enam belas

262 48 5
                                    

Di sebuah rumah yang cukup mewah, terlihat beberapa orang sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu yang begitu serius. Wajah mereka menampakan ketegangan dan juga kekhawatiran masing-masing.

"Kita harus bergerak cepat sebelum Jefri mengingat semuanya, aku merasa jika dia sudah mulai menerima putra kandungnya." Ujar seorang laki-laki bahaya dengan setelan jas hitam.

"Aku juga merasa jika Jefri sudah begitu menyayangi anak itu, dilihat dari sikapnya saat Jeno mengalami kecelakaan. Dia bahkan tidak pergi ke kantor hanya untuk menangani putranya, dan sekarang dia membawa anak itu ke Belanda untuk menemui ibunya." Kata wanita baya yang duduk di sebelah laki-laki setelan jas hitam yang tak lain adalah suaminya.

"Sudah aku katakan sejak awal seharusnya kita menghabisi anak itu dari lama. Dia adalah ancaman yang cukup besar untuk kelangsungan rencana kita." Laki-laki banyak itu tampak mengepalkan tangan erat.

"Saat mereka kembali ke Amerika, siapkan untuk menyerang mereka di bandara. Kalian harus menargetkan Jeno, bunuh anak itu dengan sekali tembak!" Perintah laki-laki baya itu dengan tegas.

"Baik Tuan kami akan melaksanakan perintah anda dengan baik."

"Ingat kalian harus berhati-hati, jika sampai kalian tertangkap jangan sampai menyebutkan nama kami!"

Dua laki-laki yang berpakaian serba hitam itu nampak memikirkan sebuah cara untuk melakukan penyerangan di bandara. Mereka tidak boleh sampai lengah karena di bandara ada begitu banyak orang. Jika salah langkah sedikit saja mereka bisa tertangkap dan itu cukup membahayakan. Apalagi orang yang berurusan dengan mereka nantinya Jefri, sosok orang yang tidak bisa dipandang remeh dalam hal menghukum lawannya. Dia bisa mengorek semua informasi dari lawannya hingga ke akar-akarnya, dan hal itu tentu saja cukup membahayakan bagi anggota keluarga dari sang lawan. Karena Jefri tidak akan pernah melepaskan orang yang sudah mengusik ketenangannya.

Setelah berunding cukup lama untuk penyerangan yang akan mereka lakukan kedua orang berbaju serba hitam itu segera pamit. Mereka harus menyiapkan diri untuk berjaga-jaga dan tentu saja mereka harus memboyong keluarga mereka sebelum melakukan penyerangan. Jika sampai mereka tertangkap setidaknya mereka tidak membahayakan keluarga yang mereka sayangi.

***

Jeffri memandang padang rumput di depannya dengan penuh rasa sakit. Ia sadar jika selama ini terlalu jahat pada sang putra, karena selama ini ia mengabaikan anak itu. Sejujurnya ia juga ingin memeluk putranya setiap saat namun semua itu tidak bisa ia lakukan. Tanpa diketahui putranya Jeffry sangat memperhatikan anak itu, namun, ia tidak menyangka jika sampai tidak mengetahui apa yang terjadi pada putranya saat di sekolah.

Jeffri masih belum beranjak dari tempatnya yang berdiri hingga ia melewatkan melewatkan makan malam. Ingat jam menunjukkan pukul 11.00 malam ini tetap tidak beranjak dari tengah padang rumput dengan tatapan terus ke depan.

Anna datang menghampiri jefri yang masih berdiri di tempat yang sama seperti terakhir kalinya melihat laki-laki itu. Ia sudah mendengar semua penjelasan dari Morgan tentang sikap jefri pada putra mereka. Sejak kecelakaan itu terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup Jeffri. Diakui saat pertama kali bertemu Jeffri laki-laki itu benar-benar berubah, tidak seperti laki-laki yang dulu begitu penuh dengan kasih sayang. Pertama kali menemui Jeffri setelah laki-laki itu mengalami kecelakaan, ia benar-benar merasa tidak mengenal laki-laki itu. Tapi sekarang ia tahu mengapa jefri seperti itu.

" masuklah ke dalam suasana saat malam hari sangat dingin, dan segeralah makan aku sudah menyiapkan makanan untukmu." Anna memberanikan diri untuk menyentuh lengan jefri, karena laki-laki itu tidak memberikan respon sedikitpun.

Ajaib nya Jefri langsung menoleh padanya dan mengangguk keduanya berjalan menuju rumah sederhana Anna. Di dalam rumah sederhana itu sudah ada Jeno yang tertidur di pangkuan Morgan. Sejujurnya ia sangat iri dengan kedekatan Morgan dan putranya, namun ia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah kedekatan keduanya. Karena hanya Morgan orang satu-satunya yang bisa dengan leluasa berada di dekat Jeno selama ini.

"Ayo," ajak Anna, ia tau jika Jeffri selalu menahan diri untuk tidak memeluk ataupun bersikap baik pada putranya. Selama ini ia menahan semua itu demi keselamatan putra mereka sendiri. Dia tidak mau mengambil resiko membahayakan keselamatan Jeno jika sampai bersikap baik atau lembut pada putranya sendiri.

