The Train

7 3 2
                                    

Perkiraan ku salah, aku tidak bisa tidur nyenyak malam ini. Tubuhku memang terasa lelah namun mataku tidak mau di ajak bekerjasama dan tetap terbuka lebar, enggan untuk terpejam. Ditambah lagi pikiranku yang sejak tadi terus berisik membuatku semakin sulit untuk terlelap.

Sejak tiba di apartemen pikiranku terus dipenuhi oleh isi dari buku yang baru saja ku baca, train at 1:43. Aku mulai bertanya tanya, apakah kereta itu nyata? Apakah aku bisa menemukan kereta itu dan menaikinya? Belum lagi pertanyaan pertanyaan tentang perasaan aneh yang hinggap di hatiku hari ini. Perasaan iri yang terlalu besar yang membuatku menggebu gebu untuk mendapat pasangan. Padahal aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Oke oke aku bohong jika bilang tidak pernah, nyatanya sesekali pemikiran tentang pasangan ini sempat hinggap di benakku. Namun aku tidak pernah sampai seperti ini, apalagi sampai berfikir untuk mencari kereta yang ada di dalam dongeng.

Aku menghela nafas panjang. Ku coba untuk merubah posisi tidurku untuk mencari kenyamanan dan mencoba terlelap. Namun nihil, aku tidak bisa menemukan posisi yang tepat meski sudah berputar putar di atas kasur. Sudah lelah berbaring dan bergerak tidak jelas, aku pun memilih untuk mendudukkan diriku di sofa kamar yang menghadap ke jendela. Pemikiran tentang kereta itu terus saja berkelebat di benakku.

Tak ingin terus berendam dalam pikiran tentang kereta itu, aku pun mencoba mengalihkan perhatian dengan membaca. 5 menit, 10 menit, 15 menit. Aku mengerang frustasi, fokusku terpecah dan aku tidak tau apa yang sejak tadi ku baca.

"Haruskah ku coba?" gumamku. Dari pada aku penasaran dan terus kepikiran mending langsung ku cek saja kan? Dengan begitu mungkin aku bisa tenang.

Ku lirik jam yang menggantung di dinding kamarku, sudah pukul 1:30 pagi. Masih ada waktu 13 menit sebelum waktu kedatangan kereta itu tiba. Setelah membulatkan keputusan aku pun beranjak mengambil jaket di gantungan baju dan tak lupa ku ikat asal rambut hitamku yang tadi terurai menyentuh bahu. Dirasa sudah lengkap aku pun melangkah keluar apartemen.

Dingin menyambut tubuhku kala ku injakkan kaki di luar. Jalanan nampak lengang, sepertinya malam Minggu benar benar telah usai. Kegelapan masih menyelimuti kotaku, hanya lampu jalan temaram yang menuntunku menuju stasiun kereta api yang tak jauh dari apartemen ku.

"Aku yakin aku sudah gila," desisku sembari merapatkan jaket, mencoba menghalau dingin yang makin menusuk saja rasanya.

Beberapa saat berjalan langkahku semakin melambat, keraguan menggelayuti hatiku. Apa yang sebenarnya ku lakukan? Pertanyaan itu berdentang keras di kepalaku. Aku pasti benar benar sudah gila, sejak kapan seorang Crisiella melakukan hal beresiko? Sejak kapan aku berani melakukan hal di luar zona nyaman ku? Hanya demi seorang pasangan? Really?

"Arghhh," geramku kesal. Aku mengacak rambutku frustasi.

Selama beberapa saat aku hanya berdiri di tengah jalan, memaki dan berdebat dengan diri sendiri seperti orang gila.

"Persetan dengan resiko! Aku sudah sampai di sini, setidaknya aku harus mengeceknya agar bisa tidur nyenyak," putus ku.

Tak ingin dicegat rasa ragu lagi aku segera memacu langkah ku. Dengan berlari kecil aku terus bergerak menuju stasiun kereta api. Nafasku tak beraturan saat aku berhasil tiba di pintu masuk stasiun. Setelah mengatur nafas sejenak aku pun melangkah masuk. Jantungku berdegup kencang, ada rasa gugup yang menyerang dadaku. Ada juga rasa takut kecewa di sana, entah apa yang ku harapkan hingga perasaan itu muncul. Apakah aku mengharap kereta itu hanya cerita? Atau malah berharap kereta itu nyata?

Suara langkah kakiku menggema di dalam stasiun yang benar benar lengang itu. Semakin dekat ke tempat kedatangan kereta, semakin keras jantungku berdetak. Aku melangkah lambat lambat karena merasa tak siap menghadapi apa yang akan terjadi dan akhirnya aku pun tiba di sana. Hal pertama yang ku tangkap adalah kesunyian yang menenangkan. Tidak ada apa apa di sana, hanya ada aku dan rel rel kosong tanpa ada satu kereta pun yang melintas atau berhenti. Bahkan tidak ada orang lain di sekitarku. Ku lihat jam tangan ku yang menunjukkan pukul 1:42.

"Satu menit lagi, jika tidak muncul tepat jam 1:43 aku tidak akan menunggu dan langsung pulang," batin ku.

Sunyi mengelilingi sekitar ku, terlalu sunyi hingga aku bisa mendengar detik jarum jam tangan ku. Diam diam ku kepalkan tangan ku yang sejak tadi tenggelam di dalam saku dan tak sengaja satu harapan terucap di hatiku.

"Muncul lah!"

Detik berikutnya aku membelalak kaget. Entah kapan datangnya tiba tiba kereta itu sudah berada di depanku. Sebuah kereta api kuno yang tampak menawan. Tak ku dengar bunyi lonceng kedatangannya dan hanya hembusan angin yang kurasakan, seolah olah kereta itu datang dengan kecepatan cahaya hingga aku tidak bisa mendengar bunyinya. Di sini aku benar benar terpaku, nyata kah yang ku lihat ini? Atau kah aku sedang tertidur di salah satu kursi peron dan sedang bermimpi sekarang?

"Kau tidak ingin naik?"

***

To be continue


.

.

.

.

Hey hey hey, para Readers ku tercinta. Gimana bak duanya? Seru kah? Gimana kira kira kelanjutannya? Naik gak ya?

Kalo penasaran pantengin terus Wattpad ku biar tau kalo aku update. Atau kalian bisa follow Ig ku cici.utamii kalian bisa dapet info update dari sana

Happy reading!!!
Byeee

Best regard,

Your beloved author 🤭

Train at 1:43 AM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang