Aku terus memejamkan mata erat, tubuhku terasa tertekan hingga dadaku terasa sesak. Lalu di detik berikutnya tubuhku terasa ringan seolah ada angin sangat kencang yang menerbangkanku dan seketika tubuhku tersentak ke bawah dengan kejutan keras. Aku membelalakkan mata, rasanya seperti terbangun dari mimpi. Saat ku lihat sekeliling aku berada di ... kamarku.
"Apakah semuanya hanya mimpi?" gumamku bingung.
Aku mengecek sekeliling dan meraba raba tubuhku, saat itulah aku sadar aku masih mengenakan sweater dan celana yang ku beli di Convenience Store. Semuanya bukan mimpi, aku kembali. Ku raih ponselku yang tergeletak di atas nakas dan ternyata sekarang masih di hari yang sama sejak aku pergi, hanya setengah jam terlewat. Aku bernafas lega, setidaknya aku tidak harus menghadapi Emma yang menangis di depan apartemenku. Mungkin waktu di sini berputar dengan kecepatan yang berbeda dengan di sana.
"Awss." Aku meringis saat aku meraba leherku. Helen! Dia sempat mencekikku dengan kuku kuku tajamnya.
Aku buru buru menghampiri kaca di dekat lemari pakaian dan melihat keadaan leherku. Ada bekas merah menyeramkan dan beberapa luka gores di sana. Aku menatap leherku dengan pandangan kosong. Apa yang terjadi pada Tessie sementara aku di sini?
"Kenapa aku di sini? Aku harus kembali!" Aku hendak keluar dari apartemen saat tiba tiba pikiran egois merasukiku.
"Aku selamat, itu yang penting. Untuk apa aku kembali ke sana?" gumamku.
Aku berbalik dan menghempaskan tubuhku di sofa. Ku sandarkan tubuhku yang seketika terasa sangat lelah ke sandaran sofa, mataku terpejam.
"Apa yang harus ku lakukan?" geramku sembari mengusap wajah kasar. Aku bingung. Aku ingin menyelamatkan Tessie namun aku juga tidak ingin kembali ke sana dan berhadapan dengan Helen. Aku terus berfikir, mungkinkah aku mendapatkan kesempatan untuk selamat sekali lagi jika aku kembali? Bagaimana jika ternyata inilah kesempatan terakhirku untuk hidup ... normal?
Yah, aku harus kembali ke kehidupanku yang biasa dan melupakan semua yang terjadi. Mencari dan menaiki kereta aneh tersebut adalah kesalahan. Aku mengikuti rasa penasaranku dan terserat dalam dunia aneh yang mengerikan. Itu kesalahan!
"Yah, itu kesalahan," gumamku "Lebih baik aku tidur dan mengistirahatkan tubuhku."
Aku segera bangkit dan menuju kamar mandi. Setelah membersihkan tubuhku yang terasa lengket dan mengganti baju dengan baju tidur, aku pun merebahkan diri di tempat tidur. Tempat tidurku tidak terasa selembut dan senyaman tempat tidur di Sleepy Area. Tidak! Aku tidak boleh memikirkan segala kenyaman dan kesenangan di kereta itu, kereta itu mengerikan. Jangan sampai kau kembali ke sana, Crisie! batinku.
***
Matahari baru mengintip di cakrawala saat aku turun ke dapur untuk menyeduh teh. Aku tidak bisa tidur, pikiranku terus berdebat dan tidak mau diam. Dengan diiringi helaan nafas lelah aku memanaskan air di teko dan mengambil kantong teh dari lemari dapur. Setelah itu aku berdiri menatap teko air di atas kompor dengan tatapan kosong.
Bunyi siulan nyaring dari teko menarikku keluar dari lamunan, buru buru aku mematikan kompor. Ku angkat teko air dari atas kompor dan hendak ku tuang ke dalam cangkir. Namun saat itu aku sadar, aku belum mengambil cangkir dan hanya menggenggam kantong teh.
Kembali ku letakkan teko di atas kompor dan ku sandarkan tubuhku ke meja makan yang tidak jauh dari sana. Ku hela nafas keras keras, ada yang aneh dengan ku. Aku merasa tidak tenang dan pikiranku kemana mana.
Berbagai hal berkelebat di benakku, Tessie, kereta itu, Helen, Si biru dan ... Sean. "Sean." Ku gumamkan nama itu keras keras. Hatiku bergetar, desiran halus yang menggelitik mengaliri tubuhku. Aku juga merasakan hal itu saat pertama kali menatapnya dengan benar. Mata hitamnya yang sedikit membiru karena pantulan sinar bulan, kulit pucatnya, bibirnya yang melengkungkan senyum tipis dan desah nafasnya yang terasa sangat jelas di telingaku meski kita berdiri dengan jarak yang cukup jauh. Semua itu sangat indah dan terlihat pas untuknya. Kecuali rantai yang membelenggu tangannya, sangat menggangu.