Di ruang makan, Anna terus menatap Jefri dengan lekat. Ia tahu begitu banyak hal yang dialami laki-laki yang masih begitu dicintainya. Jika saja semuanya tidak serumit ini pasti ia sudah akan berusaha untuk mengingatkan Jefri tentang kenangan indah mereka dulunya.

"Tolong lakukan semuanya dengan baik, Aku tidak ingin putraku menjadi sasaran mereka hanya karena demi harta." Anna tak berani menatap Jefri, itu sebabnya ia mengatakannya dengan membumi Jefri.

Tak mendengar ada jawaban membuat Anna menoleh, alangkah terkejutnya ia saat tiba-tiba Jefri sudah berdiri di belakangnya Dan sekarang laki-laki itu membawanya ke dalam pelukan hangat yang begitu ia rindukan. Setelah bertahun-tahun lamanya ia menunggu laki-laki itu datang dan memeluknya.

"Bersabarlah sebentar lagi, aku akan berusaha untuk mengembalikan semuanya seperti awal." Bisik Jeffri, sukses membuat Anna tak bisa menahan tangisnya. Akhirnya sekarang ia bisa menumpahkan air matanya di dalam tubuh pelukan laki-laki yang begitu dicintainya.

Jeffri tidak perlu bertanya ataupun menjelaskan apapun lagi, karena ia yakin jika Anna sudah pasti tau semuanya dari Morgan. Itu sebabnya ia langsung memeluk wanita itu, untuk meyakinkan jika sebenarnya yang dilakukan selama ini pada Jeno untuk kebaikan mereka juga.

"Ah, maafkan aku tuan." Ucap Morgan, saat tak sengaja melihat adegan romantis dari tuannya.

Jeffri segera melepaskan pelukannya pada anak dan menatap Morgan. Sesungguhnya ia sangat kesal karena tiba-tiba saja organ datang di saat ia menyalurkan kerinduannya pada Anna.

"Tuan ada masalah besar, mereka mulai bergerak ingin menyerang secara terbuka. Kita harus meninggalkan tuan muda bersama nona Anna untuk beberapa hari, sampai semuanya dirasa aman." Beritahu Morgan, ia mendekat ke arah Jefri dan menunjukkan tablet.

Jeffri menerima tablet itu dan langsung melihat apa yang Morgan laporkan. Tangannya terkekal erat melihat mereka yang akan menyerang di bandara dan menargetkan putranya. Nafas Jefri naik turun merasakan betapa emosinya dirinya saat mengetahui sang putra akan dijadikan sasaran di tempat terbuka seperti itu.

"Aku tidak bisa meninggalkan Jeno, itu akan semakin membahayakan dua orang sekaligus." Kata Jefri setelah menyerahkan tablet itu kembali pada Morgan.

"Namun jika tuan muda tetap ikut dengan kita kembali ke Amerika, mereka akan memiliki kesempatan lebih besar untuk membunuhnya." Jelas Morgan, karena ia tahu betul bagaimana jika orang-orang itu bergerak untuk lebih berani lagi.

Mendengar penjelasan dari Morgan membuat Anna semakin takut. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib putranya nanti, mengetahui fakta bahwa putranya sering dirundung membuatnya sudah merasakan sakit yang luar biasa. Apalagi saat nanti ia mengetahui putranya disiksa oleh orang-orang tamak itu.

"Aku akan membawa Jeno pergi ke Korea untuk sementara waktu." Suara dexton membuat mereka semua segera menoleh ke sumber suara.

"Tidak! Jangan pernah bermimpi untuk bisa membawa putraku pergi, aku sangat tahu betul apa rencanamu mendekati putraku." Larang Jefri dengan tegas, ia menatap pada dexton dengan penuh amarah.

"Hanya aku satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan putramu, mereka tidak akan berani mengusikku sedikitpun. Aku melakukan hal ini hanya demi Jeno bukan untukmu!" Balas Dexton dengan tegas. Tatapan matanya menajam, seakan ia akan menghajar Jeffri.

"Tuan saran dari saya Anda ikuti permintaan tuan dexton, hanya dia satu-satunya orang yang bisa kita mintai bantuan untuk menjaga Tuhan muda. Dan tuan muda juga sangat dekat dengan Tuan dexton jadi akan mudah untuk kita melepaskan tuan muda hingga keadaan benar-benar aman." Jefri langsung menatap tajam pada Morgan yang berani memintanya untuk melepaskan Jeno pada musuhnya sendiri. Jika saja ia tidak menuruti permintaan Jeno sudah pasti dexton tidak akan ikut mereka ke Belanda.

"Jeff jika itu satu-satunya jalan untuk menyelamatkan putra kita, aku mohon setujui. Aku tidak ingin terjadi sesuatu lagi pada putraku saat dia jauh dariku." Pinta ana dengan penuh permohonan.

"Akan ku pikirkan." Putus Jeffri, lalu berjalan menuju kamar Anna.




Pelukan Pertama Dan Terakhir Dari PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang