan Bunda Ayla sudah berada di mobil gadis itu. Keduanya sedang menempuh perjalanan ke AEON BSD.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry You ✓
Teen FictionSeorang gadis yang berprofesi sebagai penyanyi, model, sekaligus pemain film itu baru saja pulang dari Paris. Tiba-tiba saja sang papa memberi tahunya tentang keputusan sepihaknya. Tiara akan dijodohkan oleh laki-laki pilihan sang papa. Bagaimana na...