"Kenapa dia di rantai di sana? Apa yang terjadi padanya," gumamku sendu. Aku ingin menangis rasanya, raut ketakutannya saat pertama kali kita bertemu melekat jelas di pikiranku. Terlalu nyata seolah olah dia berdiri di hadapanku.
"Kau jahat, Crisie, kau meninggalkanku di sini. Tessie mati karena mu."
Aku tersentak, ku geleng-gelengkan kepalaku untuk menghilangkan gema suaranya di telingaku. Nafasku memburu. "Tidak, aku tidak meninggalkan mereka. Kereta itu yang mengembalikan ku ke sini, ya, aku tidak kembali karena keinginanku."
Aku menegakkan tubuhku dan segera meninggalkan dapur untuk mandi dan bersiap keluar. Aku tidak tau akan keluar kemana, sekarang hari Minggu, aku tidak punya kegiatan khusus. Mungkin aku akan berjalan jalan, yang penting aku keluar dari rumah dan menyingkirkan pikiran tentang kereta itu.
***
"Tumben kamu mengajakku keluar, Cris, biasanya harus aku dulu yang menarikmu keluar dari kamar kesayanganmu itu," canda Emma setelah ia duduk di sehadapanku.
Kita sedang ada di sebuah cafe di tengah kota, tidak bisa dibilang dekat dengan apartemenku sebenarnya namun tidak terlalu jauh juga. Aku sering berjalan kaki ke sini saat bosan.
"Aku sedang bosan di apartemen," sahutku diiringi kekehan kecil.
Emma bangkit dan mengulurkan tangannya menyentuh dahiku, mengecek suhu badan. "Kamu tidak demam, kenapa kamu bertingkah aneh?"
Aku menyingkirkan tangannya dari dahiku lembut. "Aku baik baik saja, Em, hanya bosan. Apakah aku tidak boleh merasa bosan dengan kamarku?"
Emma mengedikkan bahunya. "Aku hanya merasa kau bertingkah aneh, Cris, sudah bertahun tahun kau tidak pernah bosan dengan kamarmu dan sekarang kau tiba tiba bosan."
"Bahkan kau memakai syal di hari yang cukup panas," imbuhnya.
Refleks aku menyentuh syal di leherku, aku menggunakannya untuk menutupi luka bekas cekikan Helen. Baju turtleneck saja tidak bisa menutupinya, bekas kemerahannya masih mengintip sedikit dan aku tau Emma akan menyadarinya dengan cepat dan menanyaiku macam macam dengan raut khawatir. Aku sedang tidak ingin berurusan dengan omelan dan rengekannya.
"Yah ... Aku hanya ingin memakai syal," sahutku asal.
"Tuh kan kamu aneh," sergah Emma sembari menatapku lekat. "Kau tidak ingin cerita, Cris?"
"Sudahlah, Em, sudah ku bilang tak terjadi apa apa," sahutku sedikit ketus. Aku menyadari perubahan raut wajah Emma. "Maafkan aku," gumamku.
Emma menghela nafasnya. "Aku tidak masalah jika kamu tidak ingin cerita, Cris," ucapnya sembari menatapku lekat.
"Mau bersenang senang?" tawar Emma setelah beberapa saat ia diam.
"Tentu saja," sahutku antusias.
Kami keluar dari cafe dan berjalan beriringan di trotoar yang cukup ramai. Kami tidak tau akan pergi ke mana, kita akan terus berjalan hingga kita menemukan sesuatu yang menarik atau hingga kita lelah. Begitulah cara kami bersenang senang.
***
Tiga hari telah berlalu, aku mencoba sebisa mungkin untuk menjadi normal. Tapi nyatanya malam tak mengizinkan hal itu, mimpi itu terus datang. Entah Sean, Tessie atau Helen, mereka terus berdatangan ke mimpiku. Seolah dimensi mereka tak mau melepaskanku dan menarikku kembali. Perlahan lahan mimpi mimpi itu meruntuhkan benteng pertahananku, membuatku semakin khawatir tentang keadaan mereka yang ku tinggalkan.
Dan di sinilah aku berada, di stasiun kereta api yang sama yang ku datangi hari itu. Aku menunggu, rasa enggan dan ragu masih bergelayut di hatiku. Tapi aku tidak mungkin kembali ke apartemen, aku harus kembali ke kereta itu dan menyelamatkan Tessie dan Sean meski aku takut. Detik berganti menit, kereta itu tak datang. Ku lirik jam di pergelangan tanganku yang menunjukkan pukul 1:55.
"Sudah lewat," gumamku. Aku menoleh ke kiri dan kanan, namun tak ada tanda tanda kereta itu akan datang. Dengan menggenggam kekecewaan aku berbalik pergi. Mungkin aku memang sudah tidak bisa kembali, pikirku.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Train at 1:43 AM (End)
FantasyKau ingin bertemu soulmate mu? Cobalah pergi ke stasiun terdekat, tunggu hingga jam 1:43 dini hari Jika kau beruntung kau akan melihat kereta itu Kereta yang terlihat normal, namun jauh dari kata normal Kereta yang akan membawamu menuju tempat di ma...