Are You Crazy?!

3 2 2
                                    

Aku membuka pintu dan berjalan masuk, ternyata itu adalah Hungry Room. Cukup ramai di dalam sana, meski begitu aura euphoria kental yang dulu kurasakan telah berubah. Suasana di sini menjadi lebih mencekam dan keramaian di sekitarku membuat sesak, tidak seperti dulu. Sepertinya benar yang Si Biru katakan, kekuatan Helen mulai merambah ke sini. Rasa mencekamnya benar-benar sama seperti malam itu meski hanya samar-samar.

Aku berjalan semakin masuk ke Hungry Room, rencananya aku akan ke Sleepy Area dan beristirahat di sana. Beberapa orang melirikku penuh tanda tanya, aku sempat menangkap beberapa bisikan penasaran saat aku melintas. Mungkin karena penampilanku yang berantakan. Tadi aku sempat meraba punggungku dan ternyata jaketku robek dan ada noda darah yang masih sedikit basah di sana. Punggungku benar benar terluka, sakitnya semakin terasa saat aku melompat turun dari atap kereta tadi.

"Crisie?" Aku menoleh cepat ke arah sumber suara, itu suara Tessie. Dia ada di sana, duduk di salah satu meja di Hungry Room. Cepat-cepat aku berjalan mendekat. Setelah aku tiba di dekatnya aku bisa melihat semakin jelas perban-perban yang membalut kepala, leher dan lengannya.

"Tessie," gumamku sendu saat kulihat keadaannya.

"Kenapa kau kembali ke sini?" serunya, matanya menatapku tajam. "Kau sudah berhasil pergi, kenapa kau malah kembali?"

"Aku sudah bilang aku tidak bisa meninggalkan mu, Tes," sahutku.

"Ada apa dengan penampilan berantakan mu itu? Helen menyerang mu?" ucapnya sembari memperhatikan keadaanku.

"Tidak, aku hanya terjatuh saat datang ke sini," sahutku.

"Kau harus di obati." Tessie bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah aku datang sebelumnya. Dia tampaknya tidak terlalu senang dengan kedatanganku, dia bahkan tidak tersenyum padaku dan memasang wajah kesal. Aku menatapnya berjalan menjauh sebelum aku mengikutinya.

Dia terus berjalan melewati satu gerbong dan gerbong lainnya hingga kita tiba di gerbong yang tidak pernah aku kunjungi, Emergency Room. Saat Tessie menjadi pemandu tour-ku saat itu, ia menjelaskan bahwa jarang ada yang mengunjungi tempat itu karena memang jarang ada yang terluka atau sakit di sini. Dia juga tidak tau mengapa ada ruangan itu sementara sama sekali tidak ada bahaya di kereta ini. Tessie bilang tidak ada yang menarik di sana, karena itu kita tidak masuk waktu itu.

"Duduk," ucap Tessie singkat sebelum ia beralih ke lemari besar berisi obat-obatan di sana. Tanpa banyak tanya aku duduk tepi brankar yang ada di sana. Diam-diam aku memperhatikan gerak gerik Tessie. Dia masih belum benar-benar sembuh, terlihat dari bagaimana Ia sedikit tertatih saat berjalan dan Ia tidak pernah menggerakkan tangan kirinya yang diperban.

"Aku bisa mengobati diriku sendiri,Tes. Kau juga masih terluka, jangan banyak bergerak," ucapku sembari mencoba mengambil alih P3K di tangannya saat Ia tiba di dekatku.

Dia menjauhkan kotak merah itu dari jangkauanku dan menatapku tegas, memberi isyarat bahwa aku harus diam. Akhirnya aku diam dan membiarkan dia mengobati luka-luka di tubuhku, terutama luka di punggungku yang cukup besar.

"Kau marah padaku, Tes?" tanyaku saat ia mengobati punggungku. Aku tidak bisa melihat wajahnya namun aku dapat mendengar desahan nafasnya.

"Diam Lah, Cris. Aku sedang mencoba untuk tidak membentakmu," sahutnya sembari mulai membebat tubuhku dengan perban.

"Kau benar-benar marah rupanya," gumamku. "Aku kemari karena aku mengkhawatirkan mu, Tes."

"Bukan aku tapi Sean kan?" timpalnya.

"Aku juga mengkhawatirkanmu, Tes, aku melihatmu bertarung dengan Helen malam itu dan aku ... aku takut kamu terbunuh," ucapku, suaraku semakin lirih di akhir kalimat.

Train at 1:43 AM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang