Take Me Home!

3 1 0
                                    

Helen berdiri tepat di depan pintu kamar, lengkap dengan senyum ramahnya yang tampak menyeramkan. Tanpa sadar aku melangkah mundur hingga aku sejajar dengan Tessie. Kami berpegangan tangan seolah ingin saling menguatkan. Kami saling lirik sekilas sebelum kembali menatap Helen dan mencoba bersikap biasa saja. Namun sangat sulit untuk bersikap normal setelah apa yang kita simpulkan beberapa saat lalu.

"Malam, Helen, sedang apa di sini?" tanya Tessie dengan suara tenang setelah kesunyian yang cukup menegangkan.

“Hanya melakukan patroli malam," balas Helen, suaranya terdengar dalam dan mengerikan. "Kalian masih terjaga meski matahari sudah hampir datang?"

"Kami terbangun ... yah kami sudah tidur ... La-lalu kami terbangun. Karena ... sedikit gangguan dan yah," sergahku gugup.

Detik berikutnya aku merasa sangat bodoh, seharusnya aku tidak perlu menjelaskan terlalu banyak. Itu adalah satu aturan penting dalam berbohong, lebih banyak kau berbicara semakin cepat kau tertangkap.

Helen tampak menyeringai dan menatapku lekat. "Jadi ada sesuatu yang mengganggu mu?"

Aku mengeratkan genggaman tanganku pada tangan Tessie. Nafasku sesak, presensi Helen menekanku saat ia menatap tepat ke mataku. Aku merasa seperti tenggelam, aku meremas dadaku. Apa ini?

"Kau baik baik saja, Crisie?" bisik Helen dengan suara lirih. Namun aku dapat mendengarnya dengan sangat jelas, seolah ia berbisik tepat di telingaku meski nyatanya ada jarak sekitar satu meter di antara kita.

Aku mencoba bernafas melalui mulut, mulutku terbuka seperti ikan yang menggelepar di darat. Aku ketakutan, matanya menyala merah seolah bisa membakarku kapan saja.

"Crisie!!"

Aku tersentak saat seeorang menarik tanganku. Saat sadar aku melihat Tessie berdiri di hadapanku sembari mencengkram kedua tanganku. Dia menatapku tajam, ada raut khawatir di sana.

Nafasku tersengal. "Apa? Apa yang terjadi?" tanyaku bingung.

"Sadar, Cris, kau mencekik dirimu sendiri!" sentak Tessie.

Aku membelalakkan mataku terkejut. "Aku?"

Aku kebingungan, sangat. Bukankah aku merasa sesak karena Helen? Tapi kenapa? Kenapa Tessie berkata aku mencekik diriku sendiri? Aku melirik menatap Helen yang tampak menyeringai senang. Itu ulahnya, pikirku.

"Ada masalah, Crisie?" tanya Helen dengan nada mengejek.

“Kau yang melakukannya!" Aku manatapnya tajam.

"Apa yang saya lakukan, Crisie? Saya hanya diam di sini sejak tadi." Helen tampak mengerutkan keningnya.

“Kami sudah tau siapa kamu, Helen," desis Tessie.

Aku bisa merasakan aura di sekitar kita semakin suram dan mencekam. Tampaknya perkataan Tessie menyinggungnya. Aku melirik Tessie yang ternyata sama tegangnya denganku. Kami berdiri semakin merapat sementara Helen terus menatap kita tajam. Matanya nampak berubah menjadi merah menyala.

"Sepertinya aku benar benar harus menyingkirkan kalian," geram Helen. "Ahh aku benci manusia sok pintar seperti kalian."

Tubuhku membeku kala Helen mulai menampakkan wujud aslinya. Tubuhnya menjadi semakin tinggi dan besar, kukunya menjadi panjang dan tajam, serta giginya yang berubah menjadi taring yang lancip. Matanya berubah merah menyala seperti yang kulihat malam itu. Aku membelalak ketakutan, sekarang aku paham seberapa takutnya Kian malam itu saat moster menyerangnya. Sesuai dugaanku monster yang dilihatnya bukanlah Sang Masinis melainkan Helen.

"Lari, Cris!!" jerit Tessie.

Aku tertarik keluar dari pikiranku saat mendegar lengkingannya. Aku kembali fokus pada Helen yang benar benar sudah berubah menjadi sosok yang menyeramkan. Kita berlari ke sisi kamar yang berbeda sembari memikirkan cara untuk keluar, pasalnya Helen berdiri di depan pintu dan menghalangi satu satunya jalan keluar.

Train at 1:43 AM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang