tujuh belas

251 41 3
                                    

Ana meminta tolong pada Morgan untuk membawa Jeno ke kamarnya, karena malam ini mereka semua akan menginap di rumah sederhananya. Morgan dengan senang hati mau tidur di ruang tamu dengan beralaskan kasur lantai yang sudah dibawa dari rumah Jefri. Kamar Jeno digunakan oleh jaemin dan juga dexton untuk beristirahat malam ini. Itu sebabnya Anna meminta Morgan untuk membawa putranya ke dalam kamar miliknya yang sudah ada Jefri di sana.

"Aku takut dexton akan menyakiti putra kita, awal pendekatannya pada Jeno itu karena dia ingin membalaskan dendam. Bahkan kecelakaan yang dialami oleh Jeno kemarin adalah rencana dexton. Namun laki-laki itu sepertinya berubah pikiran dan menyelamatkan putra kita.

Jeffri membuka matanya saat pintu kamar kembali ditutup, ia menoleh ke samping di mana putranya tertidur dengan lelap. Putra yang selama ini tidak pernah ia tatap dari jarak dekat, sosok putra yang begitu jauh dengan dirinya karena selalu diabaikan.

"Dia sangat mirip denganku!" Kata Jeffri, membuat Anna tersenyum mendengarnya.

"Karena kau ayahnya!" Jawabnya sambil tersenyum lembut. Ia mendekat ke arah ranjang lalu duduk di samping putranya pada sisi yang sedikit kosong.

"Selama ini aku sudah sangat mengabaikannya agar orang-orang itu tidak nekat untuk menyakiti Jeno. Aku bahkan tidak peduli saat dia disakiti oleh mereka karena menurutku itu masih belum terlalu parah. Tapi, sekarang aku sadar jika semua yang kulakukan tidaklah baik untuk putraku. Ini malah semakin membuatnya tersiksa dan membenciku." Jeffri menyingkirkan anak rambut putranya yang berantakan. Ia sangat terkesima dengan wajah tanpan sang putra, apalagi saat melihat Pipinya yang memerah saat terkena panas.

"Aku tahu kau melakukan semua itu untuk demi kebaikan kami, namun sekarang tolong biarkan Jeno pergi bersama dexton. Karena hanya dia satu-satunya yang bisa kita percaya untuk menjaga putra kita. Sampai orang-orang itu berhasil kau singkirkan." Ujar Anna, karena jujur wanita itu sudah tidak sanggup lagi jika mendengar putranya terluka kembali. Ia benar-benar merasakan sakit yang luar biasa saat mendengar putranya sering dirundung oleh teman sekolah.

"Tolong beri aku waktu, sejak Jeno pergi bersamaku. Aku tidak pernah membiarkan anak ini pergi jauh selain ke sekolah. Aku membutuhkan waktu untuk berpikir melepaskannya bersama orang yang tak lain adalah musuhku sendiri." Anna mengangguk setuju, ia harus memberikan Jefri waktu untuk berpikir selama beberapa hari ke depan.

"Tidurlah ini sudah malam." Pinta Anna.

"Kau akan tidur di mana? Ranjang ini hanya cukup untuk dua orang saja." Tanya Jeffry.

"Aku akan tidur di bawah sini dengan alas karpet, sekalian menjaga di bawah takut Jeno nanti terjatuh dari atas ranjang." Jawabnya lalu beranjak ke samping lemari, untuk mengambil karpet.

Jeffri segera turun dari ranjang, membantu Anna memasang karpet. Lalu ia ikut duduk bersamanya Anna, membuat wanita itu menatapnya bingung.

"Aku akan tidur di sini bersamamu." Kata Jeffri, lalu berbaring dan menarik Anna ke dalam pelukannya. Ia ingin tidur dengan nyenyak seperti beberapa tahun lalu, saat ia memaksa Anna untuk berhubungan. Karena jujur saja, ia tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak semenjak kecelakaan itu terjadi.

***

Pagi hari, Jeno terbangun dari tidurnya saat merasa ada sinar matahari yang menyilaukan. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu melihat sekitar. Ketika akan turun dari ranjang, pemandangan di bawah tempat tidurnya membuat ia terdiam. Di bawah sana, sang ayah tengah tertidur sambil memeluk sang ibu dengan erat. Namun setelah beberapa saat Jeno segera turun dari tempat tidur dan menjauhkan tangan ayahnya dari sang ibu. Membuat Jeffri terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu.

"Kenapa kau menyingkirkan tangan ku?" Tanyanya dengan suara serak, saat melihat Jeno masih memegang tangannya.

"Jangan sentuh Mama, dia tidak suka di sentuh pria lain kecuali aku." Jawabnya dengan wajah kesal.

Mendengar ada kesal dari Jeno membuat Jeffri membuka matanya, lalu tersenyum miring pada sang putra. Dengan jahil ia malah mencium pipi Anna yang masih tidur dengan pulas. Hal itu sukses membuat Jeno hendak m layangkan pukulan pada sang Ayah.

"Hei, kau ingin memukul ayah mu sendiri, huh?" Kesal Jeffri, sebelum putranya benar-benar memukul dirinya.

Jeno hanya mendengkus mendengar perkataan Jeffri, laki-laki itu selama ini tidak pernah mengakuinya. Sekarang dengan seenak hati memeluk ibunya dan menyebut dirinya sebagai ayah saat akan di pukul.

"Mama, bangun." Jeno mengelus pipi sang ibu dengan lembut.

Jeffri langsung menepis tangan Jeno, agar anak itu tidak membangunkan Anna. Membuat sang putra ingin melayangkan protes, namun segera di tarik oleh Jeffri untuk ikut berbaring di sana.

"Tidurlah, ini masih jam 5 pagi." Ujar Jeffri, kembali menutup matanya karena masih mengantuk.

"Jangan memeluk mama ku, kau ini sedang mengambil keuntungan kan?" Jeno kembali menjauhkan tangan Jeffri yang m lingkari perut Anna.

"Ck, ibumu nyaman dalam pelukan ku. Jadi kau tidak perlu berkomentar apapun." Dengkus Jeffri, lama-lama ia semakin kesal dengan sikap Jeno yang sangat posesif pada ibunya.

Tak mau mengalah dengan sang ayah, Jeno memaksa Jeffri untuk melepaskan pelukannya pada Anna. Membuat wanita itu terganggu dan akhirnya membuka mata.

"Ada apa dengan kalian?" Tanya ana dengan suara serak khas bangun tidur.

"Mama ayo pindah ke atas tempat tidur, Jangan mau dipeluk oleh dia." Minta Jeno dengan wajah cemberut dan bibir mengerucut lucu.

Jeffri mendelik tak suka mendengar perkataan putranya, ia segera memeluk ana dengan erat agar Jeno tidak bisa memisahkan dirinya dengan wanita itu.

"Engh, jangan memelukku terlalu kencang. Itu membuat ku sesak nafas." Keluh Anna, wanita itu masih menutup matanya dan berusaha melepaskan tangan Jeffri dari perutnya.

"Lepaskan, mama ku tidak mau kau peluk." Ujar Jeno, ia benar-benar kesal saat Jeffri bisa memeluk ibunya dengan leluasa seperti itu. Ia tidak suka ibunya di peluk pria lain selain dirinya.

"Oh astaga, kalian sangat menggangu." Akhirnya Anna membuka matanya karena merasa terusik dengan kedua orang itu.

Ia melihat jam yang menempel di dinding kamarnya, lalu segera bangkit. Jam setengah enam ia biasanya  sudah harus siap-siap untuk menyiapkan rumput untuk para sapi, sebelum memasak.

"Mama ikut!" Jeno langsung beranjak mengikuti ibunya, ia tau ibunya akan ke mana.

Sedangkan Jeffri memilih untuk kembali tidur karena ini masih terlalu pagi. Ia akan bangun saat jam tujuh nanti, kalau bisa hingga jam delapan. Karena jujur saja ia merasa sangat nyaman dan bisa tidur dengan lelap meskipun hanya tidur di atas karpet. Mungkin karena ia tidak perlu merasa waspada setiap saat, jadi tidurnya malam ini cukup nyenyak. Apalagi sambil memeluk Anna, ia jadi merasa semakin nyaman.





Vote, komen jangan lupa ygy
Nanti aku bakal sering-sering update kalau banyak yang mampir dan meninggalkan jejak kalian di bintang dan kolom komentar

Sampai jumpa di bab selanjutnya

Pelukan Pertama Dan Terakhir Dari PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang